Melatih dan Mencerahkan Jiwa

Saturday, February 22, 2020

Nabi Musa Ingin Melihat Allah


TAFSIR AL BAQARAH 55 56

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang, karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya".

Dan ingatlah ketika kalian berkata “Wahai Musa Kami tidak akan mempercayai bahwa perkataan yang kami dengar darimu adalah Firman Allah, hingga kami dapat melihat Allah dengan mata kami. Maka turunlah api halilintar dari langit yang kalian dapat melihatnya dengan mata kalian secara langsung, maka api itu membinasakan kalian akibat dosa dosa kalian dan kelancangan kalian terhadap Allah Azza wa Jalla.

Tafsir Al-Muyassar Al-Baqarah ayat 55. Dan ingatlah ketika leluhurmu dengan berani berbicara kepada Musa -'alaihissalām-, “Kami tidak akan beriman kepadamu sampai kami melihat Allah secara nyata tanpa ada penghalang sedikitpun.” Kemudian kalian disambar oleh api yang membakar dan membunuh kalian. Lalu kalian saling pandang satu sama lain.

Tafsir Al-Mukhtashar Al-Baqarah ayat 55. وَإِذْ قُلْتُمْ Yang berkata disini adalah 70 orang yang telah dipilih oleh Musa. جَهْرَةً Yakni melihat secara langsung dengan mata telanjang. فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ Yakni api dari langit yang menyambar mereka sehingga mereka meninggal. وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ Yakni melihatnya dengan mata telanjang . Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah Ingatlah ketika 70 orang yang dipilih Musa untuk menyaksikan wahyu dan mendapatkan Taurat di gunung Thur berkata: “Kami tidak akan membenarkan apa yang engkau datangkan kepada kami sampai kami melihat Allah dengan mata kepala kami sendiri”. Kemudian datang di atas mereka cahaya dari langit dan menghancurkan mereka dan kalian menganggap hal itu sebagai ujian. Penyebab peristiwa itu adalah permintaan mereka atas apa yang belum diizinkan oleh Allah berupa permintaan untuk melihatNya di dunia. Adapun di akhirat maka sesungguhnya hamba Allah dapat melihat Tuhannya sesuai dalil dari kumpulan hadits-hadits mutawatir

Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili Jika seseorang mengucapkan suatu perkataan dan orang-orang yang mendengarkan ucapan itu tidak mengingkarinya, maka sesungguhnya itu adalah penguatan bagi semuanya, karena sikap itu merupakan dalil atas keridhoan mereka terhadapnya, dan ini adalah asas pada apa yang Allah katakan tentang Bani Israil yang hidup pada kenabian, ketika Allah menegur mereka atas perbuatan orang-orang terdahulu sebelum mereka, sebagaimana yang dituliskan dalam firman-Nya : { وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَىٰ لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّىٰ نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً } dan ayat lainnya, dan sebagaimana yang diketahui bahwasanya orang-orang yahudi yang hidup pada zaman kenabian bukanlah mereka yang mengatakan hal itu.

Makna kata : نَرَى ٱللَّهَ جَهۡرَةٗ Narollaha jahrotan : Kami melihat Allah dengan mata telanjang. ٱلصَّٰعِقَةُ Ash-Sho’iqoh : Kilat yang menyala bersama dengan awan yang menurunkan hujan dan petir. Makna ayat : Kemudian Allah Ta’ala menyebutkan kejadian lain yaitu ketika Bani Israil menyembah patung anak sapi yang menyebabkan mereka murtad, Musa memilih (dengan perintah dari Allah) 70 orang lelaki pilihan yang tidak menyembah berhala, untuk pergi bersama Musa ke bukit Tursina meminta pengampunan kepada Allah Ta’ala karena perbuatan saudara-saudaranya menyembah berhala. Ketika sampai di sana, mereka berkata kepada Musa,”Mintalah kepada Rabbmu untuk memperdengarkan kalamNya”. Maka Allah berkata,”Sesungguhnya Aku adalah Allah, Tidak ada sesembahan selainKu. Aku telah mengeluarkan kalian dari Mesir karena tangan besi Fir’aun, maka sembahlah Aku dan jangan beribadah kepada selainKu.” Ketika Musa memberitahukan kepada orang-orang yang dibawanya bahwa syarat diterima taubat dengan membunuh diri-diri mereka. Maka mereka berkata,”Kami tidak akan beriman kepadamu, yaitu tidak mengikuti ucapanmu bahwa kami membunuh satu sama lain sampai kami melihat Allah dengan mata kepala.” Ini adalah dosa yang amat besar mereka perbuat karena mendustakan rasulnya, maka Allah murka dan menurunkan adzabNya berupa kilat yang menyambar sehingga mencelakakan mereka. Pelajaran dari ayat : •     Kehidupan ini hakikatnya adalah untuk bersyukur kepada Allah Ta’ala dengan beribadah hanya kepadaNya.
Aisarut Tafasir / Abu Bakar Jabir al-Jazairi, pengajar di Masjid Nabawi Mereka tidak percaya bahwa perkataan yang disampaikan Musa dari Allah adalah firman Allah Ta'ala. Maksudnya: melihat Allah dengan mata kepala. Yang menjadikan mereka mati atau pingsan disebabkan dosa mereka itu dan lancangnya mereka terhadap Allah Ta'ala, karena permintaan semacam ini menunjukkan keingkaran dan ketakaburan mereka, sebab itu mereka disambar halilintar sebagai hukuman dari Allah. Kejadian itu disaksikan oleh mereka, di mana masing-masing mereka melihat kepada kawannya yang terkena sambaran itu.

Kemudian Allah menurunkan wahyu kepada Musa a.s. yang isinya mengatakan bahwa mereka yang tujuh puluh orang itu termasuk orang-orang yang menyembah anak lembu. Setelah itu Allah menghidupkan mereka; mereka bangkit dan hidup seorang demi seorang, sedangkan sebagian dari mereka melihat sebagian yang lain dalam keadaan dihidupkan. Yang demikian itu adalah makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
Sesudah itu Kami bangkitkan kalian sesudah kalian mati, supaya kalian bersyukur. (Al-Baqarah: 56)
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa kematian mereka itu merupakan hukuman bagi mereka, kemudian mereka dihidupkan kembali sesudah mati untuk menunaikan ajal (sisa umur)nya. Hal yang sama dikatakan pula oleh Qatadah.

Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnul Fadl, dari Muhammad ibnu Ishaq yang mengatakan bahwa tatkala Musa kembali kepada kaumnya dan ia melihat apa yang mereka kerjakan, yaitu menyembah anak lembu, dan ia mengatakan apa yang telah dikatakannya kepada saudaranya (Harun), juga kepada Samiri, lalu ia membakar patting anak lembu itu dan menaburkan abunya ke laut, kemudian ia memilih tujuh puluh orang lelaki yang terbaik dari kalangan kaumnya. Ia berkata kepada mereka, "Berangkatlah kalian ke tempat yang telah dijanjikan oleh Allah, bertobatlah kalian kepada Allah atas apa yang telah kalian perbuat, dan mohonlah tobat kepadaNya atas orang-orang yang kalian tinggalkan di belakang kalian dari kalangan kaum kalian. Berpuasalah kalian, bersucilah, dan bersihkanlah pakaian kalian."

Kemudian Musa a.s. berangkat membawa mereka menuju Bukit Tursina pada waktu yang telah dijanjikan oleh Allah kepadanya. Musa tidak pernah datang kepada-Nya kecuali dengan seizin dan restu dari-Nya.
Menurut riwayat yang sampai kepadaku, ketujuh puluh orang itu di saat mereka melakukan apa yang diperintahkan oleh Musa dan mereka berangkat untuk menjumpai Allah, mereka berkata kepada Musa, "Hai Musa, mohonkanlah bagi kami kepada Tuhanmu agar kami diperkenankan dapat mendengar kalam Tuhan kami." Musa menjawab "Baiklah."
Ketika Musa mendekati bukit tersebut, maka datanglah awan yang menaunginya hingga menutupi seluruh bukit, lalu Musa mendekat dan masuk ke dalam awan tersebut, setelah itu is berkata kepada kaumnya, "Mendekatlah kalian." Musa a.s. apabila diajak bicara oleh Allah, maka memancarlah dari keningnya nur yang cemerlang, tiada seorang pun dari Bani Adam yang mampu memandangnya; maka Allah membuat hijab (penutup) bagi nur tersebut. Lalu kaum pun mendekat. Ketika mereka masuk ke dalam awan tersebut, mereka menyungkur sujud dan mereka mendengar suara Allah yang sedang berbicara kepada Musa a.s. memerintah dan melarangnya dengan ucapan, "Lakukanlah," atau "Janganlah kamu lakukan."
Ketika Allah Swt. selesai berbicara kepada Musa, tersingkaplah awan tersebut, dan Musa menghadap ke arah mereka; temyata mereka berkata kepada Musa a.s., seperti yang disitir oleh firman-Nya:
Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang. (Al-Baqarah: 55)
Maka mereka tertimpa oleh gempa dahsyat —yaitu saa’iqah— hingga mereka mati semuanya. Lalu Musa a.s. bangkit meminta tolong kepada Tuhannya dan berdoa, memohon kepadanya seraya berkata, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:

Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini.    (Al A’raaf:155)

Mereka benar-benar tidak mengerti, apakah Engkau membinasakan orang-orang yang berada di belakangku dari kalangan Bani Israil karena perbuatan orang-orang yang bodoh dari kalangan kami? Dengan kata lain, sesungguhnya hal ini merupakan kebinasaan bagi mereka. Aku memilih tujuh puluh orang terbaik dari kalangan mereka agar aku kembali nanti bersama mereka, sedangkan sekarang tiada seorang pun dari mereka yang tersisa. Apakah yang menjadi bukti bagiku buat mereka agar mereka mau percaya kepadaku dan beriman kepadaku sesudah peristiwa ini? Sesungguhnya kami kembali (bertobat) kepada Engkau.

Musa a.s. terus-menerus memohon kepada Tuhannya dan meminta hingga Allah mengembalikan roh mereka kepada mereka, lalu Musa a.s. memohon kepada Allah ampunan dan tobat bagi Bani Israil yang telah menyembah anak sapi. Maka Allah berfirman, "Tidak, kecuali jika mereka membunuh diri mereka sendiri." Demikianlah menurut konteks (lafaz) yang diketengahkan oleh Muhammad ibnu Ishaq.

Ismail ibnu Abdur Rahman As-Saddi Al-Kabir mengatakan, "Setelah kaum Bani Israil tobat dari menyembah anak lembu dan Allah menerima tobat mereka dengan cara sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lain sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepada mereka, lalu Allah memerintahkan kepada Musa agar datang membawa semua orang dari kalangan Bani Israil untuk memohon maaf kepada Allah atas penyembahan mereka terhadap anak lembu. Musa a.s. mengadakan suatu perjanjian dengan mereka, lalu memilih tujuh puluh orang dan kalangan mereka, yaitu orang-orang yang ditunjuknya secara tertentu. Kemudian ia berangkat bersama mereka untuk meminta maaf kepada Allah. Hingga akhir hadis." Konteks hadis ini memberikan pengertian bahwa khitab yang terdapat di dalam firman berikut ditujukan kepada Bani Israil, yaitu:

Dan (ingatlah) ketika kalian berkata, "Hai Musa, kami tidak akan beriman sebelum kami melihat Allah dengan terang." (Al Baqarah: 55)

Makna yang dimaksud ialah, mereka yang tujuh puluh orang tersebut yaitu yang dipilih oleh Musa a.s. dari kalangan mereka. Kebanyakan ulama tafsir tidak meriwayatkan kisah ini selain dari Ismail ibnu Abdur Rahman sendiri.
Ar-Razi di dalam kitab tafsirnya menilai garib kisah yang menceritakan perihal ketujuh puluh orang tersebut, yaitu setelah mereka dihidupkan kembali oleh Allah, mereka berkata, "Hai Musa, sesungguhnya kamu tidak sekali-kali meminta sesuatu kepada Allah melainkan Dia memberimu, maka doakanlah semoga Allah menjadikan kami sebagai nabi-nabi-Nya." Kemudian Musa a.s. berdoa memohon hal itu kepada Allah, dan Allah memperkenankan doanya.

Riwayat ini sangat garib (asing), mengingat di masa Nabi Musa tidak ada nabi lain kecuali Harun, kemudian Yusya' ibnu Nun. Kaum ahli kitab keliru pula dalam dakwaan mereka yang mengatakan bahwa mereka yang tujuh puluh orang itu telah melihat Allah Swt. dengan terang-terangan. Karena sesungguhnya Musa yang diajak bicara oleh Allah Swi sendiri pemah meminta hal tersebut, tetapi ditolak, mana mungkin hal tersebut diperkenankan bagi mereka.

Pendapat kedua mengenai makna ayat ini disebutkan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam dalam tafsir ayat, ini, bahwa tatkala Musa kembali dari sisi Tuhannya kepada kaumnya dengan membawa yang padanya termaktub kitab Taurat, maka ia menjumpai mereka sedang menyembah anak lembu. Maka ia memerintahkan kepada mereka agar membunuh diri mereka sendiri dan mereka melakukannya, lalu Allah menerima tobat mereka. Musa berkata kepada mereka, "Sesungguhnya lembaran-lembaran ini berisikan Kitabullah, di dalamnya terkandung urusan kalian yang diperintahkan oleh Allah dan larangan-Nya yang hams kalian jauhi." Mereka bertanya, "Siapakah yang mau percaya kepada omonganmu itu? Tidak, demi Allah, kecuali jika kami dapat melihat Allah dengan terang hingga Allah sendirilah yang menyerahkannya kepada kami, lalu Dia berfirman, `Inilah Kitab-Ku, maka ambillah oleh kalian!' Maka mengapa Allah tidak mau berbicara kepada kami sebagaimana Dia berbicara kepadamu, hai Musa?" Abdur Rahman ibnu Zaid membacakan firman-Nya:

Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang. (Al-Baqarah: 55)
dan melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Allah murka, lalu terjadilah halilintar sesudah tobat mereka, kemudian mereka disambar oleh halilintar itu hingga semuanya mati. Setelah itu Allah menghidupkan mereka kembali. Abdur Rahman Ibnu Zaid membacakan firman-Nya:

Setelah itu Kami bangkitkan kalian sesudah kalian mad, supaya kalian bersyukur. (Al-Baqarah: 56)
Musa a.s. berkata kepada mereka, "Ambillah Kitabullah ini!" Mereka menjawab, "Tidak." Musa a.s. berkata, "Apakah yang telah menimpa kalian?" Mereka menjawab, "Kami mengalami mati, kemudian kami dihidupkan kembali." Musa a.s. berkata, "Terimalah Kitabullah ini." Mereka menjawab, "Tidak." Maka Allah mengirimkan malaikat, lalu malaikat mencabut bukit dan mengangkatnya di atas mereka. Konteks riwayat ini menunjukkan bahwa mereka dikenakan taklif (paksaan) untuk mengamalkan kitab itu sesudah mereka dihidupkan kembali.

Al-Mawardi meriwayatkan dua pendapat sehubungan dengan masalah ini: Pertama, taklif (paksaan) tersebut tidak ada, mengingat mereka telah menyaksikan perkara tersebut secara terang-terangan, sehingga terpaksa mereka mempercayainya. Kedua, mereka dikenakan taklif agar tiada seorang pun yang berakal melainkan terkena. Al-Qurtubi mengatakan bahwa pendapat yang kedua inilah yang benar, karena kesaksian mereka terhadap perkara-perkara yang menakjubkan bukan berarti menggugurkan taklif dari pundak mereka, mengingat kaum Bani Israil memang telah menyaksikan banyak perkara besar yang bertentangan dengan hukum alam. Akan tetapi, sekalipun demikian mereka tetap dikenakan taklif dalam hal tersebut.

Share:

1 comments:

Konsultasi dengan Gus Abduh

Data Kunjungan