Melatih dan Mencerahkan Jiwa

Wednesday, March 11, 2020

Al Qur'an Sebagai Obat

Al-Quran sebagai kitab referensi utama sekaligus pedoman hidup,  mengandung fungsi medis, atau qur’anic healing. Al-Quran mengungkapkan pada berbagai ayat. Diantaranya dengan menggunakan istilah syifa’ dalam surah al-Isra’ ayat 82:

وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا خَسَارًا

Dan Kami turunkan dari al–Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al–Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.

Ternyata, al-Quran tidak cuma menyebutkan kata syifa’ dalam ayat itu saja. Setidaknya enam kali al-Quran menggunakan kata syifa’ dengan segala derivasiya.

Al-Quran pertama kali menyebutkan term syifa’ ini pada surat al-Syuara’: 80. Ayat ini menjelaksan tentang pembicaraan nabi Ibrahim sehubungan dengan sakit dan penyembuhannya. Kata yasyfin dalam ayat ini adalah sebagai bentuk kontradiktif dari kata maradh(sakit)

Jadi yang dimaksud syifa’ di sini merupakan dawa’, yakni obat untuk menyembuhkan penyakit baik fisik maupun mental. Penyebutan syifa’ dalam ayat tersebut menujukkan bahwa Allah sebagai subjek dapat menyembuhkan. Adapun yang dimaksud objek yang dapat dijadikan sebagai sarana penyembuhan disebutkan dalam ayat yang lain, yaitu dalam QS. al-Nahl: 69 dan QS. al-Isra’:82.

Pada QS. al-Nahl: 69 disebutkan bahwa madu perupakan salah satu hal yang dapat disebut syifa’. Sedangkan dalam QS. al-Isra’: 82 disebutkan bahwa al-Quran sendiri merupakan syifa’ bagi orang yang beriman. Lalu apa yang dimaksud dengan syifa’ itu sendiri?

Secara bahasa, kata syifa’—yang tashrif-nya adalah syafa-yasyfi-syifa’—menurut Ibn Manzur ialah obat yang terkenal, yang dapat menyembuhkan dari suatu penyakit. Sejalan dengan pendapatnya, al-Ashfahani mengidentikkan term syifa’ dari al-maradh dengan syifa’ al-Salamah(selamat/sehat) yang pada perkembangannya istilah ini digunakan sebagai nama dalam penyembuhan.

Wahbah Zuhaili menafsirkan ayat 82 surat al-Isra’ dengan mensinyalir turunnya wahyu kepada Nabi sebuah bacaan yang di dalamnya terdapat obat. Ya, al-Quran itu merupakan obat bagi seluruh penyakit hati seperti iri, dengki, kafir, ragu-ragu, kebodohan, kegelapan hati, dan lain sebagainya.

Sementara itu, Tanthowi Jauhari yang dikenal sebagai mufassir era kontemporer dengan pendekatan saintifiknya juga menafsirkan kata syifa’ dalam QS. al-Isra’: 82 sebagai penyakit-penyakit hati.

Mufasir klasik juga menafsirkan ayat ini berkait dengan pengobatan dan penyakit. Sebut saja Muqatil bin Sulaiman yang menafsirkan bahwa al-Quran diturunkan sebagai obat hati, yakni untuk menjelaskan persoalan halal dan haram.

Dalam Mafatih al-Ghaib-nya, al-Razi menyebutkan bahwa al-Quran merupakan obat. Al-Quran secara keseluruhan berfungsi sebagai syifa’ (obat penawar atau penyembuh) bagi orang–orang yang beriman dengan alasan bahwa kata min pada ayat ini bukan dalam pengertian “sebagian”, melainkan menunjukkan jenis.

Jadi, al-Quran memungkinkan menjadi obat bagi seluruh penyakit yang ada di dunia baik itu obat ruhani maupun jasmani yang diderita manusia. Dalam hal ini al-Razi memperkuat pendapatnya dengan hadis Rasulullah yang kira-kira mengatakan bahwa barang siapa yang tidak berobat dengan al-Quran maka Allah swt tidak akan menyembuhkannya.

Mencengangkannya lagi, al-Razi memberikan indikasi bahwa dalam penyembuhan ruhani, al-Quran juga dapat digunakan. Ia mengatakan bahwa aktvitas tabarruk membaca al-Quran dapat menangkal berbagai penyakit.

Lebih jauh, al-Razi juga mendukung para ahli tafsir dan ahli perdukunan yang mengatakan bahwa bacaan mantra yang tidak diketahui artinya atau jimat yang sama sekali tidak bisa dipahami itu sama-sama memiliki pengaruh besar dalam memberikan manfaat dan menangkal kerusakan. Apalagi dengan membaca al-Quran al-Adhim yang jelas-jelas kesahihnnya, pastilah ia dapat mendatangkan kemanfaatan.

Al-Quran, dengan demikian, berpotensi menjadi obat segala penyakit baik jasmani dan rohani. Lalu siapa yang bisa membangkitkan atau memaksimalkan potensi itu?

Setiap orang pada dasarnya punya potensi itu. Akan tetapi secara spesifik, jawabnya tentu saja adalah mu’minin (orang beriman). Maksudnya mu’minin itu adalah orang yang yakin bahwa al-Quran itu syifa’. Sebab, bagaimana mau menggunakan dengan baik, kalau percaya saja tidak.
Share:

2 comments:

Konsultasi dengan Gus Abduh

Data Kunjungan