Melatih dan Mencerahkan Jiwa

Dr. KH. Abduh Al-Manar, M.Ag.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Irsyadiyah. Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

Pondok Pesantren Al-Irsyadiyah

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

PAUD Al-Irsyadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

MI Al-Irsyadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

MTS Al-Iryadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

Friday, July 31, 2020

10 Keutamaan Ibadah Kurban


Ibadah kurban merupakan salah satu ibadah yang menunjukkan bentuk syukur kita terhadap segala rejeki yang diberikan oleh Allah SWT selama ini. Selain mempunyai banyak manfaat berkurban dalam Islam, terdapat pula beberapa keutamaan berkurban atau ibadah qurban dalam Islam, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Menjalankan perintah Allah
إِنَّآ أَعۡطَيۡنَـٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ (١) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ (٢) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ (٣)
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.” (Q.S. Al-Kautsar [108]: 2).

Ibnu Taimiyyah menagatakan, Ibadah harta benda yang paling mulia pada hari Raya Idul Adha adalah menyembelih qurban, sedangkan ibadah badan yang paling utama adalah shalat ‘ied.

2. Mengikuti teladan nabi Ibrahim

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَلَفٍ الْعَسْقَلَانِيُّ حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ حَدَّثَنَا سَلَّامُ بْنُ مِسْكِينٍ حَدَّثَنَا عَائِذُ اللَّهِ عَنْ أَبِي دَاوُدَ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ الْأَضَاحِيُّ قَالَ سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ قَالُوا فَمَا لَنَا فِيهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ قَالُوا فَالصُّوفُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ مِنْ الصُّوفِ حَسَنَةٌ
“Berkata kepada kami Muhammad bin Khalaf Al ‘Asqalani, berkata kepada kami Adam bin Abi Iyas, berkata kepada kami Sullam bin Miskin, berkata kepada kami ‘Aidzullah, dari Abu Daud, dari Zaid bin Arqam, dia berkata: berkata para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Wahai Rasulullah, hewan qurban apa ini?” Beliau bersabda: “Ini adalah sunah bapak kalian, Ibrahim.” Mereka berkata: “Lalu pada hewan tersebut, kami dapat apa wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Pada setiap bulu ada satu kebaikan.” Mereka berkata: “Bagaimana dengan shuf (bulu domba)?” Beliau bersabda: “Pada setiap bulu shuf ada satu kebaikan.” [HR. Riwayat Ibnu Majah dalam Sunannya No. 3127]

3. Bukti ketakwaan
Sebagaimana firman Allah surat Al-Maidah ayat 27, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (qurban) dari orang-orang yang bertaqwa”.
Allah Subhanahu wata’ala kembali berfirman:
لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS:Al Hajj:37)

4. Menjadi saksi di akhirat nanti
Rasulullah bersabda, “Tidak ada amalan yang dikerjakan anak Adam ketika hari (raya) kurban yang lebih dicintai oleh Allah Azza Wa Jalla dari mengalirkan darah, sesungguhnya pada hari kiamat ia akan datang dgn tanduk-tanduknya, kuku-kukunya & bulu-bulunya. Dan sesungguhnya darah tersebut akan sampai kepada Allah Azza Wa Jalla sebelum jatuh ke tanah, maka perbaguslah jiwa kalian dengannya.” [HR. ibnumajah No.3117].

5. Pembeda muslim dan kafir
قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَاْ أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku (qurbanku), hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” [QS: al-An’am : 162-163]

6. Meningkatkan empati dan solidaritas
Hadits dari Ali bin Abu Thalib,
وَعَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ: { أَمَرَنِي النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنَّ أَقْوَمَ عَلَى بُدْنِهِ, وَأَنْ أُقَسِّمَ لُحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلالَهَا عَلَى الْمَسَاكِينِ, وَلا أُعْطِيَ فِي جِزَارَتِهَا مِنْهَا شَيْئاً } مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ
”Rasulullah memerintahkan kepadaku untuk mengurusi hewan kurbannya, membagi-bagikan dagingnya, kulit dan pakaiannya kepada orang-orang miskin, dan aku tidak diperbolehkan memberi sesuatu apapun dari hewan kurban (sebagai upah) kepada penyembelihnya.”

Allah berfirman,
وَٱلْبُدْنَ جَعَلْنَٰهَا لَكُم مِّن شَعَٰٓئِرِ ٱللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ ۖ فَٱذْكُرُوا۟ ٱسْمَ ٱللَّهِ عَلَيْهَا صَوَآفَّ ۖ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا۟ مِنْهَا وَأَطْعِمُوا۟ ٱلْقَانِعَ وَٱلْمُعْتَرَّ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرْنَٰهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.” (Q.S. Al Hajj:36)

7. Belajar ikhlas
Dari Aisyah, Rasulullah Shallalhu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Tidak ada amalan anak cucu Adam pada hari raya qurban yang lebih disukai Allah melebihi dari mengucurkan darah (menyembelih hewan qurban), sesungguhnya pada hari kiamat nanti hewan-hewan tersebut akan datang lengkap dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya, dan bulu- bulunya. Sesungguhnya darahnya akan sampai kepada Allah –sebagai qurban– di manapun hewan itu disembelih sebelum darahnya sampai ke tanah, maka ikhlaskanlah menyembelihnya.” (HR Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).

8. Amalan paling utama di Idul Adha

مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ قَالُوا وَلَا الْجِهَادُ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ
 “Tidak ada amal yang lebih utama pada hari-hari (tasyriq) ini selain berqurban.” Para sahabat berkata, “Tidak juga jihad?” Beliau menjawab: “Tidak juga jihad. Kecuali seseorang yang keluar dari rumahnya dengan mengorbankan diri dan hartanya (di jalan Allah), lalu dia tidak kembali lagi” (HR Bukhari dari Ibnu Abbas).

9. Bukti syukur kepada Allah SWT

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكاً لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).” [QS: Al Hajj : 34]

10. Mendapat pahala berlipat ganda

Dari Zaid ibn Arqam, ia berkata atau mereka berkata: “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, apakah qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Qurban adalah sunnahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka bertanya, “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan qurban itu?” Rasulullah Shallalhu ‘Alaihi Wasallam menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.”Mereka menjawab: “Kalau bulu-bulunya?”Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Itulah beberapa keutamaan ibadah kurban yang dapat memotivasi seorang Muslim untuk bisa segera berkurban.
Share:

Wednesday, July 29, 2020

Puasa Hari Arafah


Hari Arafah memang salah satu hari istimewa, karena pada hari itu Allah membanggakan para hamba-Nya yang sedang berkumpul di Arafah di hadapan para malaikat-Nya. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِي بِهِمُ الْمَلَائِكَةَ فَيَقُولُ مَا أَرَادَ هَؤُلَاءِ
“Tidak ada satu hari yang lebih banyak Allah memerdekakan hamba dari neraka pada hari itu daripada hari Arafah. Dan sesungguhnya Allah mendekat, kemudian Dia membanggakan mereka (para hamba-Nya yang sedang berkumpul di Arafah) kepada para malaikat. Dia berfirman, ‘Apa yang dikehendaki oleh mereka ini?‘” (HR. Muslim, no. 1348; dan lainnya dari ‘Aisyah).

Olah karena itulah, tidak aneh jika kaum muslimin yang tidak wukuf di Arafah disyariatkan berpuasa satu hari Arafah ini dengan janji keutamaan yang sangat besar. Marilah kita renungkan hadits di bawah ini, yang menjelaskan keutamaan puasa Arafah, yang disyariatkan oleh Ar-Rahman Yang Memiliki sifat rahmat yang luas dan disampaikan oleh Nabi pembawa rahmat kepada seluruh alam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
“Puasa satu hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah), aku berharap kepada Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya. Puasa hari ‘Asyura’ (tanggal 10 Muharram), aku berharap kepada Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya.” (HR. Muslim, no 1162, dari Abu Qatadah).

Alangkah pemurahnya Allah. Puasa sehari menghapuskan dosa dua tahun! Kaum muslimin biasa berpuasa satu bulan penuh pada bulan Ramadhan, dan mereka sanggup melakukan. Maka, sesungguhnya berpuasa satu hari Arafah ini merupakan perkara yang mudah, bagi orang yang dimudahkan oleh Allah. Barangsiapa membaca atau mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia ini pastilah hatinya tergerak untuk mengamalkan puasa tersebut. Karena, setiap manusia pasti menyadari bahwa dia tidak dapat lepas dari dosa.

Apakah dosa-dosa yang dihapuskan itu meliputi semua dosa, dosa kecil dan dosa besar? Atau hanya dosa kecil saja? Dalam masalah ini para ulama berselisih. Sebagian ulama, termasuk Ibnu Hazm rahimahullah, berpendapat sebagaimana zhahir hadits. Bahwa semua dosa terhapuskan, baik dosa besar, atau dosa kecil. Namun jumhur ulama, termasuk Imam Ibnu Abdil Barr, Imam Ibnu Rajab, berpendapat bahwa dosa-dosa yang terhapus dengan amal-amal shalih, seperti wudhu’, shalat, shadaqah, puasa, dan lainnya, termasuk puasa Arafah ini, hanyalah dosa-dosa kecil.

Pendapat jumhur ini di dukung dengan berbagai alasan, antara lain:
Allah telah memerintahkan tobat, sehingga hukumnya adalah wajib. Jika dosa-dosa besar terhapus dengan semata-mata amal-amal shalih, berarti taubat tidak dibutuhkan, maka ini merupakan kebatilan secara ijma’. Nash-nash dari hadits lain yang men-taqyid (mengikat; mensyaratkan) dijauhinya dosa-dosa besar untuk penghapusan dosa dengan amal shalih.

Dosa-dosa besar tidak terhapus kecuali dengan bertobat darinya atau hukuman pada dosa tersebut. Baik hukuman itu ditentukan oleh syariat, yang berupa hudud dan ta’zir atau hukuman dengan takdir Allah, yang berupa musibah, penyakit, dan lainnya. Allah tidak menjadikan kaffarah (penebusan dosa) terhadap dosa-dosa besar. Namun, kaffarah itu dijadikan untuk dosa-dosa kecil (Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, syarh hadits no. 18, karya al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali).

Puasa Arafah 

Disunnahkan puasa Arafah ini berlaku bagi kaum muslimin yang tidak wuquf di Arafah. Adapun bagi kaum muslimin yang wuquf di Arafah, maka tidak berpuasa, sebagaimana hadits di bawah ini,

عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ بِنْتِ الْحَارِثِ أَنَّ نَاسًا تَمَارَوْا عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ صَائِمٌ وَقَالَ 
بَعْضُهُمْ لَيْسَ بِصَائِمٍ فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحِ لَبَنٍ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى بَعِيرِهِ فَشَرِبَهُ

“Dari Ummul Fadhl binti al-Harits, bahwa orang-orang berbantahan di dekatnya pada hari Arafah tentang puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian mereka mengatakan, ‘Beliau berpuasa.’ Sebagian lainnya mengatakan, ‘Beliau tidak berpuasa.’ Maka Ummul Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada beliau, ketika beliau sedang berhenti di atas unta beliau, maka beliau meminumnya.” (HR. Bukhari, no. 1988; Muslim, no. 1123).


Semoga puasa Arafah kita diterima Allah SWT sehingga hidup ini menjadi lebih baik dan lebih berkah mendapat keberuntungan besar.
Share:

Tuesday, July 28, 2020

Apa itu Hari Tarwiyah


Pada tanggal 8 Dzul Hijjah [Bulan Haji] kita mengenalnya sebagai hari tarwiyah, kenapa demikian, apa alasannya,  ada dua alasan, yaitu :
Pertama : Pada malam 8 Dzul Hijjah, Nabi Ibrahim bermimpi mendapat perintah untuk menyembelih putranya yang bernama Nabi Ismail alaihissalam. Setelah beliau mimpi di malam hari itu, maka beliau berfikir secara terus – menerus dengan sungguh – sungguh apakah mimpinya tersebut dari Allah SWT ? proses berfikir itu dengan berbagai pertanyaan dalam diri beliau disebut dalam bahasa arab dengan kata “ Yurawwi “. Karena itu tanggal 8 Dzul Hijjah disebut dengan hari tarwiyah yang artinya hari berfikir.
Kemudian pada malam Arafah, Nabi Ibrahim kembali mengalami mimpi yang sama, bahwa diperintahkan untuk menyembelih putranya tercinta Nabi Ismail. Setelah mimpi kedua kalinya, maka pada tanggal 9 Dzul Hijjah siang hari itu beliau meyakini [‘arafa] bahwa mimpinya itu adalah datangnya dari Allah SWT. Makna arafa adalah mengetahui [meyakini sesuatu], karena itu pada tanggal 9 Dzul Hijjah disebut Arafah.
Kemudian beliau kembali bermimpi yang sama pada malam ke-sepuluh Dzul Hijjah, pada esok hari tepatnya tanggal sepuluh zul hijjah, beliau dan putra tercintahnya melaksanakan perintah Allah SWT yaitu menyembelih putra tercinta yaitu Nabi Ibrahim, maka hari kesepuluh Dzul Hijjah disebut dengan hari Nahar (Iedul Adha ). Akhirnya Allah SWT yang menggantikan Nabi Ismail dengan seekor domba besar dan sehat sebagai Kurban yang diberkahi.
Allah SWT menyebutkan di dalam Al-Qur’an kisah yang penuh dengan makna ini dalam surat Ash-Shaffat: 102 – 107 artinya:
 “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya).Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu”, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”
Kedua, Alasan lain bahwa pada Haji Wada’, dimana pada hari kedelapan Dzul hijjah mereka yang akan berhaji menuju Mina dalam keadaan berihram dan bermalam di sana mereka mengumpulkan air sebagai bekal Wuquf di Arafah karena saat itu tidak ada air. Proses mengumpulkan air [mempersiapkan air] dalam bahasa Arab disebut dengan “Yatarawwauna /tarwiyah”. Jadi hari tanggal 8 Dzul Hijjah merupakan hari persiapan air atau disebut juga dengan hari tarwiyah. Setelah mereka mengumpulkan air, maka pada pagi hari tanggal 9 Dzul Hijjah mereka berangkat menuju pada Arafah untuk mengikuti prosesi haji yang diawali pada waktu Dzuhur tiba.
Alangkah indah dan nikmatnya kita malaksanakan puasa hari Tarwiyah sebagai perwujudan cinta kepada Allah sekaligus cinta kepada Nabi Ibrahim sebagai Datuk Nabi Muhammad SAW.  
Share:

Sunday, July 26, 2020

Bagaimana Cara Membuat Allah Senang ?


Alkisah ada ahli ibadah bernama Abu bin Hasyim yang kuat sekali tahajudnya. Hampir bertahun-tahun dia tidak pernah absen melakukan shalat tahajud.

Pada suatu ketika saat hendak mengambil wudhu untuk tahajud, Abu dikagetkan oleh keberadaan sesosok makhluk yang duduk di bibir sumurnya. Abu bertanya, “Wahai hamba Allah, siapakah Engkau?” Sambil tersenyum, sosok itu berkata; “Aku Malaikat utusan Allah”. Abu Bin Hasyim kaget sekaligus bangga karena kedatangan tamu malaikat mulia. Dia lalu bertanya, “Apa yang sedang kamu lakukan di sini?”

Malaikat itu menjawab, “Aku disuruh mencari hamba pencinta Allah.”Melihat Malaikat itu memegang kitab tebal, Abu lalu bertanya; “Wahai Malaikat, buku apakah yang kau bawa?” Malaikat menjawab; “Ini adalah kumpulan nama hamba-hamba pencinta Allah.” Mendengar jawaban Malaikat, Abu bin Hasyim berharap dalam hati namanya ada di situ. Maka ditanyalah Malaikat itu. “Wahai Malaikat, adakah namaku di situ ?” Abu berasumsi bahwa namanya ada di buku itu, mengingat amalan ibadahnya yang tidak kenal putusnya. Selalu mengerjakan shalat tahajud setiap malam, berdo’a dan bermunajat pada Allâh SWT di sepertiga malam. “Baiklah, aku buka,” kata Malaikat sambil membuka kitab besarnya.

Dan, ternyata Malaikat itu tidak menemukan nama Abu di dalamnya. Tidak percaya, Abu bin Hasyim meminta Malaikat mencarinya sekali lagi. “Betul…namamu tidak ada di dalam buku ini!” kata Malaikat. Abu bin Hasyim pun gemetar dan jatuh tersungkur di depan Malaikat. Dia menangis sejadi-jadinya. “Rugi sekali diriku yang selalu tegak berdiri di setiap malam dalam tahajud dan bermunajat … tetapi namaku tidak masuk dalam golongan para hamba pecinta Allah,” ratapnya.

Melihat itu, Malaikat berkata, “Wahai Abu bin Hasyim! Bukan aku tidak tahu engkau bangun setiap malam ketika yang lain tidur … mengambil air wudhu dan kedinginan pada saat orang lain terlelap dlm buaian malam. Tapi tanganku dilarang Allâh menulis namamu.”

“Apakah gerangan yang menjadi penyebabnya?” tanya Abu bin Hasyim. “Engkau memang bermunajat kepada Allâh, tapi engkau pamerkan dengan rasa bangga kemana-mana dan asyik beribadah memikirkan diri sendiri. Di kanan kirimu ada orang sakit atau lapar, tidak engkau tengok dan beri makan. Bagaimana mungkin engkau dapat menjadi hamba pecinta Allah kalau engkau sendiri tidak pernah mencintai hamba-hamba yang diciptakan Allâh ?” kata Malaikat itu.

Abu bin Hasyim seperti​ disambar petir di siang bolong. Dia tersadar hubungan ibadah manusia tidaklah hanya kepada Allâh semata (hablumminAllâh), tetapi juga ke sesama manusia (hablumminannâs) dan alam.

JANGAN BANGGA DENGAN BANYAK SHALAT, PUASA, DAN ZIKIR KARENA ITU SEMUA BELUM MEMBUAT ALLAH SENANG....MAU TAHU APA YANG MEMBUAT ALLAH SENANG ?

Nabi Musa : Wahai Allah, aku sudah melaksanakan ibadah. Lalu manakah ibadahku yang membuat Engkau senang?
Allah SWT menjawab :
SHALAT? Sholat mu itu untukmu sendiri, karena dengan mengerjakan shalat, engkau terpelihara dari perbuatan keji dan munkar.
DZIKIR? Dzikirmu itu hanya untukmu sendiri, membuat hatimu menjadi tenang.
PUASA? Puasamu itu untukmu sendiri, melatih dirimu untuk memerangi hawa nafsumu sendiri.

Nabi Musa : Lalu apa yang membuat Mu senang Ya Allah?
Allah SWT menjawab: SEDEKAH, INFAQ, ZAKAT serta PERBUATAN BAIK-mu. Itulah yang membuat AKU senang, karena tatkala engkau membahagiakan orang yang sedang susah, AKU hadir di sampingnya. ---Dan AKU akan mengganti dengan ganjaran 700 kali (Al-Baqarah 261-262).
Nah, bila kamu sibuk dengan ibadah ritual dan bangga akan itu... maka itu tandanya kamu hanya mencintai dirimu sendiri, bukan Allah. Tetapi, bila kau berbuat baik dan berkorban untuk orang lain... maka itu tandanya kau mencintai Allah dan tentu Allah senang karenanya.

Buatlah Allah senang maka Allah akan limpahkan rahmat-Nya dengan membuat hidupmu lapang dan bahagia. (Dikutip dari Kitab Mukasyafatul Qulub Karya Imam Al Ghazali)

Share:

Saturday, July 25, 2020

7 Kunci Kebahagiaan


Ada 7 kunci kebahagiaan menurut Ali bin Abi Thalib yaitu:
1. Jangan membenci siapapun, meskipun ada yang menyalahi hakmu

Kebencian kepada seseorang hanya akan menyempitkan hati. Maka berlapang dadalah dan jauhi prasangka buruk yang mengarah pada kebencian. Karena ketika rasa benci sudah menutupi hati, maka kita pun sulit untuk merasakan nikmat yang Allah beri.

2. Jangan pernah bersedih secara berlebihan, sekalipun masalah memuncak

Sangat wajar jika saat mengalami masalah, seseorang akan sedih. Namun jika kesedihan tersebut berlarut-larut, maka bukan solusi yang didapat, melainkan masalah yang tak kunjung selesai.

3. Hidup dalam kesederhanaan, meski serba ada

Rasulullah beserta para sahabatnya senantiasa hidup dalam kesederhanaan meski sebenarnya rezeki mereka melimpah. Dengan tetap bergaya sederhana, maka akan lebih mudah untuk merasakan bahagia dan lebih banyak bersyukur.

4. Berbuatlah kebaikan sekalipun banyak masalah

Boleh jadi musibah yang melanda membuat kita enggan untuk berbuat baik. Padahal kebaikan justru akan mengarah lurus kepada sebuah kebahagiaan yang sulit digambarkan dengan kata-kata.

5. Lebih banyak memberi meski kesusahan

Terkadang kesusahan terutama dalam segi materi membuat kita pun enggan untuk memberi. Padahal dengan jelas Allah berfirman agar setiap manusia harus bersedekah baik saat lapang maupun sempit karena disitulah akan ditemukan sebuah kebahagiaan. Bahkan terkadang dengan melakukan hal tersebut, Allah akan melapangkan urusan kita.

6. Tetap tersenyum meski hati tengah bersedih

Memang kesedihan bisa membuat air mata begitu mudahnya keluar. Maka ketika tak ingin kesedihan tersebut terlihat dan mempengaruhi yang lain, cobalah untuk tersenyum. Senyum kita pun akan membuat orang lain bahagia dan berefek langsung pada kebahagiaan kita.

7. Jangan berhenti berdo'a untuk muslim lain

Saat ini tak dapat dipungkiri bahwa seringkali terjadi perselisihan atau perbedaan pendapat yang membuat hubungan sesama muslim menjadi renggang. Jika sudah begitu maka sangat sulit untuk bisa bahagia, baik ketika sendiri ataupun saat bersosialisasi. Maka berdo'alah untuk setiap muslim, terutama yang telah berselisih dengan kita. Do'akan agar mereka mendapatkan hidayah serta mampu direkatkan kembali. Hal ini akan menjadikan hati lebih tenang dan siap menerima mereka kembali guna menuju kebahagiaan hidup.
Share:

Thursday, July 23, 2020

Menegakkan Adil dan Amanah


Dua permata yang tak boleh lapuk oleh zaman yaitu adil dan amanah. Allah SWT berfirman :
قَالَ اللهُ تَعَالَى :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul-Nya. Jangan pula kalian mengkhianati amanah-amanah kalian. Padahal kalian tahu (QS al-Anfal [8]: 27).

Menurut Ibnu Abbas ra ayat di atas bermakna, “Janganlah kalian mengkhianati Allah SWT dengan meninggalkan kewajiban-kewajiban-Nya. Janganlah kalian mengkhianati Rasul saw. dengan meninggalkan sunnah-sunnahnya. Janganlah kalian bermaksiat kepada keduanya.” (Al-Qinuji, Fath al-Bayan, 1/162).

Di antara sekian banyak amanah, yang paling penting adalah amanah kekuasaan. Rasulullah saw. bersabda:
فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْهُمْ
Pemimpin yang memimpin rakyat adalah pengurus dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari).

Sesuai dengan sabda Rasul SAW tersebut, siapa saja yang memegang amanah kepemimpinan atau kekuasaan, pasti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT di Akhirat nanti. Generasi Muslim pada masa lalu amat paham tentang betapa beratnya amanah kepemimpinan dan kekuasaan ini. Banyak nas yang menegaskan demikian. Rasulullah SAW, bersabda:

أَيُّمَا رَاعٍ اسْتُرْعِيَ رَعِيَّةً، فَغَشَّهَا، فَهُوَ فِي النَّارِ
Penguasa mana saja yang diserahi tugas mengurus rakyat, lalu mengkhianati mereka, dia masuk neraka (HR Ahmad).

Sabdanya yang lain:
مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلاَّ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
Tidaklah seorang hamba—yang diserahi oleh Allah tugas untuk mengurus rakyat—mati pada hari kematiannya, sementara ia mengkhianati rakyatnya, Allah mengharamkan surga bagi dirinya (HR Muslim).

Imam Fudhail bin Iyadh menuturkan, “Hadis ini merupakan ancaman bagi siapa saja yang diserahi Allah SWT untuk  mengurus urusan  kaum Muslim, baik urusan agama maupun dunia, kemudian ia berkhianat. Jika seseorang berkhianat terhadap suatu urusan yang telah diserahkan kepada dirinya maka ia telah terjatuh pada dosa besar dan akan dijauhkan dari surga. Penelantaran itu bisa berbentuk tidak menjelaskan urusan-urusan agama kepada umat, tidak menjaga syariah Allah dari unsur-unsur yang bisa merusak kesuciannya, mengubah-ubah makna ayat-ayat Allah dan mengabaikan hudûd (hukum-hukum Allah).  Penelantaran itu juga bisa berwujud pengabaian terhadap hak-hak umat, tidak menjaga keamanan mereka, tidak berjihad untuk mengusir musuh-musuh mereka dan tidak menegakkan keadilan di tengah-tengah mereka.  Setiap orang yang melakukan hal ini dipandang telah mengkhianati umat.” (Imam an-Nawawi, Syarh Shahîh Muslim).

Sejarah peradaban Islam dalam sstem pemerintahan Islam selama berabad-abad telah melahirkan banyak pemimpin yang adil dan amanah. Khalifah pertama, Abu Bakar ash-Shiddiq ra, misalnya, adalah sosok penguasa yang terkenal adil dan amanah. Beliau orang yang sabar dan lembut, sekaligus berani dan tegas.

Demikian pula Khalifah Umar bin al-Khaththab ra, juga terkenal adil dan amanah. Beliau penguasa yang tegas dan sangat disiplin. Beliau tidak segan-segan merampas harta para pejabatnya yang ditengarai berasal dari jalan yang tidak benar (Lihat: Târîkh al-Islâm, II/388; Tahdzîb at-Tahdzîb, XII/267).
Hal yang sama diikuti oleh para pejabat Islam pada masa Kekhilafahan Islam. Mereka menunjukkan keteladanan yang sama. Salah satu contohnya adalah Qadhi/Hakim Syuraih. 

Dikisahkan, saat Ali bin Abi Thalib ra menjabat khalifah, ia pernah bersengketa dengan seorang laki-laki Yahudi terkait sebuah baju besi. Khalifah Ali kehilangan baju besinya pada perang Jamal. Baju itu ada di tangan Yahudi. Lalu keduanya mengajukan perkara itu ke pengadilan. Hakim Syuraih yang menanganinya. Khalifah Ali mengajukan saksi seorang mantan budaknya dan Hasan, anaknya. Qadhi Syuraih berkata, "Kesaksian mantan budakmu saya terima, tetapi kesaksian Hasan saya tolak." Imam Ali ra berkata, "Apakah kamu tidak pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda bahwa Hasan dan Husain adalah penghulu para pemuda penghuni surga?"

Qadhi Syuraih tetap menolak kesaksian Hasan. Ia memenangkan si Yahudi. Qadhi Syuraih lalu berkata kepada orang Yahudi itu, "Ambillah baju besi itu." Namun, Yahudi itu lalu mengakui ia telah mengambilnya dan menyerahkan baju besi itu setelah melihat keadilan Islam. Ia kemudian masuk Islam.

Jelas, hanya Islam yang bisa mendorong para pemimpin/penguasa untuk selalu bersikap adil, amanah dan tidak korup. 
Share:

Tuesday, July 21, 2020

Covid 19 Menjadi Sarana Pendidikan


Masa pandemi Covid-19 yang sedang kita alami sekarang ini merupakan sebuah "sarana pendidikan" yang disediakan oleh Allah SWT untuk kita. Pendidikan yang 'dibangun' oleh Allah SWT ini untuk menempa, melatih, mendidik, dan membimbing kita semua. Tujuannya, untuk memilih siapakah di antara manusia yang benar-benar beriman kepada-Nya dan paling baik amalnya.

Hal ini ditandai  dengan beberapa komponen yang menunjukkan sebagai "sarana pendidikan" yang mumpuni dan unggulan untuk mendidik, memilih dan memilah siapakah yang terbaik prestasinya dihadapan Allah SWT.

1] Pendidik dan pengujinya adalah Allah SWT.  "Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah Arasy-Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya" (QS Huud [11]: 7).  Dalam ayat lain, "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar" (QS al-Baqarah [2]: 155).

2] Peserta didiknya  adalah semua manusia. Allah SWT berfirman, artinya:  "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan; 'Kami telah beriman,' sedang mereka tidak diuji lagi" (QS al-Ankabuut [29]: 2).

3] Masa belajar di "sarana pendidikan" ini sesuai dengan kehendak Allah SWT. Maknanya, bisa sebentar, bisa juga lama. Ukurannya, tergantung sikap peserta pendidikannya dalam menjalani ujian yang diberikan kepadanya. "Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya; Bilakah datangnya pertolongan Allah? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." (QS al-Baqarah [2]: 214).

4] Sarana "Pendidikan" Covid-19 dilaksanakan hampir di seluruh belahan dunia.* Sebab, dunia adalah tempat ujian dan cobaan bagi manusia.       

5] Materi yang diajarkan di "sarana pendidikan" Covid-19 ini adalah kesabaran, shalat, ta'awun/saling tolong-menolong dalam kebaikan, ikhtiar, doa, dan tawakal. Allah berfirman, artinya; "Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar". (QS al-Baqarah [2]: 153).

6. Buku panduannya adalah Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Allah SWT berfirman, artinya: "Al-Qur'an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini". (QS al-Jatsiyah [45]: 20).

Semoga kita menjadi peserta didik yang baik dalam "sarana pendidikan" Covid-19 ini. Diharapakan setelah lulus [pandemi berakhir] kita menjadi insan yang beriman dan bertakwa, sabar dan syukur, ikhtiar dan tawakal,  dilandasi ikhlas dalam setiap gerak langkah kehidupan.  
Share:

Monday, July 20, 2020

Hati Yang Gelap


Hati bisa menjadi gelap dan bisa bisa menjadi terang, karena itu kita harus memberikan makanan yang bergizi berupa zikir, berselawat dan  membaca Al-Qur'an. Disebutkan dalam Kitab Nashaihul Ibad: 

والمقالة الثالثة عشرة عن عبد الله بن مسعود رضى الله عنه ،قال ، اَرْبَعَةٌ مِنْ ظُلْمَةِ القَلْبِ ، بَطْنٌ شَبْعَانٌ مِنْ غَيْرِ مُبَالاةٍ ، وَصُحْبَةُ الظَّالِمِيْنَ ، وَنِسْيَانُ الذُّنُوْبِ المَاضِيَةِ ، وَطُوْلُ الاَمَلِ.

Dari sahabat Abdullah bin Mas'ud,  beliau berkata; ada empat hal yg menjadi  sebab gelapnya hati ;
1.perut yg kekenyangen  tanpa peduli. yaitu kenyang di atas yg di anjurkan oleh agama,  yaitu 1/3 usus(perut). 2. berteman dengan orang-orang zalim/orang-orang yg melampaui batas. 3. lupa dengan dosa yg telah lalu (yg pernah di kerjakan), lupa tanpa rasa penyesalan. 4. terlalu panjang angan-angan (kebanyakan menghayal).

Banyak makan tak terkontrol, berteman dengan orang-orang yang tidak baik, lupa terhadap dosa yang dilakukan, dan banyak berkhayal, semua ini berdampak buruk bagi kesehatan hati. oleh karena itu, seharusnya kita meninggal hal-hal buruk tersebut yang menyebabkan hati kita menjadi gelap, yang pada akhirnya sulit menerima kebenaran.
Share:

Sunday, July 19, 2020

Allah Maha Penyembuh


Suatu saat saya bertemu seorang ulama. Saya tanya beliau apakah Abuya kalau sakit ke rumah sakit? Beliau jawab tidak pernah. Lho kok bisa? Karena hakikat yang menyembuhkan adalah Allah bukan dokter. Lalu Abuya melanjutkan ceritanya. 

Dahulu Nabi Musa pernah sakit gigi sehingga gusinya bengkak dan berakibat tidak bisa berdakwah. Ia lalu berdoa dan mendapat petunjuk dari Allah untuk mengambil rumput dn menggosok-gosokannya di bagian yang bengkak dan ternyata sembuh. Beberapa hari kemudian Nabi Musa sakit gigi lagi. 

Karena sudah tahu bahwa obatnya rumput, maka ia langsung mengambil rumput dan menggosokkannya dan ternyata tidak sembuh tetapi malahan semakin bengkak. 

Beberapa saat kemudian Allah SWT menegurnya, "Wahai Musa, yang pertama engkau sembuh karena engkau meminta kepada-Ku terlebih dahulu kesembuhan, tetapi yang kedua kamu terlalu PeDe, yakin bahwa yang menyembuhkan adalah rumput itu dan ternyata sakit gigimu tidak sembuh. Aku ingatkan hakikat yang menyembuhkan adalah Aku bukan rumput itu, maka bermohonlah kepada-Ku dahulu sebelum engkau berobat.

Ini nasihat yang baik bagi kita dalam rangka bertauhid dengan benar. Aamiin.
Share:

Saturday, July 18, 2020

Fenomena Maraknya Dusta


Kehidupan dunia saat ini tidak henti-hentinya dihiasi oleh dusta yang merebak dimana-mana. Fenomena dusta di akhir zaman sudah disabdakan oleh Rasulullah SAW berikut ini:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ قَالَ، قَالَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ. (رواه ابن ماجه)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, dia berkata; Rasulullah ﷺ bersabda: “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?”. Beliau ﷺ menjawab: “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah).

Pelajaran yang terdapat pada hadis di atas :

1. Hadis ini menunjukan bahwa saat nilai sudah tumpang tindih dan tak begitu diindahkan: orang bohong dianggap jujur; orang jujur dianggap bohong; pengkhianat dianggap amanah; orang amanah dianggap pengkhianat. Di situlah muncul zaman Ruwaibidhah, yang dijelaskan nabi sebagai orang bodoh (pandir, dungu) tapi mengurusi orang umum.

2. Pentingnya kejujuran dan mengandung peringatan dari bahaya kedustaan. Rasulullah ﷺ bersabda: “Wajib atas kalian untuk bersikap jujur, karena kejujuran akan menuntun kepada kebaikan, dan kebaikan itu akan menuntun ke surga. Apabila seseorang terus menerus bersikap jujur dan berjuang keras untuk senantiasa jujur maka di sisi Allah dia akan dicatat sebagai orang yang shiddiq. Dan jauhilah kedustaan, karena kedustaan itu akan menyeret kepada kefajiran, dan kefajiran akan menjerumuskan ke dalam neraka. Apabila seseorang terus menerus berdusta dan mempertahankan kedustaannya maka di sisi Allah dia akan dicatat sebagai seorang pendusta.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu).

3. Pentingnya menjaga amanah dan memperingatkan dari bahaya mengkhianati amanah. Rasulullah ﷺ bersabda, “Apabila amanah telah disia-siakan maka tunggulah datangnya hari kiamat.” Lalu ada yang bertanya, “Bagaimana amanah itu disia-siakan?”. Maka beliau ﷺ menjawab, “Apabila suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya maka tunggulah kiamatnya.”(HR. Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).

4. Dari beberapa ciri tersebut, mengandung subtansi yang sama: orang rendahan, bodoh dan hina, tidak mengerti ilmu mengurusi urusan publik (seperti: menjadi pejabat, penguasa dan lain sebagainya) tapi diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk membicarakan atau mengurusi masalah orang umum. Ini gambaran jelas bahwa sesuatu tidak diserahkan kepada ahlinya. Sehingga, akan berdampak negatif secara sosial.

5. Jalan keluar ketika menghadapi situasi kacau semacam itu adalah dengan kembali kepada ilmu dan ulama'. Yang dimaksud ilmu adalah Al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman salafus shalih. Dan yang dimaksud ulama' adalah ahli ilmu yang mengikuti perjalanan Nabi ﷺ dan para sahabat dalam hal ilmu, amal, dakwah, maupun jihad.

Share:

Friday, July 17, 2020

Akibat Memutarbalikkan Fakta


Tafsir Al-Baqarah ayat 77 - 81. Berikut penjelasannya: ayat-ayat ini  mengingatkan mereka dan siapa pun yang berperilaku seperti mereka; tidakkah mereka tahu bahwa Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang mereka nyatakan? Setelah kelakuan kelompok cendekia dan tokoh agama Yahudi dijelaskan pada ayat-ayat sebelumnya, ayat-ayat berikut menjelaskan kelompok lain di kalangan Bani Israil, yaitu bahwa di antara mereka ada yang buta huruf, tidak bisa membaca dan menulis, atau bodoh dan keras hati, tidak memahami makna dan pesan Kitab Taurat dengan pemahaman yang penuh penghayatan, kecuali hanya berangan-angan berupa kebohongan yang disajikan oleh pemuka agama mereka dan dikatakan sebagai kebenaran, dan mereka hanya menduga-duga, sebab kalau pun mereka membacanya, itu tidak dilakukan dengan disertai pemahaman yang mendalam.

Akibat perbuatan itu, maka celakalah dan binasalah orang-orang Yahudi dan yang selain mereka yang menulis kitab Taurat atau lainnya dengan tangan mereka sendiri, kemudian berkata dengan penuh kebohongan, Ini adalah kitab suci yang datang dari Allah. Mereka melakukan itu dengan maksud untuk menjualnya dengan harga murah, yaitu kesenangan dunia yang murah dengan cara menukar yang murah itu dengan sesuatu yang mahal, yaitu kebenaran. 

Maka celakalah mereka akibat perkataan dusta mereka tentang Allah, karena tulisan tangan mereka itu penuh kebohongan, penyelewengan, dan penyimpangan, dan celakalah mereka karena apa, yakni kebohongan, yang mereka perbuat dengan memalsukan dan mengubah ayat untuk kepentingan dan keuntungan sesaat, dan celakalah mereka karena harta yang mereka peroleh dari perbuatan mereka itu
diantara bentuk kebohongan dan penyimpangan yang mereka lakukan, mereka berkata, Neraka tidak akan menyentuh kami di akhirat kelak kecuali beberapa hari atau sesaat saja. 

Itu pun sekadar sentuhan api, bukan siksaan yang bersifat abadi. Untuk menjelaskan itu Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya, Katakanlah, wahai Nabi Muhammad, 'Sudahkah kamu menerima janji dari Allah, Zat yang mengatur segala urusan, sehingga kamu merasa tenang karena Allah tidak akan mengingkari janji-Nya, ataukah kamu mengatakan tentang Allah yang kekuasaan dan ilmu-Nya mencakup segala hal, sesuatu yang tidak kamu ketahui? Keduanya tidak pernah terjadi: tidak ada perjanjian antara mereka dengan Tuhan soal itu, dan tidak pula mereka mengatakan itu karena tidak tahu. Mereka tahu, tetapi mengatakan yang sebaliknya.

Sebenarnya tidak ada janji dari Allah, bukan juga karena mereka tidak tahu. Sumber masalahnya adalah sikap mereka yang memutarbalikkan ayat-ayat Allah. Bukan demikian, yang benar adalah barang siapa berbuat keburukan, yaitu mempersekutukan Allah, dan dosanya telah menenggelamkannya, yakni ia diliputi oleh dosanya sehingga seluruh kehidupannya tidak mengandung sedikit pun kebaikan akibat ketiadaan iman kepada Allah, maka mereka itu penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. Sedangkan orang-orang yang beriman dengan benar sebagaimana diajarkan nabi-nabi mereka dan mengerjakan kebajikan sesuai tuntunan Allah dan Rasul, maka mereka itu penghuni surga. Mereka juga kekal di dalamnya.

Pelajaran ayat-ayat ini adalah hindarilah perbuatan yang memutarbalikkan fakta, menyembunyikan kebenaran. Bila kita berani menyembunyikan kebenaran maka berakibat fatal pada kehidupan kita dan kehidupan generasi sesudah kita.
Share:

Thursday, July 16, 2020

Tanda-tanda Akhir Zaman


Kita sudah berada di akhir zaman. Apa yang terjadi pada sekarang ini, sudah di isyaratkan oleh Nabi sejak beberapa abad yang lalu. Simaklah dan renungkan hadis ini: 

قال رسول الله صلى الله عليه وأله وسلم: 
 سيأتي على الناس زمان بطونهم آلهتهم ونساؤهم قبلتهم ، ودنانيرهم دينهم ، وشرفهم متاعهم ، لا يبقى من الايمان إلا اسمه ، ومن الاسلام إلا رسمه ، ولا من القرآن إلا درسه ، مساجدهم معمورة ، وقلوبهم خراب من الهدى ، علماؤهم أشر خلق الله على وجه الأرض . حينئذ ابتلاهم الله بأربع خصال : جور من السلطان ، وقحط من الزمان ، وظلم من الولاة والحكام ، فتعجب الصحابة وقالوا : يا رسول الله أيعبدون الأصنام ؟ قال : نعم ، كل درهم عندهم صنم ) .متفق عليه

Rasulullah SAW bersabda, akan datang suatu zaman atas manusia:

1.Perut-perut mereka menjadi Tuhan-tuhan mereka.

2.Perempuan-perempuan mereka menjadi kiblat mereka.

3.Dinar-dinar(uang) mereka menjadi agama mereka.

4.Kehormatan mereka terletak pada kekayaan mereka.

Waktu itu, tidak tersisa dari iman kecuali namanya saja.

Tidak tersisa dari Islam kecuali ritual-ritualnya saja.

Tidak tersisa Al-Quran  kecuali sebatas kajiannya saja.

Masjid-masjid mereka makmur, akan tetapi hati mereka kosong dari Tauhid petunjuk (hidayah).

Ulama-ulama mereka menjadi makhluk Allah yang paling buruk di permukaan bumi.

Kalau terjadi zaman seperti itu, Allah akan menyiksa mereka dan menimpakan kepada mereka empat perkara (azab) :
1. Kekejaman para penguasa,
2. Kekeringan pada masa,
3. Kezaliman para pejabat,
4. Ketidakadilan para hakim."

Maka heranlah para sahabat mendengar penjelasan Rasulullah. Mereka bertanya, "Wahai Rasul Allah, apakah mereka ini menyembah berhala?" Nabi SAW menjawab,"Ya ! Bagi mereka, setiap dirham (uang) menjadi berhala (dipertuhan/disembah)." (Mutafaq'alaih)

Sungguh maha benar Allah, dan benarlah sabda Rasulullah, kita semua menyaksikan kebenarannya.

Apakah zaman yang dimaksud Rasulullah tersebut sudah ada dihadapan kita saat ini?

*ﻭَاللّٰهُ أَﻋْﻠَﻢُ ﺑِﺎﻟﺼَّﻮَﺍﺏِ*
Share:

Wednesday, July 15, 2020

Ayo Kerja Jangan Malas


Ibnu Mas’ud berkata :

أرى الشاب فيعجبني فأسأل عن عمله فيقولون لا يعمل فيسقط من عيني

“Aku melihat seorang pemuda, ia membuatku kagum. Lalu aku bertanya kepada orang-orang mengenai pekerjaannya. Mereka mengatakan bahwa ia tidak bekerja. Seketika itu pemuda tersebut jatuh martabatnya di mataku.”

Rasulullah bersabda,
إن أطيب كسب الرجل من يده

“Pendapatan yang terbaik dari seseorang adalah hasil jerih payah tangannya.”

Dan Rasulullah pernah melihat seorang lelaki yang kulit tangannya kasar, beliau bersabda,

هذه يد يحبها الله ورسوله
“Tangan ini dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya.”

Beliau juga bersabda,

إذا قامت القيامة وفي يد أحدكم فسيلة فليغرسها

“Jika kiamat telah datang, dan ketika itu kalian memiliki cangkokan tanaman, tanamlah!”

Beliau juga bersabda,
كفى بالمرء إثماً أن يضيع من يعول

“Seseorang itu sudah cukup dikatakan sebagai pendosa jika ia menelantarkan orang-orang yang menjadi tanggungannya.”

Jika seseorang duduk di masjid menyibukkan diri dalam urusan agama, menuntut ilmu agama atau beribadah namun menelantarkan orang yang menjadi tanggungannya, ia adalah seorang pendosa.
Ia tidak paham bahwa bekerja untuk menjaga iffah [kesucian] dirinya, istrinya dan anak-anaknya adalah ibadah.

Terdapat hadits shahih dari Rasulullah ,

الساعي على الأرملة والمسكين كالمجاهد في سبيل الله

“Petugas pengantar shadaqah untuk janda dan orang miskin bagaikan mujahid di jalan Allah.”

Al Baihaqi dalam kitabnya, Syu’abul Iman, membawakan sebuah riwayat dari Umar :

يا معشر القراء (أي العباد) ارفعوا رؤوسكم، ما أوضح الطريق، فاستبقوا الخيرات، ولا تكونوا كلاً على المسلمين

“Wahai para pembaca Qur’an (yaitu ahli ibadah), angkatlah kepada kalian, sehingga teranglah jalan. Lalu berlombalah dalam kebaikan. Dan janganlah menjadi beban bagi kaum muslimin.”

Dan janganlah menjadi beban bagi orang lain. Muhammad bin Tsaur menceritakan, suatu ketika Sufyan Ats-Tsauri melewati kami yang sedang berbincang di masjidil haram. Ia bertanya: ‘Kalian sedang membicarakan apa?’. Kami berkata: ‘Kami sedang berbincang tentang mengapa kita perlu bekerja?” Beliau berkata:

اطلبوا من فضل الله ولا تكونوا عيالاً على المسلمين

“Carilah rezeki dari Allah dan janganlah menjadi beban bagi kaum muslimin.”

Pada kesempatan lain, Sufyan Ats Tsauri sedang sibuk mengurus hartanya. Lalu datanglah seorang penuntut ilmu menanyakan sebuah permasalahan kepadanya, padahal beliau sedang sibuk berjual-beli. Orang tadi pun lalu memaparkan pertanyaannya. Sufyan Ats Tsauri lalu berkata: ‘Wahai anda, tolong diam, karena konsentrasiku sedang tertuju pada dirhamku, dan ia bisa saja hilang (rugi)’. Beliau pun biasa mengatakan,

لو هذه الضيعة لتمندل لي الملوك

“Jika dirham-dirham ini hilang, sungguh para raja akan memanjakan diriku.”

Ayyub As Sikhtiani berkata:
الزم سوقك فإنك لا تزال كريماً مالم تحتج إلى أحد

“Konsistenlah pada usaha dagangmu, karena engkau akan tetap mulia selama tidak bergantung pada orang lain.”

Agama kita tidak mengajak untuk miskin. Sayidina Ali bin Abi Thalib berkata:

لو كان الفقر رجلاً لقتلته

“Andaikan kefaqiran itu berwujud seorang manusia, sungguh akan aku bunuh ia.”

Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam juga berdoa,
اللهم إني أعوذ بك من الكفر والفقر

“Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari kekafiran dan kefaqiran.”

Maka wajib bagi setiap muslim untuk bekerja, berusaha, bersungguh-sungguh dan tidak menelantarkan orang yang menjadi tanggungannya. Orang yang hanya duduk diam, ia bukanlah mutawakkil (orang yang tawakal), melainkan ia adalah mutawaakil (orang yang lemah sehingga mempercayakan urusannya pada orang lain). Ini adalah kemalasan. Manusia diciptakan di dunia agar mereka dapat bekerja, berusaha dan bersungguh-sungguh. Para nabi pun bekerja, Abu Bakar radhiallahu ‘anhu pun berdagang. 

Orang yang berpendirian bahwa duduk diam tanpa bekerja adalah tawakkal, kemungkinan pertama ia memiliki pemahaman agama yang salah, atau  kemungkinan kedua ia adalah orang malas yang gemar mempercayakan urusannya pada orang lain. Kepada orang yang demikian kami nasihatkan, perbaikilah niat Anda dan carilah penghasilan yang halal. Bertakwalah kepada Allah dan tetap berada dalam ketaatan.

Bersemangatlah untuk menghadiri perkumpulan penuntut ilmu dan menghadiri majelis ilmu dengan tanpa menelantarkan orang yang menjadi tanggungan Anda. Orang yang inginnya meminta-meminta dari orang lain, Allah akan membukakan baginya pintu kefakiran. Orang yang bekerja, dialah orang yang kaya. Karena kekayaan hakiki bukanlah harta, melainkan kekayaan jiwa. Orang yang kaya jiwanya tidak gemar meminta-minta kepada orang lain.

Semoga Allah SWT memberi kita taufik dan hidayah agar mampu menjalankan apa yang Allah cintai dan ridhai-Nya.
Share:

Tuesday, July 14, 2020

Hidup Positif di Masa Adaptasi Baru


Saat ini hidup di masa pandemi Covid 19 dan memasuki hidup adaptasi baru. Perlu menjadi perhatian kita semua agar hidup di masa pandemi ini, mari kita biasakan hidup positif dengan berbagai kegiatan positif. Hadirkan hati dan pikiran kita semuanya serba positif. 

Hidup positif itu Membina, bukan menghina. Mendidik, bukan 'membidik' ▫Mengobati, bukan melukai. ▫Mengukuhkan bukan meruntuhkan.▫saling menguatkan, bukan saling melemahkan.

Hidup positif itu ▫Mengajak, bukan mengejek. ▫Menyejukkan, bukan memojokkan. ▫Mengajar, bukan menghajar. ▫Saling belajar, bukan saling bertengkar.
▫Menasehati, bukan mencaci maki ▫Merangkul, bukan memukul. ▫Mengajak bersabar, bukan mengajak saling mencakar.

Hidup positif itu ▫Argumentative, bukan provokatif. ▫Bergerak cepat, bukan sibuk berdebat.
▫Realistis, bukan fantastis. ▫Mencerdaskan, bukan membodohkan. ▫Menawarkan solusi, bukan mengintimidasi. ▫Berlomba dalam kebaikan, bukan berlomba saling menjatuhkan. ▫Mengatasi keadaan, bukan meratapi kenyataan.

Hidup positif itu ▫Suka berhikmat, bukan mahir mengumpat. ▫Menebar kebaikan, bukan mengorek kesalahan. ▫Menutup aib dan memperbaikinya, bukan mencari² aib dan menyebarkannya. ▫Menghargai perbedaan, bukan memonopoli kebenaran. ▫Mendukung semua program kebaikan, bukan memunculkan keraguan.

Hidup positif itu ▫Memberi senyum manis, bukan menjatuhkan vonis. ▫Berletih-letih menanggung problema umat, bukan meletihkan umat. ▫Menyatukan kekuatan, bukan memecah belah barisan. ▫Kompak dalam perbedaan, bukan ribut mengklaim kebenaran. ▫Siap menghadapi musuh, bukan selalu mencari musuh.

Hidup positif itu ▫Mencari teman, bukan mencari lawan. ▫Melawan kesesatan, bukan mengotak atik kebenaran. ▫Asyik dalam kebersamaan, bukan bangga dengan kesendirian. ▫Menampung semua lapisan, bukan memecah belah persatuan. ▫Mengatakan: "aku cinta kamu", bukan "aku benci kamu".

Hidup positif itu ▫Kita mengatakan: "Mari bersama kami" bukan "Kamu harus ikut kami".
"Habis berapa ?" bukan Dapat berapa ?" "Mendatangi" bukan Menunggu Dipanggil" "Saling memaafkan" bukan "Saling menyalahkan".

Dengan prisnsip hidup positif sebagaimana disebutkan, maka hidup ini akan menjadi lebih menyenangkan dan menenangkan sehingga kita bisa menjalani hidup dengan penuh kenikmatan dan terhindar dari berbagai penyakit termasuk terhindar dari bahaya virus Covid 19.
Share:

Monday, July 13, 2020

Golongan Manusia Susah Diatur


Tafsir Al-Baqarah ayat 75-76 artinya: “Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?. Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata: "Kamipun telah beriman," tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja, lalu mereka berkata: "Apakah kamu menceritakan kepada mereka (orang-orang mukmin) apa yang telah diterangkan Allah kepadamu, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujjahmu di hadapan Tuhanmu; tidakkah kamu mengerti?"

Makna kata : { أَفَتَطۡمَعُونَ } A fatathma’uuna : Hamzah di sini berperan sebagai kata tanya untuk pengingkaran dan menunjukkan sesuatu itu tidak akan terjadi. Thoma’ adalah terkaitnya diri pada sesuatu karena menginginkannya. { يُؤۡمِنُواْ لَكُمۡ } yu’minuu lakum : Mereka mengikuti kalian dalam beragama Islam. { كَلَٰمَ ٱللَّهِ } kalaamallah : Firman Allah dalam kitab-kitab-Nya seperti Taurat, Injil, dan al-Qur’an. { يُحَرِّفُونَهُۥ } yuharrifuunahu : at-Tahrif adalah memelintir perkataan sehingga tidak sesuai dengan makna aslinya sebagaimana yang mereka katakan mengenai karakteristik Rasulullah dalam kitab Taurat : Tajam pandangan matanya, perawakannya tinggi semampai, rambutnya keriting, dan tampan rupanya. 

Diganti menjadi : Tinggi perawakannya, dua matanya berwarna hijau, dan lurus rambutnya. Makna ayat : Allah Ta’ala mengingkari ambisi orang-orang mukmin yang menginginkan orang Yahudi untuk beriman kepada Nabi dan agama mereka, dan mengingatkan orang mukmin ketidakmungkinan itu dengan berbagai penjelasan mengenai watak orang Yahudi dahulu maupun sekarang, seperti berbuat curang, suka menipu dan rekayasa, melencengkan firman Allah, mengelabui, menyesatkan orang lain, sampai-sampai mereka tidak mendapat petunjuk kepada jalan yang benar. Maka orang yang begini keadaannya berat untuk diharapkan untuk bersih dari kemunafikan, berdusta, dan menyembunyikan kebenaran.

Pelajaran dari ayat: Golongan manusia yang paling susah untuk tunduk dan menerima kebenaran adalah orang-orang Yahudi.

Makna kata : { لَقُواْ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ } Laquu ladziina aamanuu : Jika orang-orang munafik kalangan Yahudi bertemu dengan orang-orang mukmin mereka mengatakan,”Kami beriman dengan nabi dan agama kalian.” { أَتُحَدِّثُونَهُم } Atuhadditsuunahum : Hamzah disini merupakan kata tanya untuk pengingkaran. Pembicaraan yang dimaksud adalah memberitahukan kepada orang-orang mukmin mengenai sifat dan karakteristik Nabi dalam kitab Taurat. { بِمَا فَتَحَ ٱللَّهُ عَلَيۡكُمۡ } Bima fatahallahu ‘alaikum : Yaitu saat orang-orang munafik dari kalangan Yahudi bertemu dengan pembesar-pembesarnya mereka mengingkari telah memberitahukan sifat dan karakter Nabi Muhammad dalam Taurat kepada orang-orang mukmin. Ini adalah suatu hal yang Allah bukakan ilmunya kepada orang Yahudi secara khusus, bukan untuk bangsa lainnya. { لِيُحَآجُّوكُم بِهِۦ } Liyuhaajjuukum bihi : Para pembesar itu mengatakan,”Jangan kalian beritahukan orang-orang mukmin dengan hal yang dikhususkan ilmunya kepada kalian oleh Allah, sampai orang-orang mukmin itu tidak berhujjah atas kalian dengan hal yang kalian beritahukan. Sehingga kalian akan kalah dan hujjah tegak atas kalian dan Allah akan mengadzab kalian.” 

Makna ayat : { وَإِذَا لَقُواْ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قَالُوٓاْ ءَامَنَّا } “Ketika mereka bertemu dengan orang-orang beriman mengatakan kami beriman.” Sejujurnya mereka hanya berdusta, jika mereka berkumpul dengan para pembesarnya, mereka akan saling mengingkari apa yang sudah diucapkan kepada kaum muslimin tentang benarnya kenabian Rasulullah dan benarnya agama Islam, beralasan bahwa apa yang mereka katakan itu akan menjadi hujjah bagi kemenangan kaum muslimin terhadap orang Yahudi di sisi Allah. Maha suci Allah, betapa rusaknya perasaan mereka dan buruknya pemahaman bahwa mereka menyangka apa yang disembunyikan tidak mungkin diketahui oleh Allah.

Pelajaran dari ayat : Buruknya mengingkari kebenaran setelah mengetahuinya. [Sumber: Tafsir Assa’di ]
Share:

Sunday, July 12, 2020

Apa Beda Kata Ikhwah dengan Ikhwan ?


Perbedaan kata ikhwah (إخوة) dengan kata ikhwan (إخوان).
Ikhwah : adalah persaudaraan karena pertalian hubungan nasab/keturunan.

Firman Allah SWT :

وَجَآءَ إِخْوَةُ يُوسُفَ فَدَخَلُوا۟ عَلَيْهِ فَعَرَفَهُمْ وَهُمْ لَهُۥ مُنكِرُونَ

"Dan saudara-saudara Yusuf datang (ke Mesir} lalu mereka masuk ke (tempat)nya. Maka Yusuf mengenal mereka, sedang mereka tidak kenal (lagi) kepadanya" (QS. Yusuf : 58)

Ikhwaan : adalah persaudaraan karena didasari persamaan agama dan keyakinan.

Firman Allah SWT :

رَبَّنَا ٱغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلْإِيمَٰنِ وَلَا تَجْعَلْ فِى قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ

"Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang".(QS. Al Hasyr : 10)

إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

"Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat" (QS. Al Hujuraat : 10).

Dalam ayat 10 surat Al Hujuraat diatas mengapa lafadz Ikhwah digunakan untuk persaudaraan se aqidah/seiman padahal biasanya digunakan untuk persaudaraan senasab? Hal itu bertujuan untuk melebihkan (Mubaalaghah), bahwa ketika seseorang bersaudara didasari agama maka Persaudaraannya Akan Menyamai Sudara Kandung (Nasab).

Semoga bermanfaat bagi generasi milenial.
Share:

Saturday, July 11, 2020

Bagaimana Cara Agar Dunia Mengejarmu ?

Diriwayatkan bahwa ada seorang sahabat mengeluh kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata:

“Ya Rasulallah, kenapa dunia seolah-olah tidak menginginkanku, semua usahaku bangkrut, peternakan dan pertaniankupun selalu gagal panen?"

Sambil tersenyum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan tentang tasbihnya para Malaikat serta tasbihnya penghuni alam semesta yaitu kalimat:

ﺳﺒﺤﺎﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺑﺤﻤﺪﻩ ﺳﺒﺤﺎﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻌﻈﻴﻢ ﺍﺳﺘﻐﻔﺮ ﺍﻟﻠﻪ

Subhanallah Wa Bihamdihi Subhanallahil ‘Azhiim Astaghfirullah

Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Bacalah 100 kali sebelum terbit Fajar.
Maka dunia akan memohon kepada Allah agar engkau miliki (mengejarmu tanpa kau mengejarnya)”

Selang beberapa bulan kemudian, sahabat tadi kembali lagi dan bercerita:
“Ya Rasulallah sekarang aku bingung dengan hartaku kemana harus aku letakkan hasil usaha dan peternakanku karena banyaknya.”*

( Kitab ﺃﺑﻮﺍﺏ ﺍﻟﻔﺮﺝ oleh Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki Al Hasany)

Share:

Friday, July 10, 2020

Hindari Hati Keras Bagai Batu


Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 74 artinya: “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.”

Menerangkan respons kaum Yahudi pada masa Nabi Muhammad tentang kisah kakek moyangnya. Kemudian setelah kamu, kaum Yahudi, mendengar kisah dan mengetahui sikap mereka itu, hatimu menjadi keras, sehingga menjadi seperti batu, atau bahkan lebih keras dari batu. 

Ungkapan ini mengisyaratkan bahwa mereka tetap tidak mau beriman walaupun telah mengetahui bukti-bukti kekuasaan Allah, seperti yang disebutkan pada ayat sebelumnya, bahkan mereka justru bertambah ingkar kepada Tuhan. 

Padahal, dari batu-batu itu pasti ada sungai-sungai yang airnya memancar daripadanya, sementara dari celah hatimu tidak ada setitik cahaya ketakwaan yang memancar.

Diantara batu itu ada pula yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya, tetapi hatimu tertutup rapat sehingga tidak ada cahaya Ilahi yang terserap. Dan ada pula di antara batu itu yang meluncur jatuh karena tunduk dan takut kepada azab Allah, sedangkan hatimu semakin menunjukkan kesombongan yang tampak dari sikap dan tingkah lakumu. 

Bila kamu tidak mengubah sikap dan terus dalam keangkuhan, ketahuilah bahwa Allah tidaklah lengah atau lalai terhadap apa yang kamu kerjakan. Allah pasti mengetahui semua yang kamu perbuat, karena Dia selalu mengawasimu setiap saat. 

Sesudah menjelaskan sikap orang Yahudi, maka kemudian mengingatkan Nabi Muhammad dan umat Islam dengan mengajukan pertanyaan, yaitu apakah kamu, kaum muslim, sangat mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, meyakini kerasulan Nabi Muhammad, dan beriman pada petunjuk Al-Qur'an? Hal seperti ini mustahil dapat terwujud, sedangkan segolongan dari mereka sudah mendengar dan mengetahui firman Allah yang terdapat pada kitab Taurat lalu mereka mengubahnya setelah memahaminya dan menafsirkannya sekehendak hati, padahal mereka, yaitu kaum Yahudi Madinah, mengetahuinya bahwa Taurat itu berisi petunjuk bagi mereka.

Pelajaran ayat ini yaitu bahwa hati manusia ini lebih keras dari batu padahal batu saja bisa cait dengan air yang terus-menerus. Oleh karena itu, jangan jadi manusia laksana batu. Hati manusia sesungguhnya lembut dan halus bisa menerima kebenaran yang datangnya dari Tuhan.

Share:

Konsultasi dengan Gus Abduh

Blog Archive

Data Kunjungan