Di dalam Tafsir As-Sa’di
Surat al-Baqarah ayat 40-43 : Allah Subhanahu wa Ta’ala mulai mengingatkan bani
Israil akan nikmat-nikmat-Nya terhadap mereka dan anugerah-anugerah-Nya atas
mereka seraya berfirman:
يَٰبَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتِيَ
ٱلَّتِيٓ أَنۡعَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ وَأَوۡفُواْ بِعَهۡدِيٓ أُوفِ بِعَهۡدِكُمۡ
وَإِيَّٰيَ فَٱرۡهَبُونِ وَءَامِنُواْ بِمَآ أَنزَلۡتُ مُصَدِّقٗا لِّمَا
مَعَكُمۡ وَلَا تَكُونُوٓاْ أَوَّلَ كَافِرِۢ بِهِۦۖ وَلَا تَشۡتَرُواْ بَِٔايَٰتِي ثَمَنٗا قَلِيلٗا وَإِيَّٰيَ فَٱتَّقُونِ وَلَا
تَلۡبِسُواْ ٱلۡحَقَّ بِٱلۡبَٰطِلِ وَتَكۡتُمُواْ ٱلۡحَقَّ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ
وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ
ٱلرَّٰكِعِينَ
Hai Bani Israil ingatlah akan ni’mat-Ku yang telah Aku
anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku niscaya Aku penuhi
janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut [tunduk]. (40) Dan
berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan [Al Qur’an] yang membenarkan
apa yang ada padamu [Taurat], dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama
kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang
rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa. (41) Dan janganlah kamu
campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak
itu sedang kamu mengetahui. (42) Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’. (43)
Tafsir ayat: 40. يَـٰبَنِىٓ
إِسۡرَٲٓءِيلَ “Hai bani Israil” yang dimaksud dengan
Israil adalah Ya’kub ‘alaihis salam, titah (khitbah) ini ditujukan kepada
sekelompok dari bani Israil, yang berada di Madinah dan sekitarnya, termasuk di
dalamnya orang-orang yang datang setelahnya, lalu Allah memerintahkan kepada
mereka dengan suatu perintah yang bersifat umum seraya berfirman, ٱذۡكُرُواْ
نِعۡمَتِىَ ٱلَّتِىٓ أَنۡعَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ “Ingatlah akan nikmatKu yang telah Aku
anugerahkan kepadamu” adalah termasuk di dalamnya seluruh nikmat-nikmat yang
akan disebutkan dalam surat ini
sebagiannya, dan yang dimaksudkan dengan mengingatnya dengan hati adalah adanya
pengakuan dan dengan lisan adanya pujian dan dengan anggota tubuh adalah dengan
menggunakannya kepada hal-hal yang disukai oleh Allah dan diridhaiNya. وَأَوۡفُواْ
بِعَہۡدِىٓ “Dan penuhilah janjimu kepadaKu”
maksudnya, penuhilah sesuatu yang diamanatkanNya kepada mereka, berupa amanat
iman kepadaNya, kepada Rasul-rasulNya dan menegakkan syariatNya. أُوفِ
بِعَهۡدِكُمۡ “Niscaya Aku penuhi janjiKu kepadamu”,
maksudnya Allah memberikan ganjaran akan hal tersebut, dan yang dimaksud dengan
hal itu adalah apa yang disebutkan oleh Allah dalam firmanNya:
وَلَقَدۡ أَخَذَ ٱللَّهُ مِيثَـٰقَ بَنِىٓ
إِسۡرَٲٓءِيلَ وَبَعَثۡنَا مِنۡهُمُ ٱثۡنَىۡ عَشَرَ نَقِيبً۬اۖ وَقَالَ ٱللَّهُ إِنِّى
مَعَڪُمۡۖ لَٮِٕنۡ أَقَمۡتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَيۡتُمُ ٱلزَّڪَوٰةَ وَءَامَنتُم
بِرُسُلِى وَعَزَّرۡتُمُوهُمۡ وَأَقۡرَضۡتُمُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنً۬ا لَّأُڪَفِّرَنَّ
عَنكُمۡ سَيِّـَٔاتِكُمۡ وَلَأُدۡخِلَنَّڪُمۡ جَنَّـٰتٍ۬ تَجۡرِى مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَـٰرُۚ
فَمَن ڪَفَرَ بَعۡدَ ذَٲلِكَ مِنڪُمۡ فَقَدۡ ضَلَّ سَوَآءَ ٱلسَّبِيلِ
Dan
sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian [dari] Bani Israil dan telah Kami
angkat di antara mereka dua belas orang pemimpin dan Allah berfirman:
“Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan
menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan
kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik sesungguhnya Aku akan menghapus
dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir
di dalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu,
sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus”. (Al-Maidah: 12)
Kemudian Allah
memerintahkan mereka dengan sebab yang mendorong mereka untuk menunaikan
janjinya yaitu rahbah (takut disebabkan amal) dariNya dan khasyyah (takut
disebabkan ma’rifah) kepadaNya Subhanahu wa Ta’ala semata, karena sesungguhnya
orang yang khasyyah kepadaNya pastilah khasyyah itu akan mendorongnya untuk
mentaati perintahNya dan menjauhi laranganNya. Kemudian Allah memerintahkan
kepada mereka dengan suatu perintah yang bersifat khusus yang mana keimanan mereka tidak akan sempurna
dan tidak akan benar kecuali dengannya
Allah berfirman, ayat 41. وَءَامِنُواْ
بِمَآ أَنزَلۡتُ “Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah
Aku turunkan”, maksudnya al-Qur’an, yang Allah turunkan kepada hamba dan
RasulNya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu Allah memerintahkan
mereka untuk beriman kepadanya dan mengikutinya. Hal ini mengharuskan keimanan
kepada seseorang yang kitab tersebut dirueunkan kepadanya, dan Allah
menyebutkan pendorong dalam keimanan mereka, seraya berfirman, مُصَدِّقً۬ا
لِّمَا مَعَكُمۡ “Yang membenarkan apa yang ada padamu
(Taurat)” maksudnya, kitab yang sesuai dengna kitab yang berada di sisimu,
tidak berbeda dan tidak pula bertentangan, lalu apabila ia sesuai dengan apa
yang ada pada kalian yang tidak berbeda dengannya, maka tidaklah ada penghalang
bagi kalian untuk beriman kepadanya, karena ia membawa ajaran yang dibawa oleh
para rasul, dan kalian lebih patut beriman kepadanya dan mempercayainya, karena
kalian adalah ahli kitab dan ahli ilmu.
Dan juga dalam firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala, مُصَدِّقً۬ا لِّمَا مَعَكُمۡ
“yang membenarkan (Taurat) yang ada padamu” sebagai sebuah isyarat bahwa bila
kalian tidak beriman kepadanya maka itu akan kembali kepada kalian sendiri
dengan pendustaan kalian terhadap apa yang ada pada kalian, karena ajaran yang
dibawa kitab tersebut adalah sama dengan ajaran yang dibawa oleh Musa, Isa, dan
lain-lainnya dari para Nabi, maka pendustaan kalian terhadapnya adalah
pendustaan kalian terhadap apa yang ada pada kalian.
Demikian juga sesungguhnya
dalam kitab yang ada pada kalian ada berita tentang Nabi yang membawa al-Qur’an
dan kabar gembira dengannya. Dan apabila kalian tidak beriman kepadanya niscaya
kalian telah mendustai sebagian yang
telah turun kepada kalian, padahal orang
yang mendustai sebagian yang diturunkan kepadanya maka dia telah mendustai
seluruhnya sebagaimana orang yang mendustai seorang Rasul, maka dia telah
mendustai para Rasul seluruhnya. Dan ketika Allah memerintahkan kepada mereka
untuk beriman kepadanya, Dia melarang dan mengingatkan mereka dari kebalikannya
yaitu kafir terhadapnya,
Allah berfirman, وَلَا
تَكُونُوٓاْ أَوَّلَ كَافِرِۭ بِهِۦۖ “Dan janganlah kamu menjadi orang yang
pertama kafir kepadanya” maksudnya kafir kepada Rasul dan al-Qur’an. Dan dalam
firmanNya, أَوَّلَ كَافِرِۭ بِهِۦۖ
“Orang yang pertama kafir kepadanya”, statemen ini lebih kuat daripada firmanNya,
“dan janganlah kalian kafir kepadanya.” Karena apabila mereka pertama kafir
kepadanya maka dalam hal itu penyegeraan mereka dalam kafir kepadanya adalah
suatu tindakan yang sebaliknya yang seharusnya mereka lakukan, sehingga
dosa-dosa mereka dan dosa orang-orang setelahnya yang mengikuti mereka
terlimpahkan kepada mereka.
Kemudian Allah menyebutkan
tentang penghalang bagi mereka dari keimanan yaitu memilih penawaran yang
paling rendah daripada kebahagiaan yang abadi seraya berfirman, وَلَا
تَشۡتَرُواْ بِـَٔايَـٰتِى ثَمَنً۬ا قَلِيلاً۬
“Dan jangnlah kamu menukarkan ayat-ayatKu dengan harga yang rendah.”
Maksudnya, kedudukan dan penghidupan
yang mereka peroleh dimana mereka mengira itu semua akan lenyap jika mereka
beriman kepada Allah dan RasulNya, maka mereka menukarkan hal itu dengan
ayat-ayat Allah, mereka menyukainya dan mendahulukannya. وَإِيَّـٰىَ
“Dan hanya kepada Akulah” maksudnya tidak kepada selainKu (Allah, -ed), فَٱتَّقُونِ “kamu harus bertakwa” karena kalian bila
bertakwa kepada Allah semata, niscaya ketakwaan kalian itu mendorong kalian
untuk mendahulukan keimanan kepada ayat-ayatNya daripada penawaran yang rendah
itu, sebagaimana juga bila kalian memilih penawaran yang rendah itu, maka hal
itu adalah bukti penunjuk akan hilangnya ketakwaan dalam hati kalian,
kemudian Allah berfirman
ayat 42. وَلَا تَلۡبِسُواْ “Dan janganlah kamu campur adukkan” yaitu
membuat tumpang tindih, ٱلۡحَقَّ
بِٱلۡبَـٰطِلِ وَتَكۡتُمُواْ ٱلۡحَقَّ “yang haq dengan yang batil dan janganlah
kamu sembunyikan yang haq itu.” Dia melarang mereka dari dua hal, dari
mencampur antara yang haq dengan yang batil dan menyembunyikan yang haq, karena
sasaran dari ahli kitab dan ahli ilmu adalah membedakan antara yang haq dari
yang batil dan menampakkan yang haq itu agar orang-orang yang ingin mendapatkan
petunjuk darinya dapat mengambil petunjuk darinya, orang-orang yang sesat dapat
kembali sadar, dan tegaknya dalil atas orang-orang yang mengingkarinya, karena
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan ayat-ayatNya dan menerangkan keterangan-keteranganNya
untuk membedakan yang haq dari yang batil dan agar jelas jalan orang-orang yang
mengambil petunjuk dari jalan orang-orang yang mengingkari. Maka niscaya dia
tergolong dari para khalifah Rasul dan pemberi petunjuk bagi umat, dan barangsiapa
mencampuradukkan yang haq dengan yang batil dan ia tahu akan hal itu lalu ia
menyembunyikan yang haq yang ia tahu padahal ia diperintahkan untuk
menampakkannya, maka ia tergolong pada penyeru-penyeru kepada Neraka Jahannam,
karena manusia tidaklah akan mencontoh siapa pun dalam urusan agama mereka
kecuali kepada para ulama mereka. Nah, pilihlah bagi diri kalian salah satu
dari kedua kondisi tersebut.
Pada ayat 43. kemudian
Allah berfirman, وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ
“Dan dirikanlah shalat” yaitu secara lahir maupun batin, وَءَاتُواْ
ٱلزَّكَوٰةَ “Dan tunaikanlah zakat” terhadap
orang-orang yang berhak menerimanya, وَٱرۡكَعُواْ
مَعَ ٱلرَّٲكِعِينَ “Dan ruku’lah beserta orang-orang yang
ruku’”, maksudnya shalatlah beserta orang-orang yang shalat karena bila kalian
melakukan hal itu dengan keimanan kepada Rasul-rasul Allah dan ayat-ayatNya
maka sesungguhnya kalian telah menyatukan antara perbuatan-perbuatan yang lahir
dan yang batin, dan antara keikhlasan kepada Allah dan berbuat baik kepada
hamba-hambaNya, dan antara ibadah-ibadah hati, tubuh dan harta. Dan firmanNya وَٱرۡكَعُواْ
مَعَ ٱلرَّٲكِعِينَ
“Dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’” maksudnya shalatlah bersama orang-orang yang shalat,
dalam hal ini ada suatu perintah untuk shalat berjamaah dan kewajibannya. Dan
bahwasanya ruku’ itu merupakan rukun di antara rukun-rukun shalat, karena Allah
telah menyebutkan shalat dengan kata ruku’. Sedangkan mengungkapkan suatu
ibadah dengan kata yang merupakan bagian darinya adalah menunjukkan kepada
wajibnya hal itu padanya.
BAHAN BACAAN :
Taisir Karimir Rahman fi
Tafsiri Kalamil Manan, Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah yang
diterjemahkan oleh Muhammad Iqbal, et al; Pustaka Sahifa, Cetakan Pertama, Dzulhijjah 1427 H