Kita
sebagai umat muslim tentunya tahu bahwasanya shalat itu wajib, dan shalat
merupakan pilar atau tiang agama. Namun tidak sedikit manusia yang melupakan shalat karena
urusan duniawi nya. Begitu sedih kita
melihat lelaki yang tak mau pergi ke mesjid untuk shalat, terkecuali ia telah
menjadi jenazah, karena semasa hidupnya begitu berat ia melangkahkan kaki
menuju mesjid. Masyaallah jangan sampai kita seperti itu.
Shalat
itu kewajiban, kita harus selalu menunaikan nya, diterima atau tidaknya shalat
kita, itu urusan Allah swt, yang terpenting kita sebagai manusia sudah berusaha
menjalankan perintahnya dengan baik.
Kedudukan
shalat lima waktu adalah ibarat tiang
penopang dari suatu kubah atau kemah. Tiang penopang yang dimaksud di sini
adalah tiang utama. Artinya jika tiang utama ini roboh, maka tentu suatu kubah
atau kemah akan roboh.
Dari Mu’adz bin Jabal, Nabi Muhammad
SAW bersabda,
رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ
الصَّلاَةُ
“Inti
(pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat.”
(HR. Tirmidzi no. 2616 dan Ibnu Majah no. 3973. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan
bahwa hadits ini hasan)
Dalam
hadits ini disebut bahwa shalat dalam agama Islam adalah sebagai tiang penopang
yang menegakkan kemah. Kemah tersebut bisa roboh (ambruk) dengan patahnya
tiangnya. Begitu juga dengan islam, bisa ambruk dengan hilangnya shalat.
Shalat
dalam Islam mempunyai kedudukan yang sangat penting, sehingga Rasulullah
menyatakan bahwa shalat tiang agama Islam.
Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW.
اَلصَّلاَةُ عِمَادُ الدّيْنِ فَمَنْ اَقَامَهَا
فَقَدْ اَقَامَ الدّيْنِ وَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ هَدَمَ الدّيْنِ
“Shalat adalah tiang agama. Barang siapa yang
menegakkan shalat,maka berarti ia menegakkan agama, dan barang siapa yang
meninggalkan shalat berarti ia merobohkan agama”. (HR. Bukhari Muslim)
Hadits
di atas merupakan suatu rujukan bahwa tegak dan tidaknya agama Islam pada diri
seorang muslim tergantung pada keistiqamahan seorang hamba dalam melaksanakan
shalatnya. Shalat tidak hanya dimaknai sebatas kewajiban, tetapi ruh shalat
harus bisa memberikan warna yang sangat positif pada perilaku seorang hamba
yang terpancar pada kesungguhan untuk selalu menaati Allah dan menjauhkan diri
dari perilaku maksiat dan mungkarat.
Jadi
jika mengaku sebagai umat muslim, kita harus selalu menunaikan shalat fardu.
Percuma kita berbuat amalan baik sebanyak-banyak nya tapi kita tidak
mengerjakan shalat, maka amalan tersebut percuma saja, akan hilang dan roboh,
sebab shalat sebagai tiang nya tak ada, maka bagaimana akan kuat. Sebagai tiang
agama, maka harus ada makna dan nilai setiap orang melaksanakan shalat,
sebagaimana diuraikan oleh Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihyaa
Ulumuddin, yakni:
1.Hudhurul
Qolbi (menghadirkan jiwa). Ketika melaksanakan shalat harus konsentrasi penuh
semata-mata menghadap kepada Allah dan mengharap keridhaan-Nya. Segala hal yang
bersifat keduniaan harus kita lupakan sejenak, agar kita tidak termasuk ke
dalam golongan orang yang celaka, karena tergolong yang melalaikan shalat.
Firman
Allah SWT.:
فَوَيْلُ لّلْمُصَلّيْن . اَلَّذِيْنَ هُمْ
عَنْ صَلاَتِهِمْ سَاهُوْن.
“Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat,
(yaitu) orang-orang yang lalai dalam shalatnya”. (Surah Al-Ma’un : 4-5)
2. Tafahhum; yakni menghayati apa
saja yang dikerjakan dalam shalat, baik berupa bacaan maupun gerakan anggota
badan lainnya. Karena di dalamnya tersimpan makna pernyataan kesiapan, janji
dan kepasrahan secara total kepada Allah SWT. sebagaimana Firman-Nya :
وَاَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْرِيْ
“Dan
dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (Surah Thaha ; 14)
3.
Ta’zhim; artinya sikap mengagungkan Allah yang disembahnya serta adanya
kesadaran secara total bahwa manusia adalah sangat kecil di hadapan Sang
Pencipta, Allah Yang Maha Agung
4.
Al-Khouf; yakni rasa takut kepada Allah yang dilandasi rasa hormat kepada-Nya.
5.
Ar-Roja’; yakni harapan untuk mendapatkan rahmat dan ridha-Nya,
6. Al-Haya’;
yakni rasa malu kepada Allah, karena apa yang dipersembahkan kepada-Nya sama
sekali belum sebanding dengan rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya
kepada kita.
Dengan
mampu menghadirkan makna dan nilai-nilai shalat di atas, maka secara bertahap
akan timbul harapan bahwa akan ada hubungan timbal balik antara ibadah ritual
dalam ibadah shalat sebagai tiang agama dengan nilai-nilai yang tersembunyi di
dalamnya, yang akan dapat menghiasi kehidupan setiap muslim dalam kehidupan
pribadi sehari-hari dan akan terbiasa dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
0 comments:
Post a Comment