Melatih dan Mencerahkan Jiwa

Dr. KH. Abduh Al-Manar, M.Ag.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Irsyadiyah. Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

Pondok Pesantren Al-Irsyadiyah

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

PAUD Al-Irsyadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

MI Al-Irsyadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

MTS Al-Iryadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

Monday, September 30, 2019

Tinggalkan Kesia-siaan

Hadis ke-12

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ
[حديث حسن رواه الترمذي وغيره هكذا]

Terjemah hadis :
Dari Abu Hurairah radhiallahunhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Merupakan tanda baiknya Islam seseorang, dia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya .
(Hadits Hasan riwayat Turmuzi dan lainnya)

Pelajaran:
  1. Termasuk sifat-sifat orang muslim adalah dia menyibukkan dirinya dengan perkara-perkara yang mulia serta menjauhkan perkara yang hina dan rendah.
  2. Pendidikan bagi diri dan perawatannya dengan meninggalkan apa yang tidak bermanfaat didalamnya.
  3. Menyibukkkan diri dengan sesuatu yang tidak bermanfaat adalah kesia-siaan dan merupakan pertanda kelemahan iman.
  4. Anjuran untuk memanfaatkan waktu dengan sesuatu yang manfaatnya kembali kepada diri sendiri bagi dunia maupun akhirat.
  5. Ikut campur terhadap sesuatu yang bukan urusannya dapat mengakibatkan kepada perpecahan dan pertikaian diantara manusia.
Share:

Friday, September 27, 2019

Jangan Tergoda

Al-Hikam Pasal 28
Salik, Jangan Berhenti Karena Godaan

مااَرادتْ هِمّـَة ُ سالكٍ ان تقِفَ عِندَما كُشِفَ لهاَ الاَّونادَتـْهُ هَوَاتِفُ الحقيقَةِ الَّذى تطْلُبُهُ امامكَ وَلاَ تبَرَّجَتْ ظَواهِرُالمكوّناتِ الاَّ ونادتكَ حقاَءـقهاَ انَّما نحنُ فِتنةٌ فلا تـكفـُرْ
"Tiada kehendak dan semangat orang salik [yang mengembara menuju kepada Alloh] untuk berhenti ketika terbuka baginya sebagian yang ghoib, melainkan segera diperingatkan oleh suara hakikat. Bukan itu tujuan, dan teruslah mengembara berjalan menuju ke depan. Demikian pula tiada tampak baginya keindahan alam, melainkan diperingatkan oleh hakikatnya: Bahwa kami semata-mata sebagai ujian, maka janganlah tertipu hingga menjadi kafir."
Syarah
Arti SALIK yaitu: menempuh jalan. Yang di maksud Salik disini usaha caranya bisa Wushul kepada Alloh.
Yang di maksud WUSHUL disini yaitu : sampai pada tingkatan merasa selalu berada disisi Alloh, di dekat Alloh, dalam segala kesempatan dan waktu.
Abu Hasan at-Tustary berkata: "Di dalam pengembaraan menuju kepada Allah jangan menoleh kepada yang lain, dan selalu ber-dzikir kepada Allah, sebagai benteng pertahananmu. Sebab segala sesuatu selain Allah, akan menghambat pengembaraanmu."
Syeih Abu Hasan [Ali] asy-Syadzily rodhiallohu anhu berkata: "Jika engkau ingin mendapat apa yang telah dicapai oleh waliyulloh, maka hendaknya engkau mengabaikan semua manusia, kecuali orang-orang yang menunjukkan kepadamu jalan menuju Alloh, dengan isyarat [teori] yang tepat atau perbuatan yang tidak bertentangan dengan Kitabulloh dan Sunnaturrosul, dan abaikan dunia tetapi jangan mengabaikan sebagian untuk mendapat bagian yang lain, sebaliknya hendaknya engkau menjadi hamba Alloh yang diperintah mengabaikan musuh-Nya. Apabila engkau telah dapat melakukan dua sifat itu, yakni: Mengabaikan manusia dan dunia, maka tetaplah tunduk kepada hukum ajaran Alloh dengan Istiqomah dan selalu tunduk serta Istighfar." Pengertian keterangan ini: Agar engkau benar-benar merasakan sebagai hamba Alloh dalam semua yang engkau kerjakan atau engkau tinggalkan, dan menjaga hati dan perasaan, jangan sampai merasa seolah-olah di dalam alam ini ada kekuasaan selain Alloh, yakni bersungguh-sungguh dalam menanggapi dan memahami: "Tiada daya dan kekuatan sama sekali, kecuali dengan bantuan dan pertolongan Alloh." Maka apabila masih merasa ada kekuatan diri sendiri berarti belum sempurna mengaku diri hamba Alloh. Sebaliknya bila telah benar-benar mantap perasaan La haula wala Quwwata illa billah itu, dan tetap demikian beberapa lama, niscaya Alloh membukakan untuknya pintu rahasia-rahasia yang tidak pernah di dengar dari manusia seisi alam.
Share:

Thursday, September 26, 2019

Maqomat

Al-Hikam Pasal 27
Jangan Minta Dipindah Dari Satu Maqom Ke Maqom Lain

لاتَطلُبْ منهُ ان يُخرِجكَ من حالةٍ ليَسْتعملكَ فيماَ سِواها فلوارَادكَ لاسْتَعْملك من غير اِخرَاجٍ
."Jangan engkau meminta kepada Alloh supaya dipindahkan dari suatu masalah kepada masalah yang lain, sebab sekiranya Alloh menghendakinya tentu telah memindahkanmu, tanpa merubah keadaan yang terdahulu."
Syarah
Dalam suatu hikayat: Ada seorang yang salik, dia bekerja mencari nafkah dan beribadat dengan tekun, lalu ia berkata dalam hatinya: Andaikata aku bisa mendapatkan untuk tiap hari, dua potong roti, niscaya aku tidak susah bekerja dan melulu beribadat. Tiba-tiba ia tanpa ada masalah tiba-tiba ia ditangkap dan dipenjara, dan tiap hari ia menerima dua potong roti, kemudian setelah beberapa lama ia merasa menderita dalam penjara, ia berpikir: Bagaimana sampai terjadi demikian ini? Tiba-tiba ia mendengar suara yang berkata: Engkau minta dua potong roti, dan tidak minta keselamatan, maka Kami [Alloh] menerima dan memberi apa yang engkau minta. Setelah itu ia memohon ampun dan membaca istighfar, maka seketika itu pula pintu penjara terbuka dan ia dibebaskan dari penjara. Sebab Alloh menjadikan manusia dengan segala kebutuhannya, sehingga tidak perlu manusia merasa khawatir, ragu dan jemu terhadap sesuatu pemberian Alloh, walaupun berbentuk penderitaan pada lahirnya, sebab hakikatnya nikmat besar bagi siapa yang mengetahui hakikatnya, sebab tidak ada sesuatu yang tidak muncul dari rahmat, karunia dan hikmah Alloh subhanahu wata'ala.
Share:

Wednesday, September 25, 2019

Sabar dan Shalat Sebagai Penolong


Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 44 46
أَتَأۡمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلۡبِرِّ وَتَنسَوۡنَ أَنفُسَكُمۡ وَأَنتُمۡ تَتۡلُونَ ٱلۡكِتَٰبَۚ أَفَلَا تَعۡقِلُونَ وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلۡخَٰشِعِينَ ٱلَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلَٰقُواْ رَبِّهِمۡ وَأَنَّهُمۡ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ 
Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat) Maka tidakkah kamu berpikir ,[44]. Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, [45]. (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Rabb-nya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya,[46]

Di dalam ayat pertama (44), Allâh Tabâraka wa Ta’âla, mengingatkan para ulama Bani Israil mengenai tindakan mereka menyuruh sebagian orang Arab agar beriman kepada Islam dan nabinya sementara mereka mengacuhkan diri mereka dan tidak melakukan hal yang sama padahal mereka membaca taurat yang didalamnya terdapat berita tentang diutusnya Nabi Muhammad, perintah beriman kepadanya dan mengikutinya. Karena itu, Allâh Ta’âla mencela mereka secara keras dengan firman-Nya pada akhir ayat tersebut: “…tidakkah kamu berpikir/berakal “. Sebab, orang yang berakal senantiasa terdepan di dalam berbuat kebaikan dan mengajak kepadanya.
Sedangkan pada dua ayat berikutnya (45, 46), Allâh Ta’âla membimbing Bani Israil agar menjadikan kesabaran dan shalat sebagai penolong sehingga mereka mampu untuk menghadapi realitas dan mengungkapkannya secara terang-terangan, yaitu beriman kepada Muhammad dan memeluk dien yang dibawanya. Kemudian, Allâh memberitahukan kepada mereka bahwa rintangan yang dihadapi ini amat sulit dan berat bagi jiwa dan yang bisa melakukannya hanya orang-orang yang tunduk patuh kepada Rabb mereka, yang merasa yakin akan bertemu dengan Allâh dan kembali kepada-Nya.  (Aysar Tafsir)
Ayat 44:  Firman-Nya: (Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian) : yakni dengan beriman kepada Allâh dan para Rasul-Nya, menepati janji Allâh, mendirikan shalat serta membayar zakat.  (sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri) : yakni membiarkan diri kamu sendiri dengan tidak mengajaknya melakukan hal itu. Tindakan ini sungguh amat buruk. {padahal kamu membaca al-Kitab (Taurat) }  (maka tidakkah kamu berpikir) : yakni bahwa sesungguhnya andaikata kedudukan kalian bukan sebagai golongan Ahl al-‘Ilm (ulama), pembawa hujjah serta orang-orang yang dapat mempelajari kitab-kitab Allâh (Ahl ad-Dirâsah), artinya jika kedudukan kalian hanya sebagai orang yang berakal saja sudah cukup menjadi penghalang antara kalian dan embel-embel tersebut. Ini merupakan kecaman terhadap kalian. Oleh karena itu, bagaimana mungkin kalian bisa mengabaikan sesuatu yang menuntut pemikiran setelah kalian juga mengabaikan sesuatu yang menuntut ilmu/pengetahuan sebelumnya?. (Zubdah Tafsir)
Ayat 45: Firman-Nya: (Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu) : “Jadikanlah sabar” yakni dengan menahan diri kalian dari mengikuti hawa nafsu dan hanya menjadikannya untuk berbuat ta’at. “dan shalat” yakni di dalam menunaikannya, kalian bersungguh-sungguh memohon agar Allâh menolong kalian, yaitu dengan mendorong jiwa kalian beriman kepada Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wasallam meskipun ia (jiwa kalian tersebut) enggan melakukannya  (Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat..) : yakni sulit sekali bagi orang yang tidak beriman kepada Allâh Ta’âla dan sombong untuk berbuat ta’at kepada-Nya.  (…kecuali bagi orang-orang yang khusyu’ ) : yakni orang-orang yang jiwa mereka tunduk terhadap keagungan Allâh dan merasa tentram dengan kondisi seperti itu. (Zubdah Tafsir)
Ayat 46:  Firman-Nya: { (yaitu) orang-orang yang meyakini…} : (di dalam ayat tersebut teksnya memakai kata kerja yazhunnûna yang berasal dari kata zhonn (sebagai ism mashdar/kata benda). Makna asli dari teks tersebut adalah mereka menyangka atau menganggap, jadi seharusnya ayat diatas bermakna: “…orang-orang yang menyangka/menganggap” sesuai dengan makna asalnya akan tetapi artinya dalam terjemahan ditulis orang-orang yang meyakini. Dalam hal ini, kata kerja yazhunnûna di dalam ayat tersebut diartikan dengan-) yastaiqinûna ( orang-orang yang meyakini ).  (bahwa mereka) (akan menemui Rabb-nya…) : lalu Dia Allah Ta’âla memberikan ganjaran pahala bagi mereka dan menambah karunia-Nya.  (dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya).  (Zubdah Tafsir)
Diantara petunjuk ayat-ayat diatas adalah:
Betapa buruknya  prilaku orang yang mengajak orang lain untuk berbuat baik sementara dirinya tidak melakukannya.
Kejahatan, apapun bentuknya adalah buruk tetapi menjadi sangat buruk sekali bila bersumber dari seorang yang ‘alim.
Disyari’atkan menjadikan kesabaran dan shalat sebaagai penolong di dalam mengatasi semua hal yang sulit dan pelik sebab Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam selalu berpaling kepada shalat bila di rundung suatu perkara yang sulit dan pelik.

CATATAN:
(1) Kata azh-Zhonn terkadang diungkapkan dengan makna al-Yaqîn. Dalam hal ini, yang dimaksud bukan kata azh-Zhonn (sangkaan) sebagai antonim dari kata asy-Syakk (keraguan). Statement ini diinformasikan oleh Ibnu Jarir di dalam tafsirnya (terhadap ayat tersebut). (Aysar Tafsir )
(2) Terdapat ancaman yang keras terhadap orang yang mengajak berbuat ma’ruf tetapi tidak melakukannya dan mencegah perbuatan munkar tetapi justeru melakukannya, diantaranya adalah sabda Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam yang maknanya : “ pada malam Isra’, aku melintasi segerombolan orang yang bibir dan lidah mereka digunting dengan penggunting yang terbuat dari api. Lalu aku bertanya: ‘siapa mereka itu, wahai Jibril?’. Dia menjawab: ‘mereka adalah para ahli ceramah umatmu yang mengajak manusia ke jalan kebajikan tetapi mereka melupakan diri mereka sendiri’ “. (H.R.Ahmad).
Ancaman seperti ini banyak sekali terdapat di dalam kitab-kitab as-Sunan dan ash-Shihâh. Namun begitu, para ulama Salaf berkata: “Tidak ada yang menghalangi seorang ‘alim mengajak kepada ma’ruf meskipun dia tidak melakukannya, demikian pula, tidak ada yang menghalanginya untuk mencegah kemungkaran meskipun dia sendiri melakukannya. Inilah pendapat yang benar sebab tidak ada seorangpun yang luput dari dosa selain orang yang ma’shum (dipelihara oleh Allah Ta’âla )”. (Aysar Tafsir)
(3) Orang yang berilmu tidak sama dengan orang yang tidak berilmu. (Aysar Tafsir)
(Diambil dari Kitab Aysar at-Tafaasiir li Kalaam ‘al-Aliy al-Kabiir [disingkat: Ays] karya Syaikh Abu Bakar al-Jazâiriy dan Kitab Zubdatut Tafsir min Fath al-Qadîr [disingkat: Zub] karya DR. Muhammad Sulaiman Abdullah al-Asyqar)

Share:

Monday, September 23, 2019

Tinggalkan Keraguan

Hadis ke-11

عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ الْحَسَنُ بْنُ عَلِي بْنِ أبِي طَالِبٍ سِبْطِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَيْحَانَتِهِ رَضِيَ الله عَنْهُمَا قَالَ : حَفِظْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ .
[رواه الترمذي وقال : حديث حسن صحيح]

Terjemah hadis:
Dari Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dan kesayangannya dia berkata : Saya menghafal dari Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam (sabdanya): Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu.
(Riwayat Turmuzi dan dia berkata: Haditsnya hasan shoheh)

Pelajaran:
  1. Meninggalkan syubhat dan mengambil yang halal akan melahirkan sikap wara’.
  2. Keluar dari ikhtilaf ulama lebih utama karena hal tersebut lebih terhindar dari perbuatan syubhat, khususnya jika diantara pendapat mereka tidak ada yang dapat dikuatkan.
  3. Jika keraguan bertentangan dengan keyakinan maka keyakinan yang diambil.
  4. Sebuah perkara harus jelas berdasarkan keyakinan dan ketenangan. Tidak ada harganya keraguan dan kebimbangan.
  5. Berhati-hati dari sikap meremehkan terhadap urusan agama dan masalah bid’ah.
  6. Siapa yang membiasakan perkara syubhat maka dia akan berani melakukan perbuatan yang haram.
Share:

Sunday, September 22, 2019

Jangan Menunda-Nunda Amal

Al-Hikam Pasal 26
Jangan Menunda Amal

اِحالتكَ الاَعمالِ علىٰ وجودِ الفراغِ من رعوناتِ النـَّفـْسِ
" Menunda amal perbuatan [kebaikan] karena menanti kesempatan lebih baik, suatu tanda kebodohan yang mempengaruhi jiwa "
Syarah
Seorang murid apabila terlalu disibukkan dengan urusan dunianya, yang bisa menghalangi amal yang menyebabkan dekat dengan Alloh, sehingga dia menangguhkan amal menunggu kesempatan yang tidak sibuk itu dinamakan kumprung/kebodohan.
Kebodohan itu disebabkan oleh:
1. Karena ia mengutamakan duniawi. Padahal Alloh subhanahu wata'ala berfirman: ''Tetapi kamu mengutamakan kehidupan dunia, padahal akhirat itu lebih baik dan kekal selamanya.''
2. Penundaan amal itu kepada masa yang ia sendiri tidak mengetahui apakah ia akan mendapatkan kesempatan itu atau kemungkinan ia akan dijemput oleh maut yang setiap saat selalu menantinya.
3. Kemungkinan azam, niat dan hasrat itu menjadi lemah dan berubah. Seorang penyair berkata: ''Janganlah menunda sampai besok, apa yang dapat engkau kerjakan hari ini. Waktu sangat berharga, maka jangan engkau habiskan kecuali untuk sesuatu yang berharga.
Share:

Thursday, September 19, 2019

Rizki Yang Halal

Hadis ke-10

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللهَ تَعَالَى طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ فَقَالَ تَعَالَى :  ,يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحاً - وَقاَلَ تَعَالَى : , يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ - ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ ياَ رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِّيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ .
[رواه مسلم]

Terjemah hadis /  ترجمة الحديث :
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya Allah ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sebagaimana dia memerintahkan para rasul-Nya dengan firmannya : Wahai Para Rasul makanlah yang baik-baik dan beramal shalihlah. Dan Dia berfirman : Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian. Kemudian beliau menyebutkan ada seseorang melakukan perjalan jauh dalam keadaan kumal dan berdebu. Dia memanjatkan kedua tangannya ke langit seraya berkata : Yaa Robbku, Ya Robbku, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan.
(Riwayat Muslim).

Pelajaran :
  1. Dalam hadits diatas terdapat pelajaran akan sucinya Allah ta’ala dari segala kekurangan dan cela.
  2. Allah ta’ala tidak menerima kecuali sesuatu yang baik. Maka siapa yang bersedekah dengan barang haram tidak akan diterima.
  3. Sesuatu yang disebut baik adalah apa yang dinilai baik disisi Allah ta’ala.
  4. Berlarut-larut dalam perbuatan haram akan menghalangi seseorang dari terkabulnya doa.
  5. Orang yang maksiat tidak termasuk mereka yang dikabulkan doanya kecuali mereka yang Allah kehendaki.
  6. Makan barang haram dapat merusak amal dan menjadi penghalang diterimanya amal perbuatan.
  7. Anjuran untuk berinfaq dari barang yang halal dan larangan untuk berinfaq dari sesuatu yang haram.
  8. Seorang hamba akan diberi ganjaran jika memakan sesuatu yang baik dengan maksud agar classinya diberi kekuatan untuk ta’at kepada Allah.
  9. Doa orang yang sedang safar dan yang hatinya sangat mengharap akan terkabul.
  10. Dalam hadits terdapat sebagian dari sebab-sebab dikabulkannya do’a : Perjalanan jauh, kondisi yang bersahaja dalam pakaian dan penampilan dalam keadaan kumal dan berdebu, mengangkat kedua tangan ke langit, meratap dalam berdoa, keinginan kuat dalam permintaan, mengkonsumsi makanan, minuman dan pakaian yang halal.
Share:

Tanda-Tanda Orang Bodoh

Al-Hikam Pasal 25
Tanda-Tanda Kebodohan

ماتركَ من الجهلِ شيْـءـاًمن ارادَ ان يُحدِثَ فى الوَقتِ غيرَمااظهرهُ اللهُ فيهِ
"Tiada meninggalkan sedikitpun dari kebodohan, barangsiapa yang berusaha akan mengadakan sesuatu dalam suatu masa, selain dari apa yang dijadikan oleh Alloh di dalam masa itu."
Syarah
Sungguh amat bodoh seorang yang mengadakan sesuatu yang tidak dikehendaki oleh Alloh. Pada Hikmah lain ada keterangan: Tiada suatu saat pun yang berjalan melainkan di situ pasti ada takdir Alloh yang dilaksanakan.
Alloh berfirman: "Tiap hari Dia [Alloh] menentukan urusan ." Menciptakan, menghidupkan, mematikan, memuliakan, menghinakan dan lain-lain. Maka sebaiknya seorang hamba menyerah dengan ikhlas kepada hukum ketentuan Alloh pada tiap saat, sebab ia harus percaya kepada rahmat dan kebijaksanaan kekuasaan Alloh.
Share:

Tuesday, September 17, 2019

Bukti Kekuasaan Allah

Al-Hikam Pasal 15-24

مِمَّايَدُلُّكَ على وجُودِ قهرِهِ سُبْحانهُ ان حجبكَ عَنهُ بما ليسَ بموجُودٍ معه
15."Di antara bukti-bukti yang menunjukkan adanya kekuasaan Alloh yang luar biasa, ialah dapat menghijab engkau dari pada melihat kepada-Nya dengan hijab tanpa wujud di sisi Alloh."
Syarah
Sepakat para orang-orang arif, bahwa segala sesuatu selain Alloh tidak ada artinya, tidak dapat disamakan adanya sebagaimana adanya Allah, sebab adanya alam terserah kepada karunia Alloh, bagaikan adanya bayangan yang tergantung selalu kepada benda yang membayanginya. Maka barangsiapa yang melihat bayangan dan tidak melihat kepada yang membayanginya, maka di sinilah terhijabnya. Alloh berfirman: "segala sesuatu rusak binasa kecuali dzat Alloh." Rosulullah shollallohu 'alaihi wasallam membenarkan ucapan seorang penyair yang berkata: ''Camkanlah!Bahwa segala sesuatu selain Alloh itu palsu belaka. Dan tiap nikmat kesenangan dunia, pasti akan binasa.]

كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهوالذى اظهركلَّ شيىءٍ
16."Bagaimana dapat dibayangkan bahwa Allah dapat dihijab [dibatasi tirai] oleh sesuatu padahal Alloh yang menampakkan [mendhohirkan] segala sesuatu."

كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهوالذى ظَهربِكلّ شيىءٍ
17."Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] yang tampak [dhohir] pada segala sesuatu."

كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهوالذى ظهرفى كلّ شيىءٍ
18."Bagaimana akan mungkin dihijab oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] yang terlihat dalam tiap sesuatu."

كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهوالذى ظهرلِكلّ شيىءٍ
كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهو الظاهرقبل وجودِ كلّ شيىءٍ
19."Bagaimana akan dapat ditutupi oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] yang tampak pada tiap sesuatu. Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] yang ada dhohir sebelum adanya sesuatu."

كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهو اَظَْهرمن كلّ شيىءٍ
20."Bagaimana akan mungkin dihijab oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] lebih jelas dari segala sesuatu."

كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهوالواحد الذى ليسَ معهُ شيىءٍ
21."Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] yang tunggal yang tidak ada di samping-Nya sesuatu apapun."

كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهواقربُ ا ِليكَ من كلّ شيىءٍ
22."Bagaimana akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] lebih dekat kepadamu dari segala sesuatu."

كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ ولولاه ماكان وجودُ كلّ شيىءٍ
23."Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal seandainya tidak ada Alloh, niscaya tidak akan ada segala sesuatu."
Syarah
Alloh itu dzat yang mendhohirkan segala sesuatu, bagaimana mungkin sesuatu itu bisa menutupi/menghijab-Nya.
Alloh itu dzat yang nyata pada segala sesuatu, bagaimana bisa Dia tertutupi,
Alloh itu dzat yang maha Esa, tidak ada sesuatu yang bersama-Nya, bagaimana mungkin Dia dihijab oleh sesuatu yang tidak wujud disamping-Nya.
Demikian tampak jelas sifat-sifat Alloh pada tiap-tiap sesuatu di alam ini, yang semua isi alam ini sebagai bukti kebesaran, kekuasaan, keindahan, kebijaksanaan dan kesempurnaan dzat Alloh yang tidak menyerupai sesuatu apapun dari makhluknya. Sehingga bila masih ada manusia yang tidak mengenal Alloh [tidak melihat Alloh], maka benar-benar ia telah silau oleh cahaya yang sangat terang, dan telah terhijab dari nur ma'rifat oleh awan tebal yang berupa alam sekitarnya.

يا عجبا كيفَ يظهرُالوجودُفى العدمِ ، ام كيفَ يَثبُتُ الحادثُ معَ من لهُ وَصفُ القِدَمِ
24."Sungguh sangat ajaib, bagaimana tampak wujud dalam ketiadaan, atau bagaimana dapat bertahan sesuatu yang hancur itu, di samping dzat yang bersifat qidam."
Syarah
Yakni, sesuatu yang hakikatnya tidak ada bagaimana dapat tampak ada wujudnya. Hakikat 'adam [tidak ada] itu gelap, sedangkan wujud itu bagaikan cahaya terang. Demikian pula bathil dan haq. Bathil itu harus rusak dan binasa, sedangkan yang haq itulah yang harus tetap kuat bertahan.
Kata KAYFA yang jumlahnya ada sepuluh, semua isim Istifham, tapi yang dimaksudkan menggunakkan arti Ta'ajjub(heran),dan arti menafikan (tidak mungkin). Ta'ajjub itu karena syuhudnya kepada Alloh, jika hamba sudah syuhud kepada Alloh semua wujud selain Alloh itu hilang dari pandangan mata hatinya, semua selain Alloh itu sama sekali tidak ada wujudnya.
Share:

Monday, September 16, 2019

Penuhi Segala Janji


Di dalam Tafsir As-Sa’di Surat al-Baqarah ayat 40-43 : Allah Subhanahu wa Ta’ala mulai mengingatkan bani Israil akan nikmat-nikmat-Nya terhadap mereka dan anugerah-anugerah-Nya atas mereka seraya berfirman:
يَٰبَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتِيَ ٱلَّتِيٓ أَنۡعَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ وَأَوۡفُواْ بِعَهۡدِيٓ أُوفِ بِعَهۡدِكُمۡ وَإِيَّٰيَ فَٱرۡهَبُونِ وَءَامِنُواْ بِمَآ أَنزَلۡتُ مُصَدِّقٗا لِّمَا مَعَكُمۡ وَلَا تَكُونُوٓاْ أَوَّلَ كَافِرِۢ بِهِۦۖ وَلَا تَشۡتَرُواْ بَِٔايَٰتِي ثَمَنٗا قَلِيلٗا وَإِيَّٰيَ فَٱتَّقُونِ وَلَا تَلۡبِسُواْ ٱلۡحَقَّ بِٱلۡبَٰطِلِ وَتَكۡتُمُواْ ٱلۡحَقَّ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ 
Hai Bani Israil ingatlah akan ni’mat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut [tunduk]. (40) Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan [Al Qur’an] yang membenarkan apa yang ada padamu [Taurat], dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa. (41) Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu sedang kamu mengetahui. (42) Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’. (43)

Tafsir ayat: 40.  يَـٰبَنِىٓ إِسۡرَٲٓءِيلَ “Hai bani Israil” yang dimaksud dengan Israil adalah Ya’kub ‘alaihis salam, titah (khitbah) ini ditujukan kepada sekelompok dari bani Israil, yang berada di Madinah dan sekitarnya, termasuk di dalamnya orang-orang yang datang setelahnya, lalu Allah memerintahkan kepada mereka dengan suatu perintah yang bersifat umum seraya berfirman, ٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتِىَ ٱلَّتِىٓ أَنۡعَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ “Ingatlah akan nikmatKu yang telah Aku anugerahkan kepadamu” adalah termasuk di dalamnya seluruh nikmat-nikmat yang akan  disebutkan dalam surat ini sebagiannya, dan yang dimaksudkan dengan mengingatnya dengan hati adalah adanya pengakuan dan dengan lisan adanya pujian dan dengan anggota tubuh adalah dengan menggunakannya kepada hal-hal yang disukai oleh Allah dan diridhaiNya. وَأَوۡفُواْ بِعَہۡدِىٓ “Dan penuhilah janjimu kepadaKu” maksudnya, penuhilah sesuatu yang diamanatkanNya kepada mereka, berupa amanat iman kepadaNya, kepada Rasul-rasulNya dan menegakkan syariatNya. أُوفِ بِعَهۡدِكُمۡ “Niscaya Aku penuhi janjiKu kepadamu”, maksudnya Allah memberikan ganjaran akan hal tersebut, dan yang dimaksud dengan hal itu adalah apa yang disebutkan oleh Allah dalam firmanNya:

وَلَقَدۡ أَخَذَ ٱللَّهُ مِيثَـٰقَ بَنِىٓ إِسۡرَٲٓءِيلَ وَبَعَثۡنَا مِنۡهُمُ ٱثۡنَىۡ عَشَرَ نَقِيبً۬ا‌ۖ وَقَالَ ٱللَّهُ إِنِّى مَعَڪُمۡ‌ۖ لَٮِٕنۡ أَقَمۡتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَيۡتُمُ ٱلزَّڪَوٰةَ وَءَامَنتُم بِرُسُلِى وَعَزَّرۡتُمُوهُمۡ وَأَقۡرَضۡتُمُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنً۬ا لَّأُڪَفِّرَنَّ عَنكُمۡ سَيِّـَٔاتِكُمۡ وَلَأُدۡخِلَنَّڪُمۡ جَنَّـٰتٍ۬ تَجۡرِى مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَـٰرُ‌ۚ فَمَن ڪَفَرَ بَعۡدَ ذَٲلِكَ مِنڪُمۡ فَقَدۡ ضَلَّ سَوَآءَ ٱلسَّبِيلِ
Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian [dari] Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka dua belas orang pemimpin dan Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik sesungguhnya Aku akan menghapus dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus”. (Al-Maidah: 12)
Kemudian Allah memerintahkan mereka dengan sebab yang mendorong mereka untuk menunaikan janjinya yaitu rahbah (takut disebabkan amal) dariNya dan khasyyah (takut disebabkan ma’rifah) kepadaNya Subhanahu wa Ta’ala semata, karena sesungguhnya orang yang khasyyah kepadaNya pastilah khasyyah itu akan mendorongnya untuk mentaati perintahNya dan menjauhi laranganNya. Kemudian Allah memerintahkan kepada mereka dengan suatu perintah yang bersifat khusus  yang mana keimanan mereka tidak akan sempurna dan tidak akan benar kecuali dengannya
Allah berfirman, ayat 41.  وَءَامِنُواْ بِمَآ أَنزَلۡتُ “Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan”, maksudnya al-Qur’an, yang Allah turunkan kepada hamba dan RasulNya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu Allah memerintahkan mereka untuk beriman kepadanya dan mengikutinya. Hal ini mengharuskan keimanan kepada seseorang yang kitab tersebut dirueunkan kepadanya, dan Allah menyebutkan pendorong dalam keimanan mereka, seraya berfirman, مُصَدِّقً۬ا لِّمَا مَعَكُمۡ “Yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat)” maksudnya, kitab yang sesuai dengna kitab yang berada di sisimu, tidak berbeda dan tidak pula bertentangan, lalu apabila ia sesuai dengan apa yang ada pada kalian yang tidak berbeda dengannya, maka tidaklah ada penghalang bagi kalian untuk beriman kepadanya, karena ia membawa ajaran yang dibawa oleh para rasul, dan kalian lebih patut beriman kepadanya dan mempercayainya, karena kalian adalah ahli kitab dan ahli ilmu.
Dan juga dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, مُصَدِّقً۬ا لِّمَا مَعَكُمۡ “yang membenarkan (Taurat) yang ada padamu” sebagai sebuah isyarat bahwa bila kalian tidak beriman kepadanya maka itu akan kembali kepada kalian sendiri dengan pendustaan kalian terhadap apa yang ada pada kalian, karena ajaran yang dibawa kitab tersebut adalah sama dengan ajaran yang dibawa oleh Musa, Isa, dan lain-lainnya dari para Nabi, maka pendustaan kalian terhadapnya adalah pendustaan kalian terhadap apa yang ada pada kalian.

Demikian juga sesungguhnya dalam kitab yang ada pada kalian ada berita tentang Nabi yang membawa al-Qur’an dan kabar gembira dengannya. Dan apabila kalian tidak beriman kepadanya niscaya kalian telah mendustai  sebagian yang telah  turun kepada kalian, padahal orang yang mendustai sebagian yang diturunkan kepadanya maka dia telah mendustai seluruhnya sebagaimana orang yang mendustai seorang Rasul, maka dia telah mendustai para Rasul seluruhnya. Dan ketika Allah memerintahkan kepada mereka untuk beriman kepadanya, Dia melarang dan mengingatkan mereka dari kebalikannya yaitu kafir terhadapnya, 

Allah berfirman, وَلَا تَكُونُوٓاْ أَوَّلَ كَافِرِۭ بِهِۦ‌ۖ “Dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya” maksudnya kafir kepada Rasul dan al-Qur’an. Dan dalam firmanNya, أَوَّلَ كَافِرِۭ بِهِۦ‌ۖ “Orang yang pertama kafir kepadanya”, statemen ini lebih kuat daripada firmanNya, “dan janganlah kalian kafir kepadanya.” Karena apabila mereka pertama kafir kepadanya maka dalam hal itu penyegeraan mereka dalam kafir kepadanya adalah suatu tindakan yang sebaliknya yang seharusnya mereka lakukan, sehingga dosa-dosa mereka dan dosa orang-orang setelahnya yang mengikuti mereka terlimpahkan kepada mereka.
Kemudian Allah menyebutkan tentang penghalang bagi mereka dari keimanan yaitu memilih penawaran yang paling rendah daripada kebahagiaan yang abadi seraya berfirman, وَلَا تَشۡتَرُواْ بِـَٔايَـٰتِى ثَمَنً۬ا قَلِيلاً۬  “Dan jangnlah kamu menukarkan ayat-ayatKu dengan harga yang rendah.” Maksudnya, kedudukan dan penghidupan  yang mereka peroleh dimana mereka mengira itu semua akan lenyap jika mereka beriman kepada Allah dan RasulNya, maka mereka menukarkan hal itu dengan ayat-ayat Allah, mereka menyukainya dan mendahulukannya. وَإِيَّـٰىَ “Dan hanya kepada Akulah” maksudnya tidak kepada selainKu (Allah, -ed), فَٱتَّقُونِ  “kamu harus bertakwa” karena kalian bila bertakwa kepada Allah semata, niscaya ketakwaan kalian itu mendorong kalian untuk mendahulukan keimanan kepada ayat-ayatNya daripada penawaran yang rendah itu, sebagaimana juga bila kalian memilih penawaran yang rendah itu, maka hal itu adalah bukti penunjuk akan hilangnya ketakwaan dalam hati kalian,

kemudian Allah berfirman ayat 42. وَلَا تَلۡبِسُواْ “Dan janganlah kamu campur adukkan” yaitu membuat tumpang tindih,  ٱلۡحَقَّ بِٱلۡبَـٰطِلِ وَتَكۡتُمُواْ ٱلۡحَقَّ “yang haq dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu.” Dia melarang mereka dari dua hal, dari mencampur antara yang haq dengan yang batil dan menyembunyikan yang haq, karena sasaran dari ahli kitab dan ahli ilmu adalah membedakan antara yang haq dari yang batil dan menampakkan yang haq itu agar orang-orang yang ingin mendapatkan petunjuk darinya dapat mengambil petunjuk darinya, orang-orang yang sesat dapat kembali sadar, dan tegaknya dalil atas orang-orang yang mengingkarinya, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan ayat-ayatNya dan menerangkan keterangan-keteranganNya untuk membedakan yang haq dari yang batil dan agar jelas jalan orang-orang yang mengambil petunjuk dari jalan orang-orang yang mengingkari. Maka niscaya dia tergolong dari para khalifah Rasul dan pemberi petunjuk bagi umat, dan barangsiapa mencampuradukkan yang haq dengan yang batil dan ia tahu akan hal itu lalu ia menyembunyikan yang haq yang ia tahu padahal ia diperintahkan untuk menampakkannya, maka ia tergolong pada penyeru-penyeru kepada Neraka Jahannam, karena manusia tidaklah akan mencontoh siapa pun dalam urusan agama mereka kecuali kepada para ulama mereka. Nah, pilihlah bagi diri kalian salah satu dari kedua kondisi tersebut.

Pada ayat 43. kemudian Allah berfirman, وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ “Dan dirikanlah shalat” yaitu secara lahir maupun batin, وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ “Dan tunaikanlah zakat” terhadap orang-orang yang berhak menerimanya, وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٲكِعِينَ “Dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’”, maksudnya shalatlah beserta orang-orang yang shalat karena bila kalian melakukan hal itu dengan keimanan kepada Rasul-rasul Allah dan ayat-ayatNya maka sesungguhnya kalian telah menyatukan antara perbuatan-perbuatan yang lahir dan yang batin, dan antara keikhlasan kepada Allah dan berbuat baik kepada hamba-hambaNya, dan antara ibadah-ibadah hati, tubuh dan harta. Dan firmanNya وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٲكِعِينَ  “Dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’” maksudnya  shalatlah bersama orang-orang yang shalat, dalam hal ini ada suatu perintah untuk shalat berjamaah dan kewajibannya. Dan bahwasanya ruku’ itu merupakan rukun di antara rukun-rukun shalat, karena Allah telah menyebutkan shalat dengan kata ruku’. Sedangkan mengungkapkan suatu ibadah dengan kata yang merupakan bagian darinya adalah menunjukkan kepada wajibnya hal itu padanya.

BAHAN BACAAN :
Taisir Karimir Rahman fi Tafsiri Kalamil Manan, Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah yang diterjemahkan oleh Muhammad Iqbal, et al; Pustaka Sahifa,  Cetakan Pertama, Dzulhijjah 1427 H

Share:

Sunday, September 1, 2019

Fenomena Hijrah

Media sosial diramaikan dengan fenomena “hijrah” berbagai kalangan, termasuk para artis. Fenomena hijrah yang dimaksud ini adalah berusaha untuk mempelajari Islam lebih dalam, sekaligus mengubah gaya hidup menjadi lebih kental dengan nuansa Islam. Meski demikian, fenomena hijrah ini sempat memicu perdebatan karena pada beberapa kesempatan, terdapat nuansa politik yang ikut serta di dalamnya.

Mengkaji kata hijrah, bukanlah kata yang asing bagi umat muslim. Sejarah Islam mencatat bahwa nabi Muhammad SAW pernah melakukan hijrah semasa hidupnya. Namun, hijrah yang dimaksud berbeda total dengan makna “hijrah” yang lagi nge-tren di kalangan masyarakat Indonesia. Hijrah tersebut memiliki makna berpindah kota dari Mekah ke Madinah. Lantas, apa sebenarnya makna hijrah yang sebenarnya?

Berpindah dan Hijrah
Makna dasar dari kata hijrah adalah meninggalkan, menjauhkan dari, dan berpindah tempat. Hal inilah yang membuat hijrah dapat memiliki beragam makna yang berbeda. Makna kata hijrah dapat dilihat dari pemaknaan umum, atau pun pemaknaan khusus sesuai konteks.

Dalam pemaknaan umum, yakni berpindah tempat, makna hijrah dapat dipahami seperti kisah Nabi Muhammad SAW yang berpindah kota dari Mekah ke Madinah. Setiap orang dapat menggunakan kata hijrah untuk berpindah secara fisik dari satu tempat ke tempat yang lain. Sehingga penggunaan kata “Hijrah” seperti dalam lagu The Changcuters yang berjudul “Hijrah ke London” tidak salah.

Hijrah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW ini pun menjadi titik awal Kalender Hijriyah. Khalifah Umar bin Khatab menetapkan bahwa tanggalan umat muslim, yang diberi nama Kalender Hijriyah, akan dimulai dari peristiwa besar yang terjadi dalam hidup Nabi Muhammad SAW tersebut. Menurut Khalifah Umar, hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah bersama sahabat rasul adalah peristiwa paling monumental dalam perkembangan Islam, sehingga patut menjadi dasar dari kalender yang dianut umat muslim.

Sedangkan dalam pemaknaan yang lebih khusus, sebagian ulama mengaitkan kata hijrah dengan berpindah secara keimanan. Kondisi yang dimaksud adalah berpindah dari “darul kufur” atau satu kondisi kekufuran, menuju ke arah “darul Islam.” Alih-alih fisik, yang berpindah dalam konteks ini adalah kondisi keimanan Islam seseorang.

Di luar dua makna tersebut, masih ada hijrah-hijrah lain yang lebih jarang disinggung. Sebut saja Hijrah Fikriyah, dari kata fiqrun yang bermakna pemikiran. Di sini, hijrah yang dilakukan adalah hijrah pemikiran, dengan lebih berfokus pada pemikiran berbasis keislaman.

Ada juga Hijrah Sulukiyyah, diambil dari kata Suluk yang berarti tingkah laku atau kepribadian. Fokus dari hijrah ini adalah akhlaq atau kepribadian seseorang tersebut. Yang diubah tidak hanya semata-mata keimanan seseorang tersebut, tetapi juga kepribadian dan tingkah lakunya yang diubah menuju ke arah yang lebih tampak sebagai seorang muslim.

Makna Hijrah dapat kita selusuri dalam Al-surat al-Baqarah ayat 218 menyebutkan,

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah, dan berhijrah di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Dalam surat Al-Anfal ayat 74 menuturkan,

“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan, mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia."

Dapat dipahami bahwa makna hijrah dapat dimaknai oleh individu masing-masing dengan cara yang berbeda. Yang terpenting, terlepas dari bentuk hijrah yang dilakukan seseorang, hal tersebut dijalani dengan tujuan yang positif. Jika hijrah dilakukan dengan niatan yang buruk dan tidak ikhlas, niscaya hasil yang dicapai pun tidak akan sesuai harapan. Perbaiki lah niat kita saat memutuskan untuk hijrah dalam kehidupan ini.
Share:

Konsultasi dengan Gus Abduh

Data Kunjungan