أَتَأۡمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلۡبِرِّ
وَتَنسَوۡنَ أَنفُسَكُمۡ وَأَنتُمۡ تَتۡلُونَ ٱلۡكِتَٰبَۚ أَفَلَا تَعۡقِلُونَ
وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى
ٱلۡخَٰشِعِينَ ٱلَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلَٰقُواْ رَبِّهِمۡ وَأَنَّهُمۡ
إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ
Mengapa kamu suruh orang lain
(mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri,
padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat) Maka tidakkah kamu berpikir ,[44].
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian
itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, [45]. (yaitu)
orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Rabb-nya, dan bahwa mereka
akan kembali kepada-Nya,[46]
Di dalam ayat pertama (44), Allâh
Tabâraka wa Ta’âla, mengingatkan para ulama Bani Israil mengenai tindakan
mereka menyuruh sebagian orang Arab agar beriman kepada Islam dan nabinya
sementara mereka mengacuhkan diri mereka dan tidak melakukan hal yang sama
padahal mereka membaca taurat yang didalamnya terdapat berita tentang diutusnya
Nabi Muhammad, perintah beriman kepadanya dan mengikutinya. Karena itu, Allâh
Ta’âla mencela mereka secara keras dengan firman-Nya pada akhir ayat tersebut:
“…tidakkah kamu berpikir/berakal “. Sebab, orang yang berakal senantiasa
terdepan di dalam berbuat kebaikan dan mengajak kepadanya.
Sedangkan pada dua ayat
berikutnya (45, 46), Allâh Ta’âla membimbing Bani Israil agar menjadikan
kesabaran dan shalat sebagai penolong sehingga mereka mampu untuk menghadapi
realitas dan mengungkapkannya secara terang-terangan, yaitu beriman kepada
Muhammad dan memeluk dien yang dibawanya. Kemudian, Allâh memberitahukan kepada
mereka bahwa rintangan yang dihadapi ini amat sulit dan berat bagi jiwa dan
yang bisa melakukannya hanya orang-orang yang tunduk patuh kepada Rabb mereka,
yang merasa yakin akan bertemu dengan Allâh dan kembali kepada-Nya. (Aysar Tafsir)
Ayat 44: Firman-Nya: (Mengapa kamu suruh orang lain
(mengerjakan) kebaktian) : yakni dengan beriman kepada Allâh dan para Rasul-Nya,
menepati janji Allâh, mendirikan shalat serta membayar zakat. (sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu
sendiri) : yakni membiarkan diri kamu sendiri dengan tidak mengajaknya
melakukan hal itu. Tindakan ini sungguh amat buruk. {padahal kamu membaca
al-Kitab (Taurat) } (maka tidakkah kamu
berpikir) : yakni bahwa sesungguhnya andaikata kedudukan kalian bukan sebagai
golongan Ahl al-‘Ilm (ulama), pembawa hujjah serta orang-orang yang dapat
mempelajari kitab-kitab Allâh (Ahl ad-Dirâsah), artinya jika kedudukan kalian
hanya sebagai orang yang berakal saja sudah cukup menjadi penghalang antara
kalian dan embel-embel tersebut. Ini merupakan kecaman terhadap kalian. Oleh
karena itu, bagaimana mungkin kalian bisa mengabaikan sesuatu yang menuntut
pemikiran setelah kalian juga mengabaikan sesuatu yang menuntut
ilmu/pengetahuan sebelumnya?. (Zubdah Tafsir)
Ayat 45: Firman-Nya: (Jadikanlah
sabar dan shalat sebagai penolongmu) : “Jadikanlah sabar” yakni dengan menahan
diri kalian dari mengikuti hawa nafsu dan hanya menjadikannya untuk berbuat
ta’at. “dan shalat” yakni di dalam menunaikannya, kalian bersungguh-sungguh
memohon agar Allâh menolong kalian, yaitu dengan mendorong jiwa kalian beriman
kepada Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wasallam meskipun ia (jiwa kalian tersebut)
enggan melakukannya (Dan sesungguhnya
yang demikian itu sungguh berat..) : yakni sulit sekali bagi orang yang tidak
beriman kepada Allâh Ta’âla dan sombong untuk berbuat ta’at kepada-Nya. (…kecuali bagi orang-orang yang khusyu’ ) :
yakni orang-orang yang jiwa mereka tunduk terhadap keagungan Allâh dan merasa
tentram dengan kondisi seperti itu. (Zubdah Tafsir)
Ayat 46: Firman-Nya: { (yaitu) orang-orang yang
meyakini…} : (di dalam ayat tersebut teksnya memakai kata kerja yazhunnûna yang
berasal dari kata zhonn (sebagai ism mashdar/kata benda). Makna asli dari teks
tersebut adalah mereka menyangka atau menganggap, jadi seharusnya ayat diatas
bermakna: “…orang-orang yang menyangka/menganggap” sesuai dengan makna asalnya
akan tetapi artinya dalam terjemahan ditulis orang-orang yang meyakini. Dalam
hal ini, kata kerja yazhunnûna di dalam ayat tersebut diartikan dengan-)
yastaiqinûna ( orang-orang yang meyakini ).
(bahwa mereka) (akan menemui Rabb-nya…) : lalu Dia Allah Ta’âla
memberikan ganjaran pahala bagi mereka dan menambah karunia-Nya. (dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya). (Zubdah Tafsir)
Diantara petunjuk ayat-ayat
diatas adalah:
Betapa buruknya prilaku orang yang mengajak orang lain untuk
berbuat baik sementara dirinya tidak melakukannya.
Kejahatan, apapun bentuknya
adalah buruk tetapi menjadi sangat buruk sekali bila bersumber dari seorang
yang ‘alim.
Disyari’atkan menjadikan
kesabaran dan shalat sebaagai penolong di dalam mengatasi semua hal yang sulit
dan pelik sebab Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam selalu berpaling kepada
shalat bila di rundung suatu perkara yang sulit dan pelik.
CATATAN:
(1) Kata azh-Zhonn terkadang
diungkapkan dengan makna al-Yaqîn. Dalam hal ini, yang dimaksud bukan kata
azh-Zhonn (sangkaan) sebagai antonim dari kata asy-Syakk (keraguan). Statement
ini diinformasikan oleh Ibnu Jarir di dalam tafsirnya (terhadap ayat tersebut).
(Aysar Tafsir )
(2) Terdapat ancaman yang keras
terhadap orang yang mengajak berbuat ma’ruf tetapi tidak melakukannya dan
mencegah perbuatan munkar tetapi justeru melakukannya, diantaranya adalah sabda
Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam yang maknanya : “ pada malam Isra’, aku
melintasi segerombolan orang yang bibir dan lidah mereka digunting dengan
penggunting yang terbuat dari api. Lalu aku bertanya: ‘siapa mereka itu, wahai
Jibril?’. Dia menjawab: ‘mereka adalah para ahli ceramah umatmu yang mengajak
manusia ke jalan kebajikan tetapi mereka melupakan diri mereka sendiri’ “.
(H.R.Ahmad).
Ancaman seperti ini banyak sekali
terdapat di dalam kitab-kitab as-Sunan dan ash-Shihâh. Namun begitu, para ulama
Salaf berkata: “Tidak ada yang menghalangi seorang ‘alim mengajak kepada ma’ruf
meskipun dia tidak melakukannya, demikian pula, tidak ada yang menghalanginya
untuk mencegah kemungkaran meskipun dia sendiri melakukannya. Inilah pendapat
yang benar sebab tidak ada seorangpun yang luput dari dosa selain orang yang
ma’shum (dipelihara oleh Allah Ta’âla )”. (Aysar Tafsir)
(3) Orang yang berilmu tidak sama
dengan orang yang tidak berilmu. (Aysar Tafsir)
(Diambil dari Kitab Aysar
at-Tafaasiir li Kalaam ‘al-Aliy al-Kabiir [disingkat: Ays] karya Syaikh Abu
Bakar al-Jazâiriy dan Kitab Zubdatut Tafsir min Fath al-Qadîr [disingkat: Zub]
karya DR. Muhammad Sulaiman Abdullah al-Asyqar)
0 comments:
Post a Comment