Melatih dan Mencerahkan Jiwa

Saturday, October 3, 2020

Nabi Sulaiman, Harut Marut, dan Sihir

 


Allah SWT menjelaskan tentang kisah Nabi Sulaiman, Harut Marut dan Sihir dalam Surat Al Baqarah Ayat 102 artinya:

 “Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu melakukan sihir), padahal Sulaiman tidak melakukan sihir, hanya setan-setan yang kafir (melakukan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut; menyebutkan tidak (sesuatu) kepada seorang pun sebelum menyebutkan, "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu). Sebab itu, janganlah kamu kafir." Mereka mempelajari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menentukan antara seorang suami dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudarat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah.Dan mereka belajar sesuatu yang memberi mudarat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sebenarnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah keuntungan di akhirat; perbuatan jahatlah yang menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka melihat.

 

Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kaum Yahudi berkata:“ Lihatlah Muhammad yang mencampu-baurkan antara hak dan batil, yaitu menerangkan (Nabi) Sulaiman digolongkan pada kelompok nabi-nabi, padahal ia seorang ahli sihir yang angin. Maka Allah Ta'ala Menurunkan ayat Penyanyi Yang berada di kaum bahwa yahudi LEBIH mempercayai setan iman ditunjukan kepada Allah Ta'ala. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Syahr bin Hausyab)

 

Asbabun Nuzul lainnya adalah: “Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kaum Yahudi bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beberapa kali tentang beberapa hal yang ada di dalam Taurat. Semua pertanyaan tentang isi Taurat dijawab oleh Allah Ta'ala dengan menurunkan ayat. Ketika itu mereka menganggap bahwa ayat tersebut dirasakan sebagai bantahan terhadap mereka. Mereka berbicara kepada sesamanya: “Orang ini lebih dekat tentang apa yang diberitahukan kepada kita.” Di antara masalah yang ditanyakan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah tentang sihir. Dan mereka berbantah-banthan dengan Rasulullah tentang itu. Maka Allah Ta'ala menurunkan ayat ini berkenaan dengan peristiwa tersebut. ” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abu Al-'Aliyah)

 

Firman-Nya ( واتبعوا ما تتلوا الشياطينdi dalam tafsirnya, dari Ibnu Abbas, Al-Aufi mengatakan, “Yaitu ketika kerajaan Nabi Sulaiman 'alaihi as-salam sirna, sekelompok jin dan manusia murtad dan mengikuti hawa nafsu mereka. Namun setelah Allah Ta'ala mengembalikan kerajaan itu kepada Nabi Sulaiman 'alaihi as-salam, maka orang-orang tetap berpegang pada agama seperti sediakala (Islam). Kemudian Nabi Sulaiman 'alaihi as-salam menyita kitab-kitab mereka dan menguburnya di bawah singgasananya. Setelah itu Nabi Sulaiman 'alaihi as-salam meninggal dunia, maka sebagian manusia dan jin menguasai kitab-kitab itu seraya mengatakan bahwa kitab ini berasal dari Allah Ta'ala yang diturunkan kepada Nabi Sulaiman alaihi as-salam, dan ia gabungannya dari kami. Lalu mereka pun mengambil dan menjadikan kitab itu sebagai suatu ajaran. Mereka semua mengikuti hawa nafsu yang dibacakan oleh para setan. Hawa nafsu itu berupa alat-alat musik, permainan dan segala sesuatu yang menjadikan orang lupa berzikir kepada Allah Ta'ala.

 

Firman-Nya ( على ملك سيمان) artinya, setelah orang-orang Yahudi itu menolak kitab Allah Ta'ala yang berada di tangan mereka serta menyelisihi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan-setan. Yaitu apa yang diceritakan, diberitahukan dan dibacakan oleh setan pada masa kerajaan Nabi Sulaiman. Digunakannya ( على) karena kata ( تتلو) pada ayat ini mengandung makna dibacakan secara dusta. Ibnu Jarir menyebut kata ( على) dalam ayat ini suara ( في) atau di dalam, maksudnya, dibacakan di masa kerajaan Sulaiman. Dia menukilkan itu dari Ibnu Juraij dan Ibnu Ishak. Mengenai masalah itu, Ibnu Katsir mengatakan ( التضمن) atau pencakupan dalam hal ini lebih benar dan lebih utama.

 

Sedangkan mengenai ungkapan Al-Hasan Al-Bashri bahwa sihir itu telah ada sebelum zaman Nabi Sulaiman bin Dawud merupakan suatu hal yang benar dan tidak lagi diragukan, karena para tukang sihir itu sudah ada pada zaman Nabi Musa, dan Nabi Sulaiman bin Dawud itu setelah Nabi Musa. Sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Baqarah ayat 246 yang artinya: “Apakah engkau tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil setelah Nabi Musa”. Kemudian Allah Ta'ala mengisahkan sebuah kisah sesudah ayat itu yaitu ayat 251 yang artinya: “Dan Dawud (dalam peperangan itu) membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Dawud) pemerintahan dan hikmah.” Dan Nabi Shalih yang hidup sebelum Nabi Ibrahim mengatakan kepada nabi mereka ( إنما أنت من المسحرين)) “Sesungguhnya engkau adalah salah seorang dari orang-orang yang terkena sihir.” (QS. Asy-Syu'ara 'ayat 153). Menurut pendapat yang masyhur, kata ( المسحرين) hal yang terkena sihir.

 

Firman-Nya ( وما أنزل على الملكين ببابل هاروت وماروت ... ما يفرقون بين المرء وزوجه), para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai ayat ini. Ada yang berpendapat bahwa kata ( ما) dalam ayat ini berkedudukan sebagai ( نافية) atau yang meniadakan. Imam Al-Qurthubiy mengatakan, kata ( ما) itu adalah ( ما نافية) kata yang berfungsi meniadakan sekaligus ( ما معطوف) berfungsi sebagai kara sambung untuk firman Allah Ta'ala sebelumnya.

 

Firman-nya ( ولكن الشياطين كفروا يعلمون الناس السحر وماأنزل على الملكين), yang demikian itu karena orang-orang beranggapan bahwa sihir itu diturunkan oleh Jibril dan Mikail. Kemudian Allah Ta'ala mendustakan mereka, sedangkan firman-Nya ( هاروت وماروت) merupakan ( بدلا) atau berasal dari kata ( الشياطين) atau setan-setan. Menurut Imam Al-Qurthubiy, penafsiran demikian itu benar, karena jamak itu bisa berarti doa seperti firman-Nya dalam Surat An-Nisaa 'ayat 11 yang artinya: “Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara”. Dan karena menghilangkan pengikut (Harut dan Marut) pengikut pengikut, atau disebut di dalam ayat itu karena pembangkangan mereka. Menurut Imam Al-Qurthubiy, perkiraan uangkapan ayat itu berbunyi ( يعلمون الناس السحر ببابل هاروت وماروت) atau setan-setan itu mengajari sihir kepada manusia di Babil, yaitu Harut dan Marut. Lebih lanjut Imam Al-Qurthubiy berpendapat bahwa penafsiran ini adalaah yang terbaik dan paling tepat. Dan untuk itu beliau tidak memilik kepada penafsiran yang lain.

 

Firman-Nya ( وما أنزل على الملكين ببابل), Ibnu Jarir meriwayatkan dengan sanadnya melalui Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, ia mengatakan, “Allah Ta'ala tidak menurunkan sihir.” Ar-Rabi 'bin Anas, dari Ibnu Abbas, ia mengatakan, “Allah Ta'ala tidak menurunkan sihir kepada keduanya.”

Ibnu Jarir berkata, “Dengan demikian, penafsiran ayat ini mengenai sihir. Nabi Sulaiman tidak kafir, dan Allah Ta'ala tidak menurunkan sihir kepada kedua malaikat tersebut, tetapi setan-setan itu yang kafir. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut. Dengan demikian kalimat, 'Di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut' merupakan ayat yang maknanya didahulukan dan redaksinya diakhirkan. Allah Ta'ala memberitahukan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bahwa Malaikat Jibril dan Mikail tidak pernah turun membawa sihir, sedang Nabi Sulaiman sendiri terbebas dari sihir yang mereka tuduhkan. Bahkan Dia tahu mereka bahwa sihir perbuatan setan, dan setan-setan itu mengajarkan sihir di negeri Babil. Dan juga memberitahukan bahwa di antara yang diajari sihir oleh setan adalah dua orang yang bernama Harut dan Marut. Maka Harut dan Marut merupakan terjemahan dari kata 'manusia' dalam ayat ini, sekaligus sebagai bantahan atas mereka (orang-orang Yahudi). Demikian nukilan dari Ibnu Jarir berdasarkan lafaz darinya.

 

Mayoritas ulama salaf berpendapat bahwa kedua malaikat tersebut berasal dari langit dan turun ke bumi dan terjadilah apa yang terjadi pada mereka berdua. Mengenai kisah Harut dan Marut ini, telah dikisahkan dari sejumlah tabiin, misalnya Mujahid, As-Suddi, Al-Hasan Al-Bashri, Qatadah, Abu Al-'Aliyah, Az-Zuhri, Ar-Rabi 'bin Anas, Muqatil bin Hayyan dan lain-lainnya. Dan dikisahkan pula oleh beberapa orang mufasir terdahulu maupun kontemporer. Dan hasilnya menunjukkan kembali kepada beberapa berita mengenai Bani Israil, karena mengenai hal itu tidak ada hadis sahih marfu 'yang memiliki sanad sampai kepada Rasulullah shallallahu' alaihi wasallam yang tidak berbicara dengan hawa nafsunya. Dan redaksi Alquran mengungkapkan kisah itu secara global, tidak rinci.

 

Firman-Nya ( وما يعلمان من أحد حتى يقولا إنما نحن فتنة فلا تكفر), dari Ibnu Abbas, Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan, “Jika ada seseorang yang mendatangi suatu kerena menghendaki sihir, maka dengan tegas melarang peminat sihir tersebut seraya bahkan, 'Sesungguhnya kami ini hanya cobaan bagimu, karena itu janganlah engkau kafir . ' Yang demikian itu karena keduanya mengetahui kebaikan, keburukan, kekafiran dan keimanan, sehingga mereka berdua mengetahui bahwa sihir merupakan bentuk kekufuran. Sedangkan ( الفتنة) berarti cobaan dan ujian. Demikian juga firman-Nya yang menceritakan mengenai Nabi Musa 'alaihi as-salam, di mana Allah Ta'ala berfirman dalam Surah Al A'raaf ayat 155 yang artinya: “Hal itu hanyalah cobaan dari-Mu”. Sebagian ulama menjadikan ayat ini sebagai dalil untuk mengkafirkan orang yang mempelajari sihir, dan merekomendasikannya dengan hadis yang diriwayatkan Al-Hafidz Abu Bakar Al-Bazzar, dari Abdullah, ia mengatakan:

 

مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ سَاحِرًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِل علَلْهلا لملل

Artinya: “Barangsiapa yang mendatangi tukang tenung (dukun) atau tukang sihir, lalu percaya kepada apa yang dikatakannya, maka sebenarnya dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.” (Sanad hadis ini sahih dan memiliki beberapa syahid lain)

 

Firman-Nya ( فيتعلمون منهما ما يفرقون به بين المرء وزوجهArtinya, orang-orang pun mempelajari ilmu sihir dari Harut dan Marut, yang mereka gunakan untuk hal-hal yang sangat tercela, seperti membuat hubungan perceraian antara pasangan suami istri, padahal tadinya mereka akur dan harmonis dan ini termasuk perbuatan setan, hadis yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:

 

" إن الشيطان ليضع عرشه على الماء, ثم يبعث سراياه في الناس, فأقربهم عنده منزلة أعظمهم عنده فتنة, يجيء أحدهم فيقول: ما زلت بفلان حتى تركته وهو يقول كذا وكذا فيقول إبليس :. لا والله ما صنعت شيئا ويجيء أحدهم فيقول:. ما تركته حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَهْلِهِ قَالَ: فَيُقَرِّبُهُ وَيُدْنِيهِ وَيَلْتَزِمُهُ نولْيَق"

 

Artinya: “Sesungguhnya iblis itu meletakkan singgasananya di alas air, lalu mengirimkan bala tentaranya kepada umat manusia; maka setan yang paling besar fitnahnya terhadap umat manusia akan berada di dekat yang terdekat di sisi iblis. Salah satu dari mereka datang, lalu berkata, "Aku terus-menerus menggoda si Fulan, hingga ketika aku meninggalkan dia telah melakukan anu dan anu." Iblis menjawab, "Tidak, demi Allah, kamu masih belum melakukan sesuatu (yakni belum berhasil)." Lalu datang lagi yang lainnya dan mengatakan, "Aku tidak beranjak setelah aku dapat menyatakan antara dia dan istrinya." Maka iblis menjaga yang tinggi dan dekat dengannya serta selalu bersamanya seraya berkata, "Kamu benar.” (HR. Muslim)

 

Penyebab perkeraian antara pasangan istri yang dilakukan melalui sihir adalah dengan menjadikan suami atau istri melihat pasangannya buruk, tidak bermoral, menyebalkan dan sebab-sebab lainnya yang dapat menyebabkan perceraian. ( المرء) artinya ( الرجل) atau laki-laki sedang untuk dikatakan ( امرة), masing-masing memiliki bentuk dua, tapi tidak memiliki bentuk jamak (jamak).

 

Firman-Nya ( وماهم بضارين به من أحد إلا بإذن الله)), Sufyah Ats-Tsauri mengatakan, artinya kecuali dengan ketetapan Allah Ta'ala. Muhammad bin Ishak mengemukakan, “Kecuali jika Allah Ta'ala membiarkannya tidak terhalang dari apa yang diinginkannya (untuk menyihir).” Al-Hasan Al-Bashri mengatakan: “Benar, bahwa jika Allah Ta'ala kehendaki, maka Allah Ta'ala kuasakan (orang yang akan mereka sihir) kepadanya (tukang sihir) dan jika Allah Ta'ala tidak kehendaki, maka Allah Ta ' ala tidak biarkan hal itu dan mereka tidak mampu menyihir kecuali dengan izin Allah Ta'ala, perintah-Nya tersebut. Dan dalam sebuah riwayat dari Al-Hasan Al-Bashri, bahwa ia mengatakan, “Itu tidak dapat memberikan madharat kecuali bagi orang yang masuk ke dalamnya (mempelajarinya).”

 

Firman-Nya ( ويتعلمون ما يضرهم ولا ينفعهم) maksudnya, perbuatan itu dapat melanggar agamanya dan manfaatnya tidak sepadan dengan mudharatnya.

 

Firman-Nya ( ولقد علموا لمن اشتراه ماله في الآخرة من خلاق) artinya, orang-orang Yahudi sudah melihat bahwa orang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan sihir tidak akan mendapat bagian di akhirat. Sedangkan Ibnu Abbas, Mujahid dan As-Suddi mengemukakan bahwa makna ( من خلاق) adalah ( من نصيب) atau dari mendapat bagian.

 

Firman-Nya ( ولبئس ما شروا به أنفسهم لو كانوا يعلمون) artinya, tindakan jahat mereka mengganti keimanan dan mengikuti perintah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan sihir jika mereka mengetahuinya.

[Referensi, Tafsir Ibnu Katsir]

Share:

0 comments:

Post a Comment

Konsultasi dengan Gus Abduh

Blog Archive

Data Kunjungan