Melatih dan Mencerahkan Jiwa

Dr. KH. Abduh Al-Manar, M.Ag.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Irsyadiyah. Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

Pondok Pesantren Al-Irsyadiyah

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

PAUD Al-Irsyadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

MI Al-Irsyadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

MTS Al-Iryadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

Monday, February 24, 2020

Amalan Bulan Rajab

Tanggal 25 Februari 2020 sudah masuk tanggal 1 Rajab 1441, berikut ini adalah  keutamaan bulan Rajab, semoga bermanfaat .


*Sabda Rasulullah SAW :*

*روي عن النبي صلى الله عليه وسلم، أنه قال :*
Dari Nabi SAW, Beliau bersabda :

*ألا إن رجب شهر الله ،*
Ketahuilah bahwa bulan Rojab adalah Bulan Allah ,

*فمن صام منه يوما إيمانا واحتسابا استوجب عليه رضوان الله الا أكبر،*
Maka barangsiapa yg puasa sehari dari bulan Rojab dgn penuh keimanan & mencari keridhoan Allah SWT, maka dia berhak mendapat keridhaan Allah yg besar,

*ومن صام يومين لايصف الوصفون من أهل السماء والأرض ماله عند الله من الكرامة،*
Barangsiapa yg berpuasa dua hari dr bulan Rojab, maka siapapun dr penduduk langit & bumi, tidak akan dapat mensifati kemuliaan baginya yg ada di sisi Allah SWT,

*ومن صام ثلاثة أيام عوفي من كل بلاء الدنيا وعذاب الآخرة، والجنون، والجذام، والبرص، ومن فتنة الدجال،*
Dan barangsiapa berpuasa tiga hari dr bulan Rojab, maka diselamatkan dari setiap bencana dunia & azab akhirat, serta diselamatkan dr penyakit gila, kusta & lepra, serta dr fitnah dajjal,

*ومن صام سبعة أيام غلقت عنه سبعة أبواب جهنم،*
Barangsiapa yang berpuasa tujuh hari dr bulan Rojab, maka tujuh pintu neraka jahannam ditutup baginya,

*ومن صام ثمانية أيام فتحت له ثمانية أبواب الجنة،*
Barangsiapa yang berpuasa delapan hari dr bulan Rojab, maka delapan pintu Syurga dibuka baginya,

*ومن صام عشرة أيام لم يسأل من الله إلا أعطاه إياه،*
Barangsiapa yang berpuasa sepuluh hari dr bulan Rojab, maka tidaklah dia minta sesuatu kepada Allah, pasti Allah akan memberikannya,

*ومن صام جمسة عشرة أيام غفر الله ذنوبه ما تقدم وبدله سيئاته حسنات،*
Barangsiapa yang berpuasa lima belas hari dr bulan Rojab, maka dosa-dosanya yg lalu, keburukan-keburukannya diganti dgn kebaikan-kebaikan,

*ومن زاد زاد الله أجره*
Dan barangsiapa berpuasa lebih dr bilangan itu, maka Allah SWT melebihkan pahala baginya.


_*TASBIH BULAN RAJAB*_

Tasbih ini dibaca setiap hari sebanyak 100x.

*- Dari tanggal 1 Rajab sampai tanggal 10 Rojab :*

*سبحان الله الحي القيوم*
(Subhanallahil Hayyil Qoyyum)

*- Dari tanggal 11 Rajab sampai tanggal 20 Rajab :*

*سبحان الله الأحد الصمد*
(Subhanallahil Ahadish Shomad)

*- Dari tanggal 21 Rajab sampai tanggal 30 Rajab :*

*سبحان الله الرؤف*
(Subhanallahir Roouuf)


_*ISTIGHFAR BULAN RAJAB*_

Dibaca setiap pagi & sore  dgn mengangkat kedua tangan, niscaya dia tidak akan tersentuh oleh api neraka.

*رب اغفرلي وارحمني وتب علي*
(Robbighfirliy Warhamniy Watub 'Alayya)

Dan setengah daripada kelebihan istighfar : "Barangsiapa membaca pada bulan Rajab, Sya'ban & Ramadhan pd tiap-tiap hari antara shalat ashar & Maghrib, yaitu :

*استغفرالله العظيم الذي لا اله إلا هو الحي القيوم، غفارالذنوب، وستار العيوب، واتوب إليه، توبة عبد، ظالم لنفسه، لا يملك ضرا ولا نفعا والاموات ولاحياة ولا نشورا*
(Astaghfirullahal 'Adziim, Alladziy Laa Ilaahailla Huwal Hayyul Qoyyuum, Ghogffarudz Dzunuubi, Wa Sattaarul 'Uyuubi, Wa Atuubu Ilayhi, Taubata 'Abdin, Zhoolimin Li Nafsihi, Laa Yamliku Dhorron Wa Laa Naf'an Wa Laa Mautan Wa Laa Hayaatan Wa Laa Nusyuuron).

Maka niscaya Allah memerintahkan kepada dua malaikat yg mencatat amal perbuatan, untuk merobek buku catatan dosanya & kesalahannya.


_*DO'A PADA TANGGAL 27 RAJAB*_

Barangsiapa membaca do'a ini pada tanggal 27 Rajab, dan berkehendak apa-apa yg dimaksud, niscaya Allah menerima akan permintaannya, (dibaca beberapa kali) :

*اللهم إني أسألك بمشاهدة اسرار المحبين، وبالخلوة التي خصصت بها سيدالمرسلين، حين أسريت به ليلة السابع والعشرين، أن ترحم قلبي الحزين، وتجيب الدعوة يااكرم الا كرمين*
(Allahumma Innii As Aluka Bimusyaahadati Asrooril Muhibbiin, Wabil Khulwatil Latiy Khoshshoshtu Bihaa Sayyidal Mursaliin, Hiina Asroyta Bihii Lailatas Saabi'i Wal 'Isyriin, An Tarhama Qolbiyal Haziin, Wa Tujiybad Da'wata Yaa Akromal Akromiin).


_*Faidah :*_
Barangsiapa yang membaca pada hari Jum'at terakhir dari bulan Rajab, saat Khatib berada di Mimbar, niscaya tidak putus uang dari tangannya di dalam tahun ini.

Ini do'anya :

*أحمد رسول الله، محمد رسول الله*
(Ahmadu Rosulullah, Muhammadur Rosulullah).
Share:

Saturday, February 22, 2020

Nabi Musa Ingin Melihat Allah


TAFSIR AL BAQARAH 55 56

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang, karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya".

Dan ingatlah ketika kalian berkata “Wahai Musa Kami tidak akan mempercayai bahwa perkataan yang kami dengar darimu adalah Firman Allah, hingga kami dapat melihat Allah dengan mata kami. Maka turunlah api halilintar dari langit yang kalian dapat melihatnya dengan mata kalian secara langsung, maka api itu membinasakan kalian akibat dosa dosa kalian dan kelancangan kalian terhadap Allah Azza wa Jalla.

Tafsir Al-Muyassar Al-Baqarah ayat 55. Dan ingatlah ketika leluhurmu dengan berani berbicara kepada Musa -'alaihissalām-, “Kami tidak akan beriman kepadamu sampai kami melihat Allah secara nyata tanpa ada penghalang sedikitpun.” Kemudian kalian disambar oleh api yang membakar dan membunuh kalian. Lalu kalian saling pandang satu sama lain.

Tafsir Al-Mukhtashar Al-Baqarah ayat 55. وَإِذْ قُلْتُمْ Yang berkata disini adalah 70 orang yang telah dipilih oleh Musa. جَهْرَةً Yakni melihat secara langsung dengan mata telanjang. فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ Yakni api dari langit yang menyambar mereka sehingga mereka meninggal. وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ Yakni melihatnya dengan mata telanjang . Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah Ingatlah ketika 70 orang yang dipilih Musa untuk menyaksikan wahyu dan mendapatkan Taurat di gunung Thur berkata: “Kami tidak akan membenarkan apa yang engkau datangkan kepada kami sampai kami melihat Allah dengan mata kepala kami sendiri”. Kemudian datang di atas mereka cahaya dari langit dan menghancurkan mereka dan kalian menganggap hal itu sebagai ujian. Penyebab peristiwa itu adalah permintaan mereka atas apa yang belum diizinkan oleh Allah berupa permintaan untuk melihatNya di dunia. Adapun di akhirat maka sesungguhnya hamba Allah dapat melihat Tuhannya sesuai dalil dari kumpulan hadits-hadits mutawatir

Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili Jika seseorang mengucapkan suatu perkataan dan orang-orang yang mendengarkan ucapan itu tidak mengingkarinya, maka sesungguhnya itu adalah penguatan bagi semuanya, karena sikap itu merupakan dalil atas keridhoan mereka terhadapnya, dan ini adalah asas pada apa yang Allah katakan tentang Bani Israil yang hidup pada kenabian, ketika Allah menegur mereka atas perbuatan orang-orang terdahulu sebelum mereka, sebagaimana yang dituliskan dalam firman-Nya : { وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَىٰ لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّىٰ نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً } dan ayat lainnya, dan sebagaimana yang diketahui bahwasanya orang-orang yahudi yang hidup pada zaman kenabian bukanlah mereka yang mengatakan hal itu.

Makna kata : نَرَى ٱللَّهَ جَهۡرَةٗ Narollaha jahrotan : Kami melihat Allah dengan mata telanjang. ٱلصَّٰعِقَةُ Ash-Sho’iqoh : Kilat yang menyala bersama dengan awan yang menurunkan hujan dan petir. Makna ayat : Kemudian Allah Ta’ala menyebutkan kejadian lain yaitu ketika Bani Israil menyembah patung anak sapi yang menyebabkan mereka murtad, Musa memilih (dengan perintah dari Allah) 70 orang lelaki pilihan yang tidak menyembah berhala, untuk pergi bersama Musa ke bukit Tursina meminta pengampunan kepada Allah Ta’ala karena perbuatan saudara-saudaranya menyembah berhala. Ketika sampai di sana, mereka berkata kepada Musa,”Mintalah kepada Rabbmu untuk memperdengarkan kalamNya”. Maka Allah berkata,”Sesungguhnya Aku adalah Allah, Tidak ada sesembahan selainKu. Aku telah mengeluarkan kalian dari Mesir karena tangan besi Fir’aun, maka sembahlah Aku dan jangan beribadah kepada selainKu.” Ketika Musa memberitahukan kepada orang-orang yang dibawanya bahwa syarat diterima taubat dengan membunuh diri-diri mereka. Maka mereka berkata,”Kami tidak akan beriman kepadamu, yaitu tidak mengikuti ucapanmu bahwa kami membunuh satu sama lain sampai kami melihat Allah dengan mata kepala.” Ini adalah dosa yang amat besar mereka perbuat karena mendustakan rasulnya, maka Allah murka dan menurunkan adzabNya berupa kilat yang menyambar sehingga mencelakakan mereka. Pelajaran dari ayat : •     Kehidupan ini hakikatnya adalah untuk bersyukur kepada Allah Ta’ala dengan beribadah hanya kepadaNya.
Aisarut Tafasir / Abu Bakar Jabir al-Jazairi, pengajar di Masjid Nabawi Mereka tidak percaya bahwa perkataan yang disampaikan Musa dari Allah adalah firman Allah Ta'ala. Maksudnya: melihat Allah dengan mata kepala. Yang menjadikan mereka mati atau pingsan disebabkan dosa mereka itu dan lancangnya mereka terhadap Allah Ta'ala, karena permintaan semacam ini menunjukkan keingkaran dan ketakaburan mereka, sebab itu mereka disambar halilintar sebagai hukuman dari Allah. Kejadian itu disaksikan oleh mereka, di mana masing-masing mereka melihat kepada kawannya yang terkena sambaran itu.

Kemudian Allah menurunkan wahyu kepada Musa a.s. yang isinya mengatakan bahwa mereka yang tujuh puluh orang itu termasuk orang-orang yang menyembah anak lembu. Setelah itu Allah menghidupkan mereka; mereka bangkit dan hidup seorang demi seorang, sedangkan sebagian dari mereka melihat sebagian yang lain dalam keadaan dihidupkan. Yang demikian itu adalah makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
Sesudah itu Kami bangkitkan kalian sesudah kalian mati, supaya kalian bersyukur. (Al-Baqarah: 56)
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa kematian mereka itu merupakan hukuman bagi mereka, kemudian mereka dihidupkan kembali sesudah mati untuk menunaikan ajal (sisa umur)nya. Hal yang sama dikatakan pula oleh Qatadah.

Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnul Fadl, dari Muhammad ibnu Ishaq yang mengatakan bahwa tatkala Musa kembali kepada kaumnya dan ia melihat apa yang mereka kerjakan, yaitu menyembah anak lembu, dan ia mengatakan apa yang telah dikatakannya kepada saudaranya (Harun), juga kepada Samiri, lalu ia membakar patting anak lembu itu dan menaburkan abunya ke laut, kemudian ia memilih tujuh puluh orang lelaki yang terbaik dari kalangan kaumnya. Ia berkata kepada mereka, "Berangkatlah kalian ke tempat yang telah dijanjikan oleh Allah, bertobatlah kalian kepada Allah atas apa yang telah kalian perbuat, dan mohonlah tobat kepadaNya atas orang-orang yang kalian tinggalkan di belakang kalian dari kalangan kaum kalian. Berpuasalah kalian, bersucilah, dan bersihkanlah pakaian kalian."

Kemudian Musa a.s. berangkat membawa mereka menuju Bukit Tursina pada waktu yang telah dijanjikan oleh Allah kepadanya. Musa tidak pernah datang kepada-Nya kecuali dengan seizin dan restu dari-Nya.
Menurut riwayat yang sampai kepadaku, ketujuh puluh orang itu di saat mereka melakukan apa yang diperintahkan oleh Musa dan mereka berangkat untuk menjumpai Allah, mereka berkata kepada Musa, "Hai Musa, mohonkanlah bagi kami kepada Tuhanmu agar kami diperkenankan dapat mendengar kalam Tuhan kami." Musa menjawab "Baiklah."
Ketika Musa mendekati bukit tersebut, maka datanglah awan yang menaunginya hingga menutupi seluruh bukit, lalu Musa mendekat dan masuk ke dalam awan tersebut, setelah itu is berkata kepada kaumnya, "Mendekatlah kalian." Musa a.s. apabila diajak bicara oleh Allah, maka memancarlah dari keningnya nur yang cemerlang, tiada seorang pun dari Bani Adam yang mampu memandangnya; maka Allah membuat hijab (penutup) bagi nur tersebut. Lalu kaum pun mendekat. Ketika mereka masuk ke dalam awan tersebut, mereka menyungkur sujud dan mereka mendengar suara Allah yang sedang berbicara kepada Musa a.s. memerintah dan melarangnya dengan ucapan, "Lakukanlah," atau "Janganlah kamu lakukan."
Ketika Allah Swt. selesai berbicara kepada Musa, tersingkaplah awan tersebut, dan Musa menghadap ke arah mereka; temyata mereka berkata kepada Musa a.s., seperti yang disitir oleh firman-Nya:
Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang. (Al-Baqarah: 55)
Maka mereka tertimpa oleh gempa dahsyat —yaitu saa’iqah— hingga mereka mati semuanya. Lalu Musa a.s. bangkit meminta tolong kepada Tuhannya dan berdoa, memohon kepadanya seraya berkata, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:

Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini.    (Al A’raaf:155)

Mereka benar-benar tidak mengerti, apakah Engkau membinasakan orang-orang yang berada di belakangku dari kalangan Bani Israil karena perbuatan orang-orang yang bodoh dari kalangan kami? Dengan kata lain, sesungguhnya hal ini merupakan kebinasaan bagi mereka. Aku memilih tujuh puluh orang terbaik dari kalangan mereka agar aku kembali nanti bersama mereka, sedangkan sekarang tiada seorang pun dari mereka yang tersisa. Apakah yang menjadi bukti bagiku buat mereka agar mereka mau percaya kepadaku dan beriman kepadaku sesudah peristiwa ini? Sesungguhnya kami kembali (bertobat) kepada Engkau.

Musa a.s. terus-menerus memohon kepada Tuhannya dan meminta hingga Allah mengembalikan roh mereka kepada mereka, lalu Musa a.s. memohon kepada Allah ampunan dan tobat bagi Bani Israil yang telah menyembah anak sapi. Maka Allah berfirman, "Tidak, kecuali jika mereka membunuh diri mereka sendiri." Demikianlah menurut konteks (lafaz) yang diketengahkan oleh Muhammad ibnu Ishaq.

Ismail ibnu Abdur Rahman As-Saddi Al-Kabir mengatakan, "Setelah kaum Bani Israil tobat dari menyembah anak lembu dan Allah menerima tobat mereka dengan cara sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lain sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepada mereka, lalu Allah memerintahkan kepada Musa agar datang membawa semua orang dari kalangan Bani Israil untuk memohon maaf kepada Allah atas penyembahan mereka terhadap anak lembu. Musa a.s. mengadakan suatu perjanjian dengan mereka, lalu memilih tujuh puluh orang dan kalangan mereka, yaitu orang-orang yang ditunjuknya secara tertentu. Kemudian ia berangkat bersama mereka untuk meminta maaf kepada Allah. Hingga akhir hadis." Konteks hadis ini memberikan pengertian bahwa khitab yang terdapat di dalam firman berikut ditujukan kepada Bani Israil, yaitu:

Dan (ingatlah) ketika kalian berkata, "Hai Musa, kami tidak akan beriman sebelum kami melihat Allah dengan terang." (Al Baqarah: 55)

Makna yang dimaksud ialah, mereka yang tujuh puluh orang tersebut yaitu yang dipilih oleh Musa a.s. dari kalangan mereka. Kebanyakan ulama tafsir tidak meriwayatkan kisah ini selain dari Ismail ibnu Abdur Rahman sendiri.
Ar-Razi di dalam kitab tafsirnya menilai garib kisah yang menceritakan perihal ketujuh puluh orang tersebut, yaitu setelah mereka dihidupkan kembali oleh Allah, mereka berkata, "Hai Musa, sesungguhnya kamu tidak sekali-kali meminta sesuatu kepada Allah melainkan Dia memberimu, maka doakanlah semoga Allah menjadikan kami sebagai nabi-nabi-Nya." Kemudian Musa a.s. berdoa memohon hal itu kepada Allah, dan Allah memperkenankan doanya.

Riwayat ini sangat garib (asing), mengingat di masa Nabi Musa tidak ada nabi lain kecuali Harun, kemudian Yusya' ibnu Nun. Kaum ahli kitab keliru pula dalam dakwaan mereka yang mengatakan bahwa mereka yang tujuh puluh orang itu telah melihat Allah Swt. dengan terang-terangan. Karena sesungguhnya Musa yang diajak bicara oleh Allah Swi sendiri pemah meminta hal tersebut, tetapi ditolak, mana mungkin hal tersebut diperkenankan bagi mereka.

Pendapat kedua mengenai makna ayat ini disebutkan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam dalam tafsir ayat, ini, bahwa tatkala Musa kembali dari sisi Tuhannya kepada kaumnya dengan membawa yang padanya termaktub kitab Taurat, maka ia menjumpai mereka sedang menyembah anak lembu. Maka ia memerintahkan kepada mereka agar membunuh diri mereka sendiri dan mereka melakukannya, lalu Allah menerima tobat mereka. Musa berkata kepada mereka, "Sesungguhnya lembaran-lembaran ini berisikan Kitabullah, di dalamnya terkandung urusan kalian yang diperintahkan oleh Allah dan larangan-Nya yang hams kalian jauhi." Mereka bertanya, "Siapakah yang mau percaya kepada omonganmu itu? Tidak, demi Allah, kecuali jika kami dapat melihat Allah dengan terang hingga Allah sendirilah yang menyerahkannya kepada kami, lalu Dia berfirman, `Inilah Kitab-Ku, maka ambillah oleh kalian!' Maka mengapa Allah tidak mau berbicara kepada kami sebagaimana Dia berbicara kepadamu, hai Musa?" Abdur Rahman ibnu Zaid membacakan firman-Nya:

Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang. (Al-Baqarah: 55)
dan melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Allah murka, lalu terjadilah halilintar sesudah tobat mereka, kemudian mereka disambar oleh halilintar itu hingga semuanya mati. Setelah itu Allah menghidupkan mereka kembali. Abdur Rahman Ibnu Zaid membacakan firman-Nya:

Setelah itu Kami bangkitkan kalian sesudah kalian mad, supaya kalian bersyukur. (Al-Baqarah: 56)
Musa a.s. berkata kepada mereka, "Ambillah Kitabullah ini!" Mereka menjawab, "Tidak." Musa a.s. berkata, "Apakah yang telah menimpa kalian?" Mereka menjawab, "Kami mengalami mati, kemudian kami dihidupkan kembali." Musa a.s. berkata, "Terimalah Kitabullah ini." Mereka menjawab, "Tidak." Maka Allah mengirimkan malaikat, lalu malaikat mencabut bukit dan mengangkatnya di atas mereka. Konteks riwayat ini menunjukkan bahwa mereka dikenakan taklif (paksaan) untuk mengamalkan kitab itu sesudah mereka dihidupkan kembali.

Al-Mawardi meriwayatkan dua pendapat sehubungan dengan masalah ini: Pertama, taklif (paksaan) tersebut tidak ada, mengingat mereka telah menyaksikan perkara tersebut secara terang-terangan, sehingga terpaksa mereka mempercayainya. Kedua, mereka dikenakan taklif agar tiada seorang pun yang berakal melainkan terkena. Al-Qurtubi mengatakan bahwa pendapat yang kedua inilah yang benar, karena kesaksian mereka terhadap perkara-perkara yang menakjubkan bukan berarti menggugurkan taklif dari pundak mereka, mengingat kaum Bani Israil memang telah menyaksikan banyak perkara besar yang bertentangan dengan hukum alam. Akan tetapi, sekalipun demikian mereka tetap dikenakan taklif dalam hal tersebut.

Share:

Monday, February 10, 2020

Akhlak Pelajar

Akhlak Pelajar pada dirinya sendiri



Etika pelajar terhadap dirinya sendiri ada sepuluh macam, yaitu: 

Pertama,Harus mensucikan hatinya dari setiap sesuatu yang mempunyai unsur menipu, kotor, penuh rasa dendam, hasud, keyakinan yang tidak baik, dan budi pekerti yang tidak baik, hal itu dilakukan supaya ia pantas untuk menerima ilmu, menghafalkannya, meninjau kedalaman maknanya dan memahami makna yang tersirat”. 

Kedua, Harus memperbaiki niat dalam mencari ilmu, dengan tujuan untuk mencari ridha Allah SWT, serta mampu mengamalkannya, menghidupkan syari’at, untuk menerangi hati, menghiasi batin dan mendekatakn diri kepada Allah SWT. Tidak bertujuan untuk memperoleh tujuan-tujuan duniawi, misalnya menjadi pimpinan, jabatan, harta benda, mengalahkan temansaingan, biar dihormati masyarakat dan sebagainya. 

Ketiga, Harus berusaha sesegera mungkin memperoleh ilmu diwaktu masih belia dan memanfaatkan sisa umurnya.Jangan sampai tertipu dengan menunda-nunda belajar dan terlalu banyak berangan-angan, karena setiap jam akan melewati umurnya yang tidak mungkin diganti ataupun ditukar”. Seorang pelajar harus memutuskan urusan-urusan yang merepotkan yang mampu ia lakukan, juga perkara-perkara yangbisa menghalangi kesempurnaan mencari ilmu, serta mengerahkan segenap kemampuan dan bersungguh-sungguh dalam menggapai keberhasilan.Maka sesungguhnya hal itu akanmenjadi pemutus jalan proses belajar. 

Keempat, Harus menerima apa adanya (qana’ah) berupa segala sesuatu yang mudah ia dapat, baik itu berupa makanan atau pakaian dan sabar atas kehudipan yang berada dibawah garis kemiskinan yang ia alami ketika dalam tahap proses mencari ilmu, serta mengumpulkan morat-maritnyahati akibat terlalu banyaknya angan-angan dan keinginan, sehingga sumber-sumber hikmah akan mengalir kedalam hati. 

Imam Al Syafi’i telah berkata: “Orang yang mencari ilmu tidak akan bisa merasa bahagia, apabila ketika mencari ilmu disertai dengan hati yang luhur dan kehidupan yang serba cukup, akan tetapi orang-orang yang mencari ilmu dengan perasaan hina, rendah hati, kehidupan yang serba sulit dan menjadi pelayan para ulama’, dialah orang yang bisa merasakan kebahagiaan. 

Kelima, Harus bisa membagi seluruh waktu dan menggunakannya setiap kesempatan dari umurnya, sebab umur yang tersisa itu tidak ada nilainya. 

Waktu yang paling ideal dan baik digunakan oleh para pelajar:Waktu sahur digunakan untuk menghafalkan. Waktu pagi digunakan untuk membahas pelajaran. Waktu tengah hari digunakan untuk menulis. Waktu malam digunakan untuk meninjau ulangdan mengingat pelajaran. 

Sedangkan tampat yang paling baik digunakan untuk menghafalkan adalah di dalam kamar dan setiap tempat yang jauh dari perkara yang bisa membuat lupa. Tidak baik menghafalkan pelajaran didepan tumbuh-tumbuhan, tanaman-tanaman yang hijau, di tepi sungai dan ditempat-tempat yang ramai. 

Keenam, Harus mempersedikit makan dan minum, karena apabila perut dalam keadaan kenyang maka akan menghalangi semangat ibadah dan badan menjadi berat. 

Salah satu faedah mempersedikit makan adalah badan menjadi sehat dan mencegah penyakit tubuh. Karena penyebab hinggapnya penyakit adalah terlalu banyak makan dan minum, sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah syair: 

Sesungguhnya penyakit yang kau saksikan itu kebanyakan # 

Timbul dari makanan dan minuman 

Sedangkan sehatnya hati itu terhindar dari perbuatan lacur, melampaui batas dan sombong, dan tidak tampak seorangpun dari para kekasih Allah, para pemimpin ummat dan para ulama’ yang terpilih yang bersifat atau mempunyai ciri seperti itu; banyak makan dan tidak akan terpuji karenanya. Banyak makan akan menjadihanya pada binatang yang tidak berakal dan dipersiapkan untuk bekerja. 

Ketujuh, Harusmengambil tindakan terhadap dirinya sendiri dengan sifat wira’i (menjaga diri dari perbuatan yang bisa merusak harga diri) serta berhati-hati dalam setiap keadaan, memperhatikan kehalalan makanannya, baik itu berupa makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal dan setiap sesuatu yang ia butuhkan, agar hatinya terang dan pantas untuk menerima ilmu, cahaya ilmu dan mengambil kemanfaatan ilmu. Seyogyanya pencari ilmu juga menggunakan kemudahan kemudahan padatempatnya ketika dibutuhkan dan adanya sebab–sebabnya, karena Allah menyukai kemurahan –kemurahannya dilaksanakan sebagaimana Dia menyukai ketetapan-ketetapanNya dilaksanakan. 

Kedelapan,Harus mempersedikit makan yang merupakan salah satu sebab tumpulnya otak (dedel: Jawa), lemahnya panca indra, seperti buah apel yang masam, kacang sayur, minum cuka’, begitu juga makanan yang menimbulkan banyak dahak, yang dapat mempertumpul akal fikiran dan memperberat badan, seperti terlalu banyak minum susu, makan ikan dan yang lain sebagainyaSeyogianya juga ia menjauhkan diri dari hal-hal yang menyebabkan lupa secara khusus seperti memakan makanan yang telah dimakan tikus, membaca tulisan di maesan (pathok pekuburan), masuk di antara dua ekor unta yang ditarik dan menjatuhkan kutu dalam keadaan hidup. 

Kesembilan, Harus berusaha untuk mengurangi tidur selama tidak menimbulkan bahaya pada tubuh dan akal pikirannya. Jam tidur tidak boleh melebihi dari delapan jam dalam sehari semalam. Dan itu sepertiga dari waktu satu hari (dua puluh empat jam). Jika keadaannya memungkinkan untuk beristirahat kurang dari sepertiganya waktu dalam sehari semalam maka ia dipersilahkan untuk melakukannya.Apabila ia merasa terlalu lelah, maka tidak ada masalah untuk memberikan kesempatan beristirahat terhadap dirinya, hatinya dan penglihatannya dengan cara mencari hiburan, bersantai ke tempat-tempat hiburan sekiranya pulih kembai dan tidak menyia-nyiakan waktu. 

Kesepuluh, Harus meninggalkan pergaulan, karena meninggalkannya itu lebih penting dilakukan bagi pencari ilmu, apalagi bergaul dengan lawan jeniskhususnyajika terlalu banyak bermain dan sedikit menggunakan akal fikiran, karena watak dari manusia adalah banyak mencuri kesempatan (nyolongan).Bahaya dari pergaulan adalah menyia-nyiakan umur tanpa guna dan berakibat hilangnya agama, apabila bergaul bersama orang yang tidak beragama.Jika ia membutuhkan orang yang bisa menemaninya, maka orang itu harus shaleh, kuat agamanya, takut kepada Allah, wira’i, bersih hatinya, banyak berbuat kebaikan, sedikit berbuat kejelekan, memilki harga diri yang baik, sedikit perselisihannya (tidak ngeyelan).Jika ia lupa, maka temannya mengingatkan, dan bila ia ingat, maka berarti temannya telah menolongnya.
Share:

Konsultasi dengan Gus Abduh

Data Kunjungan