Melatih dan Mencerahkan Jiwa

Wednesday, June 24, 2020

Beriman dan Beramal Salih


Tafsir Al-Baqarah ayat 62 : Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.


{ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ } Aladziina aamanuu : Mereka adalah orang-orang muslim yang beriman kepada Allah dan mentauhidkan-Nya serta beriman kepada Rasul-Nya dan mengikuti petunjuknya. { ٱلَّذِينَ هَادُواْ

Aladziina haaduu : Mereka adalah orang-orang Yahudi. Dinamakan dengan Yahudi berasal dari ucapan mereka أنا هدنا إليك innaa hudnaa ilaika yang maknanya kami kembali kepada-Mu. { ٱلنَّصَٰرَىٰ } an-Nashoro : Mereka kaum pembawa salib. 

Penamaan Nashoro memiliki dua pendapat, bisa dikarenakan mereka saling tolong menolong (يتناصرون) atau diambil dari nama tempat an-Naashiroh dimana Maryam dan putranya Isa sempat singgah di sana. Bentuk tunggalnya adalah Nashraan atau Nashrani, yang kedua ini adalah yang paling masyhur diucapkan. { ٱلصَّٰبِ‍ِٔينَ } ash-Shoobi’uun : Mereka adalah suatu kaum yang berada di Mosul, meyakini tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah (Laa ilaha illallah) serta membaca kitab Zabur. Mereka tidak termasuk kelompok Yahudi atau Nasrani. Bentuk tunggalnya adalah Shaabi’. Oleh karena itu orang-orang Quraisy menjuluki orang yang megatakan Laa ilaha illallah sebagai shaabi’, yaitu orang yang melenceng dari agama nenek moyangnya kepada agama baru yang mentauhidkan Allah Ta’ala.

Ayat ini masih dalam konteks dakwah kepada kaum Yahudi agar masuk Islam, sehingga masih cukup relevan untuk diketahui bahwa penamaan atau sebutan tidaklah berarti. Akan tetapi yang dinilai adalah keimanan yang benar serta amalan shalih yang dapat menyucikan dan membersihkan jiwa manusia. 

Oleh karena itu kaum Muslimin, Yahudi, Nasrani, dan Shaabi’un serta yang lainnya seperti Majusi dan pemeluk agama lain, barang siapa yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari akhir dengan sebenar-benarnya iman serta beramal shalih berdasar syariat Allah ta’ala dalam peribadahan, maka tidak ada ketakutan bagi mereka setelah bertaubat serta tidak ada kesedihan saat kematiannya dikarenakan urusan duniawi yang ditinggalkan, karena negeri akhirat lebih baik dan kekal. 

Keimanan yang benar tidak dapat dimiliki oleh seseorang sampai dia beriman kepada penutup para nabi yaitu Muhammad . Beramal salih tidak dapat dilakukan kecuali dengan tuntunan yang diberikan oleh Nabi yang terangkum dalam Al-Qur’an maupun yang diwahyukan kepadanya. Karena dengan syariatnya Allah telah menghapus syariat-syariat sebelumnya, sehingga tidak dapat digunakan lagi untuk menyucikan jiwa dan membersihkannya. Karena kebahagiaan di akhirat tergantung pada kesucian jiwa.

Pelajaran dari ayat ini :

• Suatu penilaian didasarkan pada hakikat sebenarnya, bukan hanya melihat kepada pengakuan atau penamaan. Seperti halnya orang munafik yang menyatakan sebagai mukmin ataupun muslim, padahal tidak beriman di dalam hatinya dan berislam pada fisiknya maka hal itu tidak bermanfaat sedikitpun baginya. Orang Yahudi, orang Nasrani maupun orang Shabi’ dan para pemeluk agama yang lain, keterkaitan mereka terhadap agamanya yang telah di naskh (dihapus). Maka amalan salih yang dilakukan tidak dianggap dan tidak dapat menyucikan dirinya. Penyandaran mereka terhadap agamanya tidak bermanfaat, karena yang bermanfaat baginya hanyalah keimanan yang benar dan amalan shlih.

• Seorang yang benar-benar beriman dan istiqamah dalam menjalankan syariat Allah yang lurus diberikan kabar gembira berupa hilangnya rasa takut dan sedih dari mereka. Jika tidak ada rasa takut maka akan merasa aman dan jika hilang kesedihan akan mendapatkan kesenangan dan kebahagiaan. [Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H ].
Share:

0 comments:

Post a Comment

Konsultasi dengan Gus Abduh

Blog Archive

Data Kunjungan