Melatih dan Mencerahkan Jiwa

Saturday, December 28, 2019

Fenomena Umat Islam Tahun 2019


Umat Islam memasuki awal tahun 2019 mewarisi warna-warni kehidupan tahun-tahun sebelumnya. Secara politik terbelah, ada berbagai partai politik Islam ataupun partai politik berbasis massa umat Islam. Tak ada kekompokan dalam memilih pemimpin sebagai representasi umat Islam. Dikotomi nasionalis religius atau nasionalis sekuler masih saja terjadi di dalam polarasasi kepemimpinan nasional regional dan lokal.  Lagi-lagi menderita kekalahan dalam proses pileg, pilkada dan pilpres.

Ada sebuah proses pembusukan partai Islam maupun partai berbasis massa umat Islam. Adu domba faksi di dalam tubuh partai tak terelakan. Manajemen partai berantakan. Kepemimpinan umat terabaikan. Umat kehilangan arah politik. Munculnya fenomena adu domba seperti diksi kampret, cebong, belakangan muncul diksi kadrun dan bacin. Belum lagi warisan tahun sebelumnya seperti Islam radikal, terorisme, lalu ormas pengusung khilafah dan pribadi yang mendiskursuskan khilafah mendapat stigma radikal.  HTI jadi korban rezim pasca reformasi, termasuk FPI jadi sasaran persekusi dengan tidak dikeluarkannya perpanjangan surat keterangan terdaftar organasasi dari Kementerian Dalam Negeri. Padahal FPI terdepan dalam mengatasi banjir bencana alam dll selalu memberikan bantuan bahkan daerah terpecil yang tidak terjangkau oleh instansi pemerintah sekalipun, FPI selalu hadir dalam misi kemanusiaan tak pandang agama, ras dan golongan apapun.

Setelah Kabinet diumumkan, Menteri Agama mendapat tugas untuk menjalankan program mencegah radikalisme. Ironis sekali padahal sudah ada instansi terkait yaitu BNPT dan DENSUS 88. Dengan gagahnya sang menteri mengawali diksi, patut dicurigai pegawai yang bercelana cingkrang bagi laki-laki dan bercadar bagi wanita terindaksi faham radikal. Karena banyak suara protes akhirnya tenggelam diksi tersebut walaupun di dalam instansi Kemenag tetap memberikan penekanan agar para pegawi harus mematahui tata terbit berpakaian, termasuk larangan celana cingkrang dan cadar. Selain itu, kurikulum mata pelajaran yang memuat khilafah dan jihad dipermasalahkan untuk dihilangkan. Setelah ramai diperbincangkan, akhirnya materi khilafah tetap ada namun bukan di mata pelajaran Fiqih tetapi di mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.

Sebagaimana terjadi setiap akhir tahun, publik disungguhkan lagi-lagi perdebatan diantara tokoh dan ulama umat Islam tentang ucapan Natal. Sungguh sangat membosankan, seolah-olah umat Islam harus dituntut toleransi terus. Padahal sudah sangat toleransi umat Islam di negeri Indonesia ini. Tokoh Islam mengucapkan selamat Natal, ramai di jagat medsos; menjadi santapan pro-kontra bagi nitizen, warganet. Sungguh sangat disayangkan perdebatan terbuka yang tidak didasari ilmu pengetahuan yang cukup bagi umat Islam pada umumnya. Suguhan toleransi tahun ini sungguh sudah sangat berlebihan. Hal ini terjadi bukan hanya banyak tokoh dan orang-orang awam ikut mengucapkan selamat natal, tetapi ada beberapa pesantren yang diperintah oleh pengasuhnya mengerahkan para santri ikut berdendang nyanyi rohani dan berselawat mengikuti prosesi misa di malam natal [ malam kudus menurut mereka ].

Quo vadis umat Islam di Indonesia ? ila aina tadzhabun ? mau kemana umat Islam Indonesia kalau kondisinya seperti ini. Setahap demi setahap sejengkal demi sejengkal perilaku umat Islam mengikuti perilaku Yahudi dan Nashrani. Apa ini fenomena akhir zaman yang disebutkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadis riwayat Imam Muslim.?  Mari kita perhatikan sabda Nabu Muhammad SAW :
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ  . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ  وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ
Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“ (HR. Bukhari no. 7319)
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ
Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim no. 2669).
Imam Nawawi –rahimahullah– ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziroo’ (hasta) serta lubang dhob (lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashroni. Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal-hal kekafiran mereka yang diikuti. Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini.”  (Syarh Muslim, 16: 219)
Secara umum kita dilarang menyerupai mereka dalam hal yang menjadi kekhususan mereka. Penyerupaan ini dikenal dengan istilah tasyabbuh. Ayo umat Islam janganlah kita mengikuti langkah-langkah syaitan, Yahudi dan Nashrani yang akan menyesatkan akidah umat Islam. Bangkitkan kesadaran berjamaah bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik menjadi pemimpin yang menyeru kepada kebenaran dan keadilan di muka bumi ini.

Share:

0 comments:

Post a Comment

Konsultasi dengan Gus Abduh

Data Kunjungan