Melatih dan Mencerahkan Jiwa

Sunday, May 2, 2021

Memahami Cahaya Dan Kegelapan




Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Sirrul Asrar menjelaskan:

"Allah SWT berfirman, 'Dan siapa yang buta (kalbunya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta pula dan lebih tersesat dari jalan (yang benar). (QS. Al-Isrâ [17]: 72) Yang tidak dapat buta di dunia adalah buta kalbu, yang mempersembahkan firman Allah SWT, Maka yang dimaksud dengan kata-kata itu yang buta, artinya hati yang di dalam dada. (QS. Al-Hajj [22]: 46)

Penyebab kebutaan kalbu adalah karena adanya hijab-hijab yang gelap, lalai dan lupa karena jauhnya diri dari menepati janji pada Allah saat di Alam Arwah. 


Sedangkan batasan lalai adalah kebodohan seseorang terhadap masalah hakikat Ilahiah. Kebodohan ini timbul karena kalbu dikuasai oleh sifat-sifat tercela, seperti sombong, dendam, dengki, kikir, ujub, ghibah (mengumpat), namimah (mengadu domba), bohong dan sifat-sifat tercela lainnya. Sifat-sifat inilah yang mengakibatkan manusia jatuh ke derajat yang paling rendah.


Adapun cara menghilangkan sifat-sifat yang tercela tadi adalah dengan membersihkan cermin kalbu dengan alat pembersih tauhid, ilmu dan amal; serta berjuang dengan sekuat tenaga, baik lahir maupun batin.

Semua itu akan menghasilkan hidupnya kalbu dengan cahaya tauhid dan sifat-sifatnya. Jika seorang manusia telah berhasil menghidupkan nyala, maka ia akan ingat pada Negeri Asalnya (Alam Lahut). Setelah ingat ia akan pulang dan ingin sampai ke negerinya yang hakiki. Maka ia akan sampai dengan pertolongan Allah.


Selanjutnya, setelah penghalang cahaya jadi hilang, maka yang tersisa adalah penghalang-penghalang cahaya (nuraniah). Dan, pada saat itu ia sudah bashirah, ia yang mampu melihat dengan penglihatan ruh dan menerima cahaya dari cahaya Asmaus-Sifat (nama-nama sifat). 


Secara bertahap, penghalang-penghalang cahaya itu akan sirna dengan sendirinya dan dia akan diterangi dengan cahaya Dzat.


Ketahuilah, bahwa kalbu memiliki dua mata, yakni mata kecil dan mata besar. Mata kecil hanya mampu melihat Tajalli Sifat dengan cahaya Asma Ash-Shifat hingga ke Alam Derajat. 


Sedangkan, mata besar mampu melihat cahaya Tajalli Dzat dengan cahaya tauhid yang Maha Tunggal di Alam Lahut dan Alam Al-Qurbah. Cara untuk mencapai derajat ini adalah dengan kematian atau jika itu sebelum mati adalah dengan fana dari sifat hawa nafsu manusiawi. 


Dan, wushûl-nya hamba hingga ke alam itu sangat tergantung pada keterputusannya hawa nafsu manusiawi.

Wushûl pada Allah SWt di sini tidak berarti bertemunya jasad dengan jasad. Tidak juga, seperti ilmu pengetahuan dengan tujuan pengetahuan atau bertemunya pemikiran dengan yang dipikirkan atau bertemunya dugaan terhadap yang diduga. 


Yang dimaksud wushûl pada Allah SWT adalah putus dari selain Allah SWT, tidak dekat dan tidak jauh, tanpa arah dan batas, tanpa bertemu dan berpisah.

Maha Suci Allah SWT yang dalam penampakan-Nya, kesamaran-Nya, tajalli-Nya, ketertutupan-Nya, pengetahuan-Nya, terdapat hikmah yang agung. Siapa saja yang telah mencapai derajat ini di alam dunia dan mampu melihat kadar dirinya sebelum ia dihitung orang lain, maka ia adalah manusia yang bahagia.


Seandainya manusia tidak mencapai derajat yang disebut tadi, maka kelak akan mengalami kesukaran-kesukaran, seperti siksaur, perhitungan amal, digiring ke Mahsyar, ditimbang amalnya, melewati Sirathal Mustaqim dan segala hal berat yang akan berjalan di akhirat nanti.


- Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.dalam kitab Sirrul Asrar.

Share:

0 comments:

Post a Comment

Konsultasi dengan Gus Abduh

Data Kunjungan