Melatih dan Mencerahkan Jiwa

Friday, April 12, 2019

Shalat Sebagai Pilar Agama


Kita sebagai umat muslim tentunya tahu bahwasanya shalat itu wajib, dan shalat merupakan pilar atau tiang agama. Namun tidak sedikit manusia yang melupakan shalat karena urusan duniawi nya.  Begitu sedih kita melihat lelaki yang tak mau pergi ke mesjid untuk shalat, terkecuali ia telah menjadi jenazah, karena semasa hidupnya begitu berat ia melangkahkan kaki menuju mesjid. Masyaallah jangan sampai kita seperti itu.
Shalat itu kewajiban, kita harus selalu menunaikan nya, diterima atau tidaknya shalat kita, itu urusan Allah swt, yang terpenting kita sebagai manusia sudah berusaha menjalankan perintahnya dengan baik.
Kedudukan shalat lima waktu  adalah ibarat tiang penopang dari suatu kubah atau kemah. Tiang penopang yang dimaksud di sini adalah tiang utama. Artinya jika tiang utama ini roboh, maka tentu suatu kubah atau kemah akan roboh.
Dari Mu’adz bin Jabal, Nabi Muhammad SAW bersabda,
رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ
“Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2616 dan Ibnu Majah no. 3973. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Dalam hadits ini disebut bahwa shalat dalam agama Islam adalah sebagai tiang penopang yang menegakkan kemah. Kemah tersebut bisa roboh (ambruk) dengan patahnya tiangnya. Begitu juga dengan islam, bisa ambruk dengan hilangnya shalat.
Shalat dalam Islam mempunyai kedudukan yang sangat penting, sehingga Rasulullah menyatakan bahwa shalat tiang agama Islam.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
اَلصَّلاَةُ عِمَادُ الدّيْنِ فَمَنْ اَقَامَهَا فَقَدْ اَقَامَ الدّيْنِ وَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ هَدَمَ الدّيْنِ
 “Shalat adalah tiang agama. Barang siapa yang menegakkan shalat,maka berarti ia menegakkan agama, dan barang siapa yang meninggalkan shalat berarti ia merobohkan agama”. (HR. Bukhari Muslim)
Hadits di atas merupakan suatu rujukan bahwa tegak dan tidaknya agama Islam pada diri seorang muslim tergantung pada keistiqamahan seorang hamba dalam melaksanakan shalatnya. Shalat tidak hanya dimaknai sebatas kewajiban, tetapi ruh shalat harus bisa memberikan warna yang sangat positif pada perilaku seorang hamba yang terpancar pada kesungguhan untuk selalu menaati Allah dan menjauhkan diri dari perilaku maksiat dan mungkarat.
Jadi jika mengaku sebagai umat muslim, kita harus selalu menunaikan shalat fardu. Percuma kita berbuat amalan baik sebanyak-banyak nya tapi kita tidak mengerjakan shalat, maka amalan tersebut percuma saja, akan hilang dan roboh, sebab shalat sebagai tiang nya tak ada, maka bagaimana akan kuat. Sebagai tiang agama, maka harus ada makna dan nilai setiap orang melaksanakan shalat, sebagaimana diuraikan oleh Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihyaa Ulumuddin, yakni:
1.Hudhurul Qolbi (menghadirkan jiwa). Ketika melaksanakan shalat harus konsentrasi penuh semata-mata menghadap kepada Allah dan mengharap keridhaan-Nya. Segala hal yang bersifat keduniaan harus kita lupakan sejenak, agar kita tidak termasuk ke dalam golongan orang yang celaka, karena tergolong yang melalaikan shalat.
Firman Allah SWT.:
فَوَيْلُ لّلْمُصَلّيْن . اَلَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلاَتِهِمْ سَاهُوْن.
 “Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dalam shalatnya”. (Surah Al-Ma’un : 4-5)
2. Tafahhum; yakni menghayati apa saja yang dikerjakan dalam shalat, baik berupa bacaan maupun gerakan anggota badan lainnya. Karena di dalamnya tersimpan makna pernyataan kesiapan, janji dan kepasrahan secara total kepada Allah SWT. sebagaimana Firman-Nya :
وَاَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْرِيْ
“Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (Surah Thaha ; 14)
3. Ta’zhim; artinya sikap mengagungkan Allah yang disembahnya serta adanya kesadaran secara total bahwa manusia adalah sangat kecil di hadapan Sang Pencipta, Allah Yang Maha Agung
4. Al-Khouf; yakni rasa takut kepada Allah yang dilandasi rasa hormat kepada-Nya.
5. Ar-Roja’; yakni harapan untuk mendapatkan rahmat dan ridha-Nya,
6. Al-Haya’; yakni rasa malu kepada Allah, karena apa yang dipersembahkan kepada-Nya sama sekali belum sebanding dengan rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya kepada kita.
Dengan mampu menghadirkan makna dan nilai-nilai shalat di atas, maka secara bertahap akan timbul harapan bahwa akan ada hubungan timbal balik antara ibadah ritual dalam ibadah shalat sebagai tiang agama dengan nilai-nilai yang tersembunyi di dalamnya, yang akan dapat menghiasi kehidupan setiap muslim dalam kehidupan pribadi sehari-hari dan akan terbiasa dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

Share:

0 comments:

Post a Comment

Konsultasi dengan Gus Abduh

Data Kunjungan