Melatih dan Mencerahkan Jiwa

Dr. KH. Abduh Al-Manar, M.Ag.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Irsyadiyah. Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

Pondok Pesantren Al-Irsyadiyah

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

PAUD Al-Irsyadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

MI Al-Irsyadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

MTS Al-Iryadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

Sunday, March 31, 2019

Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 31-32

PENGAJARAN DALAM ISLAM

وَعَلَّمَ ءَادَمَ ٱلۡأَسۡمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمۡ عَلَى ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ فَقَالَ أَنۢبُِٔونِي بِأَسۡمَآءِ هَٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ قَالُواْ سُبۡحَٰنَكَ لَا عِلۡمَ لَنَآ إِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَلِيمُ ٱلۡحَكِيمُ 
Dan telah diajarkan Nya kepada Adam nama-nama semuanya, kemudian Dia kemukakan semua kepada Malaikat, lalu Dia berfirman : Beritakanlah kepada Ku nama-nama itu semua, jika kamu adalah makhluk-makhluk yang benar. Mereka menjawab : Maha suci Engkau ! Tidak ada pengetahuan bagi kami, kecuali yang Engkau ajarkan kepada kami. Karena sesungguhnya Engkaulah yang Maha Tahu lagi Maha Bijaksana.

Dia yakni Allah mengajar Nabi Adam as nama-nama seluruhnya, yakni memberinya potensi pengetahuan tentang nama-nama atau kata-kata yang digunakan menunjuk benda-benda, atau mengajarnya fungsi benda-benda.  Ayat ini menginformasikan bahwa manusia dianugerahi Allah potensi untuk mengetahui nama atau fungsi dan karakteristik benda-benda, misalnya fungsi api, fungsi angin, dan sebagainya. Dia juga dianugerahi potensi untuk berbahasa.
 Dalam ayat ini Allah SWT menunjukkan suatu keistimewaan yang telah dikaruniakannya kepada Nabi Adam as yang tidak pernah dikaruniakan Nya kepada makhluk-makhluk Nya yang lain, yaitu ilmu pengetahuan dan kekuatan akal atau daya pikir yang memungkinkannya untuk mempelajari sesuatu dengan sedalam-dalamnya. Dan keturunan ini diturunkan pula kepada keturunannya, yaitu umat manusia. Oleh sebab itu, manusia (ialah Nabi Adam dan keturunannya) lebih patut daripada malaikat untuk dijadikan khalifah.
Ini juga mengandung pelajaran bahwa manusia yang telah dikaruniai ilmu pengetahuan yang lebih banyak daripada makhluk Allah yang lainnya, hendaklah selalu mensyukuri nikmat tersebut, serta tidak menjadi sombong dan angkuh karena ilmu pengetahuan serta kekuatan akal dan daya pikir yang dimilikinya.
Dalam al-Qur’an kata pendidikan dikenal dengan istilah tarbiyah. Kata ini berasal dari kata rabba, yurabbi yang berarti memelihara, mengatur, mendidik. Kata tarbiyah berbeda dengan ta’lîm yang secara harfiyah juga memiliki kesamaan makna yaitu mengajar. Akan tetapi, kata ta’lîm lebih kepada arti transfer of knowladge (pemindahan ilmu dari satu pihak kepada pihak lain). Sedangkan tarbiyah tidak hanya memindahkan ilmu dari satu pihak kepada pihak lain, namun juga penanaman nilai-nilai luhur atau akhlâk al-karîmah, serta pembentukan karakter.
Tujuan pendidikan bukan menjadikan manusia sebagai hamba ilmu, budak teori atau penkultusan kepada seorang tokoh ilmuwan. Tetapi tujuan utama dari pendidikan adalah menjadikan manusia sebagai insan rabbani (manusia yang berketuhanan). Pendidikan tidak hanya menjadikan manusia pintar dan menguasai ilmu pengetahuan, namun menjadikan manusia sebagai manusia yang kenal dan takut dengan Tuhannya dengan ilmu yang dimiliki tersebut.
Ta'lim merupakan suatu kegiatan yang di dalamnya berisi kajian-kajian ilmu agama dan di dalamnya terdapat penyaji materi dan peserta. Ta'lim mempunyai beberapa makna antara lain :
1. Ta'lim adalah proses pemberitahuan sesuatu dengan berulang-ulang dan sering (intensitas) sehingga muta’alim (siswa) dapat maknanya serta berbekas di dalam dirinya (selalu diingat).
2. Ta'lim adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru dan murid dengan batasan-batasan adab tertentu, bersahabat dan bertahap.
3. Ta'lim merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru, tidak hanya sekedar penyampaian materi, melainkan juga dijelaskan isi, makna dan maksudnya agar murid menjadi paham dan terhindar dari kekeliruan, kesalahan dan kebodohan.
4. Ta'lim merupakan pembinaan intelektual, pemberian ilmu yang mendorong amal yang bermanfaat sehingga guru menjadi suri tauladan dalam perkataan dan perbuatan.
Adapun tujuan Ta’lim: Pertama, mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kedua, Peningkatan pemahaman terhadap ilmu agama. Ketiga, agar ilmu yang disampaikan bermanfaat, dan Keempat,  pembinaan mental intelektual dan spiritual.

Share:

Thursday, March 14, 2019

Jiwa Yang Tenang


Ketenangan jiwa adalah kondisi dimana jiwa itu sudah berada pada tahap ketenangan sejati, rasa lapang, tidak ada tekanan, menerima kenyataan, berpasrah diri pada Sang Khalik, bisa merasakan manisnya iman, bisa mengendalikan diri dan hawa nafsu, jauh dari kebencian, tenteram dan hati menjadi luas dan lepas.

Manusia yang sudah bisa mencapai tahap ketenangan jiwa ini adalah manusia yang memahami hakikat kehidupan, sudah mengertia apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Dan umumnya manusia akan menjadi lebih tenang jika ia sudah berada di dekat Penciptanya, jika manusia sudah mengenal dan meyakini bahwa ada kekuatan amat besar di alam ini yang melampaui kekuatan apapun dan hanya DIA yang maha berkuasa atas dirinya dan segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Dan itulah hakikat diciptakannya jiwa ini bagi seluruh mahluk, jiwa itu akan selalu mencari kebenaran hakiki tentang sosok Penciptanya dan jiwa akan merasa tenang jika sudah menemukan dan menjadikan Sang pencipta sebagai sandaran utama hidupnya. Kemanapun jiwa itu pergi dan sembunyi maka jiwa akan selalu berupaya mencari kebenaran hakiki, karena itulah hakikat diciptakannya jiwa.
"Yaitu orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenang dengan mengingat Allah swt". QS. Ar Rad :28)

Jiwa yang menghuni raga kita ini. Jiwa atau Nafs dan biasa orang menyebutnya Soul juga memiliki sisi ghaib yang sama sekali tidak bisa kita definisikan dengan sempurna. Siapa sosok jiwa yang dimaksud dan dimana letak dan penempatannya? An Nafs atau Jiwa adalah yang memiliki bentuk atau wujud atau susuk yang belum tergambarkan, yang diciptakan dari unsur alam yaitu min sulaatin min thiin (ekstrak/saripati alam), maka dari itu sosok jiwa adalah wujud yang mudah berdaptasi dengan alam kehidupan dunia (membutuhkan asupan energi yang berasal dari alam), sedangkan Roh bukan tercipta dari unsur alam ataupun dari unsur yang sama dengan Malaikat mahupun Jin, ia adalah jisim yang hingga sekarang masih merupakan bagian dari rahasia Allah swt.

Semua berawal ketika jiwa ini disumpah untuk meyakini keberadaan Tuhan yang Esa, maka memang ia mengakui dan tidak menyanggah hal tersebut. Bahwa ada kekuatan yang berkuasa atas dirinya dan ia sudah mengakui dan ia mau menjadi saksi di hari akhir kelak. Jiwa ini adalah sosok yang merasa, berkehendak, memahami, dan menerima. Ia bisa membedakan dan bisa mengerti sebuah perintah dari Tuhannya. Jiwa ini sangat memahami bahwa ia sangat bergantung pada penciptanya, bawa ia akan selalu membutuhkan pertolongan Sang Pencipta. Sehingga jelaslah, bahwa setiap jiwa manusia ketika dilahirkan ke dunia ini ia sudah memahami hakikat ketuhanan. Dan Ia dilahirkan sudah dalam kondisi mengenal konsep penciptaan. berikut firman Allah swt dalam surah (Al Araaf:172) :

 “Dan Ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman : ”Bukakankan Aku ini Tuhanmu”, mereka menjawab :”Bahkan engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi”. Kami lakukan demikaian agar di hari akhirat kelak kamu tidak mengatakan: sesunggunya kami adalah oran-orang lalai terhadap keesaaaan Mu.

Itulah sebabnya setiap Jiwa manusia pasti akan senantiasa mencari tahu keberadaan Tuhan meski ilmu mereka sangat minim, meski mereka berusaha menjauhinya, mereka tidak pernah berhenti untuk mempercayai bahwa ada kekuatan yang Maha dahsyat di dunia ini. Jiwa tidak akan merasa tenang sampai pada tahap ia mengetahui siapa sosok yang yang harus disembah dan diagungkan. Karena diawal mereka sudah terikat janji dan sumpah untuk selalu hanya mengabdi kepada-Nya.

Hakikat kebutuhan beragama sudah ada sejak manusia lahir ke bumi ini. Mulai dari jaman nabi Adam hingga datanglah kemajuan baru dengan lahirnya Nabi Muhammad saw yang membawa risalah kebenaran dengan Kitab suci Al Quran. Meski selama perjalanannya memang ada sebagian ajaran yang menyimpang dan tidak sesuai akidah, namun itu akhirnya bisa dikembalikan pada kebenaran. Didalam al quran sudah terangkum dan tersusun jelas ajaran-ajaran dari nabi sebelumnya, mulai dari Kitab Taurat, Jabur dan Injil menjadi sebuah kitab yang sempurna. Dan semuanya memiliki masa berproses dengan waktu yang cukup panjang.

“Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat allah, membersihkan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata [ QS. Ali Imran:164 ].

Dan ketika proses penciptaan jiwa hampir mencapai kesempurnaan, maka turun ayat berikut ini, yang menyatakan bahwa pada setiap jiwa diilhamkan pilihan kepada jalan ketaqwaan atau kefasikan dalam menempuh bahtera kehidupan. Setiap jiwa akan mengetahui mana yang dimaksud dengan kebenaran dan mana yang dimaksud dengan kesalahan. Dan jiwa juga diberi pemahaman bahwa jika ia mau mensucikan diri (jiwa)nya maka ia akan menjadi lebih baik, sedangkan jika ia merusak jiwa tersebut maka ia akan menjadi kotor.

Surah Asy Syams (91:7-9) : Dan demi nafs (jiwa) serta penyempurnaannya, maka Allah ilhamkan kepada nafs itu jalan ketaqwaaan dan kefasikannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikannya dan sesungguhnnya rugilah orang yang mengotorinya.
Ini artinya bahwa setiap jiwa juga sudah diberikan pengetahuan tentang konsep ketuhanan yang benar, juga diberikan pemahaman tentang hakikat memilih jalan yang lurus dan jalan keburukan, juga dilengkapi dengan kemampuan mengenal dan belajar melalui banyak hal.

Setiap jiwa diperbolehkan menentukan pilihannya masing-masing. Sepenuhnya itu tergantung pada kebutuhan masing-masing jiwa. Setiap jiwa akan bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Dan setiap keputusan sudah diambil dengan penuh kesadaran, sudah melewati tahap pencarian, pembelajaran, sudah di pikirkan dan difahami dan dikaji . Tidak ada lagi alas an bagi setiap jiwa untuk menghindar dan menyanggah semua kenyataan ini bahwa manusia adalah mahluk yang tidak bersyukur jika ia tidak memahami hakikat kemanusiaannya yang sempurna ini.
“maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang dikerjakannya.” Quran At takwir :14

Dengan demikian, jelaslah bahwa setiap jiwa akan bertanggung jawab pada diri mereka masing-masing dihari akhir kelak. Setiap jiwa akan dimintakan pertanggungjawabannya atas semua perbuatan yang pernah dilakukan di dunia. Tidak ada yang dapat menyelamatkan setiap jiwa dari kehancuran dan siksa api neraka, selain amal ibadahnya selama di dunia.

Share:

Monday, March 11, 2019

Hindari Penyakit Jiwa


Rasulullah memberikan jalan keluar kepada seorang pemuda berupa do’a, yang sekaligus merupakan petunjuk kepada manusia tentang penyakit jiwa yang seharusnya dihindari. Do’a yang dimaksud adalah :
Allahumma innii a’uudzu bika minal hammi wal hazn, wa a’uudzu bika minal ‘ajzi wal kasal, wa a’uudzu bika minal jubni wal bukhl, wa a’uudzu bika min ghalabatid dini wa qahrir rijaal.
“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari sifat peragu dan duka nestapa, aku berlindung kepadaMu dari sifat lemah dan malas, aku berlindung kepadaMu dari sifat kikir dan penakut, dan aku berlindung kepadaMu dari timpaan hutang dan intimidasi.”

Do’a ini senantiasa dibaca Nabi pada saat beliau usai menjalankan sholat, menjelang tidur atau setelah bangun tidur. Do’a tadi sekaligus member petunjuk kepada manusia tentang delapan penyakit jiwa yang harus dihindari. Kedelapan penyakit itu adalah :
1.    HAMMI (ragu-ragu menghadapi masa depan)
Sesungguhnya tiap manusia telah dikarunai akal, ketrampilan dan kemauan. Sesuatu yang dimiliki (jika ia tahu dan bisa menggunakan dengan baik) pasti akan bisa mengatasi kesulitan hidupnya dan mencari jalan keluarnya. Sebaliknya kalau hatinya senantiasa ragu, bimbang, maka otaknya akan tertutup, geraknya tanpa kepastian. Langkahnya selalu maju-mundur, sehingga peluang yang ada kabur, dan ia hanya bisa menyesal.

2.    HAZAN (berduka, menyesali diri dan kecewa akan kegagalan masa lalu)
Kegagalan dalam hidup adalah biasa dan wajar. Namun kegagalan bukanlah menjadikan hati kecut dan kecewa serta berputus asa, melainkan seharusnya menjadi cambuk untuk melecut semangat dalam berusaha dan merupakan pedoman untuk menghindari kegagalan dan meraih keberhasilan. Merintih, meratapi masa lalu dan berandai-andai adalah perbuatan yang sia-sia dan tidak disukai oleh Nabi SAW.

3.    ‘AJZI (pesimis, merasa tak berdaya)
Karena kurang percaya pada diri sendiri, maka ia akan senantiasa merasa dirinya lemah, tidak berguna. Bila diajak orang senantiasa menolak, karena merasa khawatir selalu mencekam, takut salah. Pembicaraannya menggambarkan suatu yang suram, sedih, lemah, tidak punya inisiatif, tidak bergairah.

4.    KASL (malas)
Ada orang yang bila diajak untuk melakukan sesuatu ia selalu berusaha menghindar dengan berbagai alasan yang tak jelas, suka menunda pekerjaan, dan apabila diajak bermusyawarah tidak mau berpendapat dengan dalih hal tersebut tidak penting untuk dipikirkan. Orang seperti ini, kalau ia tidak mau bertindak, bukanlah karena fisiknya lemah atau sakit, tidak punya ketrampilan atau otaknya buntu, melainkan semata karena malas. Padahal menunda pekerjaan berarti menambah beban, menghindari pekerjaan berarti membiarkan peluang berlalu. Padahal waktu itu ibarat mata pedang, bila tidak mampu menggunakan dengan baik dan benar, akan membunuh diri sendiri.

5.    JUBNI (penakut)
Penyakit ini membuat orang merasa takut tidak berani berjalan, berpikir, dan berbuat sendiri, ia tidak berani menyatakan sikapnya sendiri kepada orang lain, apalagi memperbaiki kesalahan diri atau orang lain walaupun ia mengetahui. Sesungguhnya tiap manusia punya rasa takut, dan ini bermanfaat agar orang waspada dan hati-hati dalam bertindak. Namun bila berlebihan, maka akan merugikan bagi diri maupun orang lain.

6.    BAKHIL (kikir)
Kikir tidak hanya terkait dengan harta, melainkan bisa pula kikir dalam ilmu dan budi. Orang kikir tidak mau memberikan miliknya kepada orang lain, kecuali sangat sedikit. Kalau ia punya harta, ia hitung2 terus hartanya dan disimpan di tempat seaman-amannya karena takut berkurang atau hilang. Kalau ia punya ilmu tak mau mengajatkannya kepada orang lain takut akan tertandingi dirinya. Bahkan orang kikir tidak mau memberikan senyum kepada orang lain. Padahal Nabi SAW bersabda :”Senyummu adalah sedekah”

7.    HUTANG
Pada hakikatnya, hutang adalah mengurangi jatah rizqi hari esok. Lebih-lebih jika hutang itu untuk keperluan konsumtif, dan tanpa perhitungan. Resiko yang diderita orang berhutang adalah ketika ia tidak bisa melunasi pada waktunya : takut ketemu orang, mempersempit pergaulan, harga diri/martabat turun tanpa terasa, bahkan bisa menimbulkan pembunuhan.

8.    TERINTIMIDASI (diperbudak)
Sebenarnya secara fisik perbudakan sudah “tidak ada” di dunia modern seperti saat ini, namun kenyataannya banyak orang yang masih hidup seperti budak. Seperti halnya seorang karyawan atau pembantu yang dipekerjakan tanpa perikemanusiaan, diperas tenaga dan pikirannya dengan upah yang sangat kecil, bahkan tak diberi kesempatan istirahat, dan yang lebih parah tidak diperbolehkan menunaikan kewajiban kepada Rabb-nya.
Tapi ada pula manusia yang bebas, namun ia diperbudak dirinya sendiri atau diperbudak oleh harta atau tahta (kekuasaan) dan wanita.
Segala sesuatu berpotensi menimbulkan masalah, tapi bagi orang yang beriman, masalah bisa menjadi wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, mengasah keuletan, memperpanjang galah kesabaran. Allah telah mengkaruniakan kita akal untuk memilih, hati untuk memahami, akhlakul karimah untuk menyikapi.
Begitulah Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita . baik suka maupun duka, hendaknya menjadi sarana turunnya berkah bagi kita semua. Itulah petunjuk Rasulullah, dan do’a yang diajarkan Rasul kepada kita, demi mencapai kehidupan yang lebih baik di dunia dan akhirat.

Semoga Allah memberikan kekuatan jiwa kepada kita agar beribadah lebih tenang dan khusyu dan menjalani kehidupan di dunia lebih nikmat dan bahagia.

Share:

Sunday, March 10, 2019

Obat Hati


Hati adalah salah satu organ dalam tubuh yang menghilangkan racun, tapi hati secara maknawi adalah suatu bagian dari tubuh dimana seseorang merasa senang, sedih, sakit, dan perasaaan lainnya. Hati adalah tempat bersarangnya iman seseorang dan juga setan yang senantiasa mengganggu keimanan seseorang. Bisa dikatakan bahwa seoarng manusia dapat dikatakan mulia atau tidaknya adalah dari hatinya. 

Seseorang yang berhati baik maka akan baik juga perbuatan serta ibadahnya karena hati yang baik tentunya hanya akan mengharap ridha Allah SWT. Meskipun demikian hati manusia yang terlahir bersih dapat tercemari oleh penyakit hati yang perlahan-lahan dapat merusak hati dan akhirnya merusak keimanan dan ketaqwaan seseorang. Untuk mengatasi masalah tersebut, dalam Islam dikenal obat hati. 

Hati manusia penuh dengan segala hal dan perasaan, tak terkecuali penyakit hati seperti iri, dengki, hasad, takabur, dusta, dan lain sebagainya. Penyakit hati tersebut terkadang dibiarkan begitu saja hingga berlarut-larut dan merusak hati serta keimanan seseorang. Untuk menyembuhkan penyakit-penyakit hati tersebut tentunya diperlukan suatu obat.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan obat hati dalam Islam adalah sesuatu yang bisa mengobati penyakit hati yang bisa merusak hati atau perasaan seseorang. Obat hati tersebut tentunya akan membantu seseorang menjadi lebih baik dan tidak lagi memikirkan dan merasakan hal buruk sehingga bisa beribadah dengan baik.

Demikian pentingnya hati seorang muslim, penyakit hati haruslah diobati. Allah SWT sendiri menyebutkan dalam Alqur’an bahwa ada hal-hal yang bisa menyembuhkan penyakit hati atau yang dikenal dengan obat hati.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS Yunus : 57)

Dalam Islam, dikenal istilah obat hati dan kita mungkin sudah familiar dengan istilah tersebut. Hal-hal yang menjadi obat hati juga sering kita dengar dalam lantunan sebuah lagu yang juga berjudul obat hati. Lalu apasajakah sebenarnya hal-hal yang bisa menyembuhkan hati dari penyakit dan membuat seseorang menjadi lebih damai serta berusaha istiqomah dalam islam. Obat hati tersebut antara lain :

1) Membaca Alqur’an
Alqur’an adalah kitab suci umat islam dimana segala petunjuk dan hikmah terkandung didalamnya. Tidak hanya menjadi petunjuk bagi umat islam, membaca alqur’an memberikan banyak manfaat dalam kehidupan dan membuat hati seorang muslim menjadi tenang dan damai (baca manfaat membaca alqur’an dalam kehidupan dan manfaat membaca alqur’an bagi ibu hamil).
Seseorang yang selalu membaca Alqur’an hatinya akan diterangi dan terhindar dari penyakit hati. Saat hati resah dan seseorang merasa hatinya tidaklah merasa baik maka ia bisa membaca Alqur’an karena membaca Alqur’an adalah salah satu hati yang paling mujarab. Sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah SWT berikut. 

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS Al Isra : 82)

2. Shalat Malam
Jika merasa hati sedang kotor maka shalat malam adalah salah satu cara untuk menghilangkan penyakit hati. Shalat malam seperti shalat tahajud (baca shalat tahajud di bulan ramadhan) memiliki banyak keutamaan dan akan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Doa yang dipanjatkan ketika shalat malam dapat membuat seseorang merasa tenang dan damai.
Oleh sebab itu, bangun dari tidur saat sepertiga malam dan menangis memohon ampun setelah shalat malam akan melunakkan hati seseorang yang keras dan menyadari kesalahan yang ia perbuat sebagaimana kita ketahui bahwa sepertiga malam juga merupakan waktu yang mustajab untuk berdoa. 

3. Zikir kepada Allah SWT
Zikir secara bahasa berarti mengingat. Berzikir pada Allah artinya mengingat Allah SWT dalam setiap waktu. Zikir memiliki banyak keutamaan dan dengan mengingat Allah SWT seseorang akan merasa lebih dekat kepada Allah SWT (baca keutamaan berzikir kepada Allah SWT). Selain itu, berzikir kepada Allah dapat membuat hati seseorang menjadi tentram dan damai serta terhindar dari segala penyakit hati. Rasulullah sendiri senantiasa berzikir dan meminta ampun kepada Allah SWT meskipun sudahlah pasti bahwa Rasul terjaga dari dosa dan penyakit hati. Adapun perintah berzikir dimuat dalam ayat Alqur’an berikut
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. (QS Al Ahzab : 41)

4. Taubat dan membaca istigfar
Taubat atau berjanji pada Allah SWT untuk tidak lagi melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT adalah salah satu obat hati. Bertobat kepada Allah SWT bisa membantu menghilangkan penyakit hati dan menjernihkannya. Tobat dapat dilakukan dengan beristigfar kepada Allah dan senantiasa mohon ampun atas segala kesalahannya. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Rasul berikut ini:
 “Sesungguhnya hatiku kadang keruh, maka aku beristighfar dalam satu hari sebanyak seratus kali” (HR. Ahmad)

5. Berkumpul dengan orang shaleh
Sesungguhnya islam memang tidak melarang kita untuk bergaul dan berbuat baik kepada siapa saja. Namun demikian, islam menganjurkan untuk memilih teman dan berkumpul dengan orang shaleh untuk mengobati penyakit hati karena dengan bergaul bersama mereka maka kita bisa terhindar dari penyakit hati yang bisa menimpa siapa saja. Bersahabat dengan orang baik maka kita juga bisa menjadi baik sebagaimana yang disebut dalam hadits berikut ini :

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (Qs Al Kahfi : 28)

Dengan  melakukan segala yang bisa menyembuhkan penyakit hati adalah tindakan yang baik bagi seorang muslim dan jika hati bersih maka kita dapat beribadah dengan lebih istiqomah. Semoga Allah selalu mengobati hati kita agar menjadi mukmin yang berhati lembut dan kasih sayang.

Share:

Saturday, March 9, 2019

Islam dan Lingkungan Hidup


     Istilah lingkungan hidup secara baku baik dari aspek ajaran maupun tradisi keilmuan Islam tidak terdapat dalam konsep yang konkrit, seperti konsep lingkungan yang disodorkan dalam kerangka definisi, batasan dan pengertian ilmuan.

    Aturan-aturan subtantif syari’at (hukum Islam) yang berkaitan dengan lingkungan dapat di temukan dalam kitab-kitab fiqh, terutama cabang ilmu mu’amalat atau perniagaan, di bawah topik-topik seperti menghidupkan lahan kosong (ihya’ al-mawat), kawasan dilindungi (hima), penggunaan air untuk irigasi dan sumber pangan (shirb), sewa lahan (ijarah), pemeliharaan (nafaqah), hukum memburu dan menyembelih (sayd dan dhaba’ih), harta dan benda (milk dan maal), transaksi ekonomi (buyu’), perdamaian (sulh), pemberitaan (awqaf) dan zakat serta pajak (zakat, sadaqa, ushr, dan kharaj). 
     Semuanya dibahas dalam bidang mu’amalat dan ibadat. Prinsip-prinsip yang berkaitan dengan penggunaan tanah juga ditemukan di cabang-cabang hukum yang berhubungan dengan kebijakan umum dan pemerintah (siyasah) dan dalam cabang yang menyangkut kejahatan pidana dan perdata (jinayah dan uqubah), di bawah ganti rugi (ghasb) dan kerugian (talaf).
     Energi setiap makhluk hidup dibutuhkan oleh makhluk hidup lain yang menyebabkan terjadinya kelangsungan hidup. Dalam Islam saling keterkaitan ini merupakan salah satu tujuan penciptaan Allah. Sebab Allah menciptakan sesuatu dengan tidak sia-sia (dengan suatu tujuan), seperti yang termakstub dalam surat Ash-Shad ayat 27 :
وَمَا خَلَقۡنَا ٱلسَّمَآءَ وَٱلۡأَرۡضَ وَمَا بَيۡنَهُمَا بَٰطِلٗاۚ ذَٰلِكَ ظَنُّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْۚ فَوَيۡلٞ لِّلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنَ ٱلنَّارِ 
“Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, Maka celakalah orang-orang kafir itu Karena mereka akan masuk neraka.”
Surat al-A’raf ayat 10:
وَلَقَدۡ مَكَّنَّٰكُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَجَعَلۡنَا لَكُمۡ فِيهَا مَعَٰيِشَۗ قَلِيلٗا مَّا تَشۡكُرُونَ 
“Sesungguhnya kami Telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. amat sedikitlah kamu bersyukur.”
     Persepsi al Qur’an ini sebagai isyarat adanya keteraturan yang harus dijaga oleh setiap makhluk hidup dalam suatu sistem, yang apabila sistem itu terganggu menyebabkan porak-porandanya makhluk hidup yang kokoh dan tergantung pada ekosistem. Para pakar cenderung memberikan penngertian lingkungan hidup sebagai suatu upaya melihat peranan manusia dalam lingkungan hidup.
     Dengan demikian manusia mempunyai peran dan tanggung jawab menjaga dan melestarikan lingkungan hidup yang telah tertata sedemikian rupa untuk kebaikan manusia.



Share:

Friday, March 8, 2019

Bulan Rajab


Bulan Rajab terletak antara bulan Jumadal Akhiroh dan bulan Sya’ban. Bulan Rajab sebagaimana bulan Muharram termasuk bulan haram. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36).
Ibnu Rajab mengatakan, ”Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal. Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perpuataran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.” (Latho-if Al Ma’arif, 202)
Mengenai empat bulan yang dimaksud disebutkan dalam hadits dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadal (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679). Jadi, empat bulan suci tersebut adalah (1) Dzulqo’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab.
Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah berkata, ”Dinamakan bulan haram karena dua makna:
Pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.
Pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan itu. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.” (Lihat Zaadul Masiir, tafsir surat At Taubah ayat 36)
Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, ”Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.” Bahkan Ibnu ’Umar, Al Hasan Al Bashri dan Abu Ishaq As Sa’ibi melakukan puasa pada seluruh bulan haram, bukan hanya bulan Rajab atau salah satu dari bulan haram lainnya.
Marilah kita Ingin memperbanyak membaca istigfar Rajab inilah doanya :

اَسْتَغْفِرُاللهَ اْلعَظِيْمَ ،اَلَّذِيْ لآاِلَهَ اِلاَّ هُوَاْلحَيُّ اْلقَيُّوْمُ وَاَتُوْبُ اِلَيْهِ مِنْ جَمِيْعِ اْلمَعَاصِيْ وَالذُّنُوْبِ، وَاَتُوْبُ اِلَيْهِ مِنْ جَمِيْعِ مَاكَرِهَ اللهُ قَوْلاً وَفِعْلاً وَسَمْعًا وَبَصَرًا وَّحَاصِرًا، اَللَّهُمَّ اِنِّيْ اَسْتَغْفِرُكَ لِمَا قَدَّمْتُ وَمَااَخَرْتُ وَمَااَسْرَفْتُ وَمَااَسْرَرْتُ وَمَااَعْلَنْتُ وَمَااَنْتَ اَعْلَمُ بِهِ مَنِّيْ اَنْتَ اْلمُقَدِّمُ وَاَنْتَ اْلمُؤَخِّرُ وَاَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ، اَللَّهُمَّ اِنِّيْ اَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ تُبْتُ اِلَيْكَ مِنْهُ ثُمَّ عُدْتُ فِيْهِ، اَسْتَغْفِرُكَ بِمَااَرَدْتُ بِه وَجْهَكَ اْلكَرِيْمَ فَخَالَطْتُهُ بِمَالَيْسَ لَكَ بِه رِضًى، وَاَسْتَغْفِرُكَ بِمَا وَعَدْتُكَ بِه نَفْسِيْ ثُمَّ اَخْلَفْتُكَ، وَاَسْتَغْفِرُكَ بِمَادَعَالِيْ اِلَيْهِ اْلهَوَى مِنْ قَبْلِ اْلرُّخَصِ مِمَّااشْتَبَهَ عَلَيَّ وَهَوَعِنْدَكَ مَحْظُوْرٌ، وَاَسْتَغْفِرُكَ مِنَ النِّعَمِ الَّتِيْ اَنْعَمْتَ بِهَاعَلَيَّ فَصَرَفْتُهَا وَتَقَوَّيْتُ بِهَاعَلَى اْلمَعَاصِيْ، وَاَسْتَغْفِرُكَ مِنَ الذُّنُوْبِ الَّتِيْ لاَيَغْفِرُهَا غَيْرُكَ وَلاَيَطَّلِعُ عَلَيْهَااَحَدٌ سِوَاكَ وَلاَيَسَعُهَا اِلاَّ رَحْمَتُكَ وَحِلْمُكَ وَلاَيُنْجِيْ مِنْهَااِلاَّ عَفْوُكَ، وَاَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كُلِّ يَمِيْنِ حَلَفْتُ بِهَا فَحَنَثْتُ فِيْهَا وَاَنَاعِنْدَكَ مَأْخُوْذٌ بِهَا، وَاَسْتَغْفِرُكَ يَالاَاِلهَ اِلاَّ اَنْتَ سُبْحَانَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ، وَاَسْتَغْفِرُكَ يَالاَاِلهَ اِلاَّ اَنْتَ عَالِمُ اْلغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ مِنْ كُلِّ شَيِّئَةٍ عَمِلْتُهَا فِى بَيَاضِ النَّهَارِوَسَوَادِ الَّيْلِ فِى اْلمَلاَءٍ وَّخَلاَءٍ وَسِرٍّ وَعَلاَنِيَةٍ اِلَيَّ وَاظِرٌ اِذَاارْتَكَبْتُهَا تَرَى مَآاَتَيْتُه مِنَ اْلعِصْيَانِ بِهِ عَمَدًا اَوْ خَطَأً اَوْنِسِيَانًا يَاحَلِيْمُ يَاكَرِيْمُ، وَاَسْتَغْفِرُكَ يَالاَاِلهَ اِلاَّ اَنْتَ سُبْحَانَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ رَبِّ اغْفِرْلِيْ وَارْحَمْنِيْ وَتُبْ عَلَيَّ وَاَنْتَ خَيْرُالرَّاحِمِيْنَ، وَاَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كُلِّ فَرِيْضَةٍ وَجَبَتْ عَلَيَّ فِى آنَآءِ اللَّيْلِ وَاَطْرَافِ النَّهَارِ فَتَرَكْتُهَا عَمَدًا اَوْ خَطَأً اَوْنِسِيَانًا اَوْ تَهَاوُنًا وَاَنَا مَسْئُوْلٌ بِهَا وَمِنْ كُلِّ سُنَّةٍ مِنْ سُنَنِ سَيَّدِاْلمُرْسَلِيْنَ وَخَاتَمِ النَّبِيَّيْنَ مُحَمَّدٍ وَصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَرَكْتُهَا غَفْلَةً اَوْسَهْوًا اَوْ جَهْلاً اَوْ تَهَاوُنًا قَلَّتْ اَوْكَثُرَتْ وَاَنَا عَائِدٌ بِهَا، وَاَسْتَغْفِرُكَ يَالاَاِلهَ اِلاَّ اَنْتَ وَحْدَكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ سُبْحَانَكَ رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ لَكَ اْلمُلْكُ وَلَكَ اْلحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ وَاَنْتَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ اْلوَكِيْلُ نِعْمَ اْلمَوْلى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ ، وَلاَحَوْلَ وَقُوَّةَ اِلاَّبِاللهِ اْلعَلِيِّ اْلعَظِيْمِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا وَاْلحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ
Share:

Wednesday, March 6, 2019

Istiqamah Dalam Hidup


Agama adalah tiang kehidupan dan menjadi pegangan bagi setiap manusia dalam menjalani kehidupannya. Tanpa agama, manusia akan sulit menentukan arah hidupnya dengan jelas. Sebagai umat yang memeluk agama Islam, kita perlu untuk selalu mempertebal dan memupuk keimanan serta keyakinan terhadap ajaran agama agar bisa menjadi pribadi yang istiqomah dalam menjalankan segala perintah agama.

Istiqomah artinya menempuh jalan dalam ajaran agama yang lurus, dan tidak menyimpang ke arah manapun selain menuju arah yang lurus. Ini berarti, istiqomah adalah segala bentuk ketaatan terhadap Allah dan meninggalkan semua larangan – Nya.

Dalam salah satu ayat Al – Qur’an Allah telah berfirman sebagai berikut:

“Sesungguhnya orang – orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka istiqomah pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): Janganlah kamu merasa takut dan merasa sedih, dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat, di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan apa yang kamu minta. Sebagai ganjaran bagimu dari Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. Fushshilat 41: 30-32)

Dengan demikian keutamaan bersikap istiqomah dalam beribadah telah ditegaskan dalam Al – Qur’an itu sendiri. Agar bisa mencapai keadaan yang istiqomah dalam beribadah, kita harus memupuknya dengan baik. Lakukanlah langkah – langkah Cara Agar Tetap Istiqomah seperti berikut ini:

1. Memperdalam pemahaman mengenai dua kalimat syahadat

Dua kalimat syahadat adalah ikrar seseorang yang memeluk keyakinan agama Islam. Ini adalah cara kita sebagai umat Islam untuk mengamalkan rukun Islam yang pertama, yaitu ketika mengucap kalimat syahadat berarti kita bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan – Nya. Maka dengan mengucapkan kalimat itu kita berjanji tidak akan menyembah yang lain selain Allah SWT, taat kepada ajaran Allah serta Nabi Muhammad SAW.

2. Memperdalam pengetahuan mengenai Al Qur’an

Salah satu alasan kitab suci umat Islam ini diturunkan adalah untuk memperteguh keyakinan orang – orang yang sudah beriman dengan menjadi petunjuk bagi kehidupan mereka. Sebagaimana tercantum dalam salah satu surat yaitu:

“Katakanlah: Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Qur’an itu dari Rabb-mu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang – orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang – orang yang berserah diri (kepada Allah).” (Surat An – Nahl : 102)

Kurangnya sifat istiqomah seseorang dalam agama Islam biasanya disebabkan karena mereka kurang memperdalam pengetahuan tentang kitab suci ini dan lebih banyak tercebur dalam kehidupan yang diluar agama. Perbanyaklah waktu untuk mempelajari isi Al Qur’an agar ilmu agama semakin kaya dan menjadikannya sebagai tuntunan hidup agar bisa tetap istiqomah dalam beribadah. Salah satu manfaat mempelajari Al Qur’an dengan benar adalah kita jadi mengetahui adab terhadap orang tua yang benar, cara mengabdi kepada suami menurut Islam, dan kedudukan serta peran wanita dalam Islam.

3. Mulai belajar istiqomah dengan beramal

Untuk menjadi seseorang yang bersifat istiqomah dalam beragama, bisa dimulai dari hal – hal yang mendasar terlebih dulu seperti belajar untuk beramal shaleh. Membiasakan diri beramal seperti bersedekah walaupun sedikit adalah langkah awal yang bagus menuju pribadi yang istiqomah. Begitu juga dengan menjalankan shalat sunat, membantu sesama umat Muslim yang sedang dalam kesulitan, mengembangkan ciri – ciri teman yang baik dan tulus pada diri sendiri dan lain – lain. Hal – hal ini adalah cara menjadi pribadi yang baik bagi kita. Kelak amalan – amalan ini dapat ditingkatkan menjadi semakin besar lagi manfaatnya. Beramal juga bisa menjadi cara menghilangkan sifat egois seseorang.

4. Banyak berdoa

Tidak hanya berusaha melakukan berbagai hal agar bisa menjadi pribadi yang istiqomah dalam beragama, doa juga tidak kalah penting. Selalu berdoa agar tetap diberikan petunjuk dalam jalan yang benar akan memperkuat keyakinan terhadap Allah SWT dan ajaran – Nya. Untuk menjadi orang yang selalu tekun beribadah mungkin perlu ada cara merubah sifat yang buruk menjadi lebih baik. Berdoalah agar selalu bisa menjalankan perintah – Nya dan menjauhi semua larangan – Nya. Selalu memanjatkan doa dan meminta petunjuk bisa menjadi cara bersikap sabar dan cara bersikap tenang saat sedang ditimpa masalah.

5. Sering bercermin kepada kisah – kisah Islami

Telah banyak kisah – kisah teladan dalam Islam yang menunjukkan keberanian, kesabaran dan keteguhan hati para tokohnya. Misalnya kisah anak berbakti kepada orang tua dan cerita anak durhaka kepada ibunya yang menggambarkan keutamaan berbakti kepada orang tua yang bisa kita ambil hikmahnya. Dengan mengambil hikmah dari setiap cerita yang kita ketahui, akan dapat menambah keyakinan dan keimanan dalam beragama, serta akan menjadi jalan menjadi pribadi yang istiqomah. Melalui kisah – kisah ini juga kita akan dapat menjadi yakin akan adanya balasan bagi setiap perbuatan dan niat yang baik.

6. Mencari kawan yang sejalan

Meningkatkan pribadi menjadi istiqomah bisa dimulai dari menempatkan diri pada lingkungan yang dipenuhi orang – orang yang bertujuan sama. Orang – orang yang saleh dan mempunyai ciri – ciri orang baik hati adalah tempat yang baik bagi kita untuk mengembangkan sifat istiqomah dalam beragama. Seperti tercantum dalam ayat – ayat berikut ini:

“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang – orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka.” (QS. Hud (12) : 113)

“Hai orang – orang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang – orang yang benar.”(QS. At – Taubah 119)

Bergaul dengan orang – orang soleh akan bisa mendorong motivasi kita untuk selalu berusaha istiqomah dalam beragama dan menjadi cara merubah diri menjadi lebih baik. Kita memerlukan teman yang bisa saling mengingatkan dalam kebaikan dan bukannya keburukan.

7. Bersikap konsisten dalam beribadah

Amalan yang disukai Allah adalah amalan yang dilakukan secara terus menerus dan berlanjut daripada amalan yang dilakukan secara tanggung atau tidak berkelanjutan. Hal ini tercantum dalam salah satu hadits dari Aisyah RA yaitu:

“Amalan yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah amalan yang berkelanjutan walaupun itu hanya sedikit.”

Walaupun sedikit, amalan yang rutin dilakukan lebih baik daripada yang cuma dilakukan sekali – sekali saja. Amalan yang dilakukan secara berkelanjutan akan menjadi ladang pahala dan menjadi perantara dalam mendekatkan diri kepada Allah, juga akan memperbesar ketaatan terhadap segala perintah Allah.

Tujuan hidup menurut Islam adalah untuk beribadah kepada Allah. Bersikap istiqomah dalam beribadah bisa memperbesar peluang untuk mendapatkan pahala, mendekatkan diri kepada Allah dan masuk surga. Karena itulah kita sebagai pemeluk agama Islam perlu memupuknya agar dalam diri kita tumbuh sifat yang istiqomah dan menjadi pribadi yang taat beragama dan beribadah kepada Allah.

Share:

Monday, March 4, 2019

Syekh Sulaiman Ar-Rasuli


SYEKH SULAIMAN AR-RASULI

“Teroeskan membina Tarbijah Islamijah sesoeai dengan peladjaran jang koeberikan..! Tjandoeng, 26 Djuli 1970, Sjech Soelaiman Ar-Rasoeli”.

Begitulah pesan terakhir ulama besar ini yang tertulis pada makamnya, di halaman pesantren salafiyah Madrasah Tarbiyah Islamiyah, Candung. Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli al-Minangkabawi atau Inyiak Canduang -begitu ia dijuluki- lahir di Desa Candung, sekitar 10 km sebelah timur kota Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 1287 H/1871 M.

Ia adalah seorang tokoh ulama dari golongan Kaum Tuo (golongan ulama yang tetap mengikuti salah satu dari empat mazhab fikih) yang gigih mempertahankan ajaran ahl al-sunnah dalam masalah akidah dan fikih. Ayahnya bernama Angku Mudo Muhammad Rasul, adalah seorang ulama yang disegani di daerahnya, sedangkan ibunya, Siti Buliah, seorang wanita yang taat beragama.

Ia yang dikenal oleh para muridnya dengan nama Maulana Syeikh Sulaiman, memperoleh pendidikan awal sejak kecil; terutama pendidikan agama langsung dari ayahnya. Selanjutnya ia belajar di pesantren Tuanku Sami’ Ilmiyah di Desa Baso, tidak jauh dari desanya. Setelah itu ia belajar kepada Syeikh Muhammad Thaib Umar di daerah Sungayang. Pada masa itu masyarakat Minang masih menggunakan sistem pengajian surau atau sistem Salafiyah sebagai sarana transfer pengetahuan keagamaan. Kemudian ia belajar kepada Syeikh Muhammad Thaib Umar dan kepada Syeikh Abdullah Halaban.

Sebelum berangkat ke Mekah pada tahun 1903 M dengan misi tafaqquh fî al-dîn, ia sempat belajar kepada Syeikh Yahya al-Khalidi, Bukittinggi. Ketika tinggal di Mekah, selain kepada Syeikh Ahmad Khatib Abdul Lathif al-Minangkabawi, ia juga belajar kepada para ulama lain, di antaranya: Syeikh Wan Ali Abdur Rahman al-Kalantani, Syeikh Muhammad Ismail al-Fathani, Syeikh Muhammad Zain al-Fathani, Syeikh Ali Kutan al-Kelantani, Syeikh Mukhtar al-Tharid, Syeikh Nawawi al-Bantani, Sayyid Umar Bajened dan Syeikh Sayyid Abbas al-Yamani.

Adapun ulama yang seangkatan dengan Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli ketika di Mekah antara lain adalah Syeikh Utsman Serawak  (w.1921 M), Tok Kenali (w.1933 M), Syeikh Hasan Maksum, Sumatera Utara (w.1936 M), KH. Hasyim Asy’ari (w.1947 M), Syeikh Muhammad Zein Simabur, Mufti Kerajaan Perak Tahun 1955 (w.1957 M), Syeikh Abdul Lathif al-Syakur al-Minangkabawi (w.1963 M). Adapun ulama yang terakhir ini, Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli bertemu dengannya di Mekkah tidak berapa lama, yaitu pada pertengahan tahun 1903. Karena Syeikh Abdul Lathif al-Syakur kembali ke tanah air pada akhir tahun 1903 setelah belajar di Mekkah selama 13 tahun.

Baca Juga :  Mengenal Syekh Salim Bin Sumair, Pengarang Kitab "Safinah"
Sekembalinya Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli dari Mekkah pada tahun 1907 M, ia mulai mengajar berdasarkan sistem pondok yaitu dengan halaqah. Tetapi sesuai dengan perubahan yang terjadi di Minangkabau, pengajian sistem pondok berubah menjadi sistem sekolah, yaitu duduk di bangku pada tahun 1928 dan menggunakan sistem kelas. Walaupun demikian kitab-kitab yang diajarkan tidak pernah diubah sampai saat ini, baik kitab-kitab akidah, tasawuf dan fikih.

Perjuangan

Selain aktif di dunia pendidikan agama, ia juga aktif di kancah politik dan organisasi. Sejak tahun 1921, ia dengan teman akrabnya, Syeikh Abbas dan Syeikh Muhammad Jamil, serta sejumlah ulama Kaum Tuo Minangkabau, membentuk organisasi bernama Ittihâdu Ulamâ Sumatra (Persatuan Ulama Sumatera) yang bertujuan untuk membela dan mengembangkan paham Ahl al-Sunnah wa al-Jamâah. Di samping itu, ia juga gigih mempertahankan ajaran ­Tarekat Naqsyabandiyyah yang sesuai dengan manhaj Ahl al-Sunnah wa al-Jamâah. Sejarah perjuangan Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli adalah dalam mengembangkan sumber daya masyarakat. Secara faktual ada beberapa basis yang dibangun olehnya, sehingga menjadi piranti bagi perjuangan rakyat Sumatera Tengah (mencakup Sumatra Barat, Riau dan Jambi).

Pertama, reformasi sistem pendidikan agama sebagai modal perjuangan rakyat dalam meningkatkan sumber daya manusia. Siklus dari reformasi yang dilakoni Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli ialah membentuk Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI). Proses berdirinya MTI ini didahului dengan musyawarah antara ulama-ulama yang dilaksanakan di Candung pada tanggal 5 Mei 1928. Di antara ulama yang menghadiri rapat ini ialah: Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli, Syeikh Abbas Al-Qadhi dari Ladang Laweh Bukittinggi, Syeikh Ahmad dari Suliki, Syeikh Jamil Jaho dari Padang Panjang, Syeikh Abdul Wahid Ash-Shaleh dari Tabek Gadang, Syeikh Muhammad Arifin dari Batu Hampar, Syeikh Alwi dari Koto Nan Ampek Payakumbuh, Syeikh Jalaluddin dari Sicincin Pariaman, Syeikh Abdul Madjid dari Koto Nan Gadang Payakumbuh. Secara genetik, MTI yang ia dirikan merupakan poros dari eksistensi MTI-MTI yang tersebar di Nusantara, tercatat sampai sekarang ada sekitar 216 MTI yang eksis di Sumatera Barat.

Kedua, pada tanggal 28 Mei 1930 ia memprakarsai berdirinya PERTI (Persatuan Tarbiyah Islamiyah) yang berfungsi sebagai pengelola MTI-MTI yang berada di bawah naungannya. Namun disebabkan gejolak reformasi pada tahun 1946, PERTI yang khittah-nya bergerak sebagai organisasi sosial keagamaan beralih fungsi menjadi partai politik. Peralihan fungsi PERTI ini menjadi partai politik disebabkan argumen KH. Sirajuddin Abbas muridnya “Agama juga harus memberi arah pada perjuangan politik bangsa”. Namun pada tanggal 1 Mei 1969 ia mengeluarkan dekrit agar PERTI kembali kepada khittah-nya sebagai organisasi yang bergerak di bidang sosial dan keagamaan.

Pengaruh

Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli adalah seorang ulama besar yang berpengaruh terhadap kawan maupun lawan. Sejak zaman pemerintahan Belanda, ia sering dikunjungi pemimpin-pemimpin bangsa. Bahkan sebelum Soekarno menjadi presiden hingga berkuasa, sering berkunjung ke rumahnya. Pada zaman kemerdekaan ia sempat diamanatkan oleh Soekarno sebagai anggota Konstituante RI, dan ditempatkan sebagai Dewan Kehormatan dengan menjadi pemimpin sidang pada sidang-sidang Konstituante tersebut. Pada tahun 1947 ia juga diamanatkan oleh Sutan Muhammad Rasyid sebagai kepala Mahkamah Syar’iyyah propinsi Sumatera Tengah. Tugasnya adalah mengurus problematika syar’iyyah dan sekaligus ulama yang berperan sebagai pengobar semangat perjuangan rakyat dalam rangka mempertahankan kemerdekaan negara.

Pada masa itu juga, sebagaimana dituturkan oleh salah seorang muridnya, Abuya Amilizar Amir, bahwa Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli pernah akan ditangkap oleh tentara Belanda. Namun pada saat mengajar, ia berfirasat akan ditangkap. Ketika menyadari hal itu, yang biasanya berada di tempat pengajaran, ia keluar dan berjalan di jalan desanya bukan untuk melarikan diri. Silang beberapa saat, kendaraan yang membawa tentara Belanda yang bertujuan untuk menangkapnya lewat. Tepat dihadapannya tentara Belanda berhenti, ia pun langsung bertanya, “Hendak kemana tuan-tuan semuanya?”

Ketika itu tentara Belanda tidak mengenal wajah Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli. Namun mereka berpatokan kepada siapa yang sedang mengajar di MTI itulah Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli. Dan memang pada hari itu satu-satunya yang mengajar di MTI adalah beliau. Oleh karenanya mereka menjawab, “Kami hendak bertemu dan menangkap Syeikh Sulaiman”. Malah ia menawarkan mereka singgah untuk beristirahat di rumahnya sembari mengatakan, “Alangkah baiknya tuan-tuan singgah terlebih dahulu di rumah saya, karena tuan-tuan pasti akan bertemu dengan orang yang tuan-tuan cari”.

Setelah beristirahat dan berbincang-bincang dengannya, lalu mereka bertanya, “Mana Syeikh Sulaiman yang tuan katakan itu”? Ia menjawab, “Syeikh Sulaiman yang tuan-tuan cari itu adalah saya sendiri”. Mereka merasa terkejut ketika mendengarkan pengakuannya. Tetapi anehnya, mereka mengurungkan niat untuk menangkap tanpa alasan yang jelas. Bahkan, mereka langsung meminta maaf. Inilah di antara bentuk perlindungan Allah Swt kepada seorang ulama.

Karya-karya

Sebagai seorang ulama dan ahli adat, Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli telah melahirkan beberapa karya yang di antaranya banyak dipelajari oleh pelajar Muslim Sumatera dan beberapa kawasan Nusantara lainnya. Di antara karya-karyanya:

Dhiyâ’ al-Sirâj fî al-Isrâ’ wa al-Mi’râj
Tsamarah al-Ihsân fî Wilâdah Sayyid al-Insân
Dawâ’ al-Qulûb fî Qishshah Yusuf wa Ya’qûb
Risâlah al-Aqwâl al-Wasithah fî al-Dzikr wa al-Râbithah
Qaul al-Bayân fî Tafsîr al-Qur’ân
Al-Jawâhir al-Kalâmiyyah
Al-Aqwâl al-Mardhiyyah
Sabîlu al-Salâmah fî Wird Sayyid al-Ummah
Aujaz al-Kalâm fî Arkân al-Shiyâm
Perdamaian Adat dan Syara’
Pengangkatan Penghulu di Minangkabau
Kisah Muhammad Arif dan belasan karya tulis lainnya.

Ia wafat pada 29 Jumadil Awal 1390 H/ 1 Agustus 1970 M. Pada hari pemakamannya, diperkirakan ada tiga puluh ribu umat Islam hadir. Termasuk para pemimpin dari dalam negeri, bahkan dari Malaysia. Bendera Merah-Putih dikibarkan setengah tiang selama 3 hari berturut-turut. Kepergiannya meninggalkan duka yang dalam bagi rakyat Indonesia, karena hilangnya salah seorang ulama yang kharismatik. Jasanya sebagai perintis kemerdekaan dan pengemban agama Islam tidak dapat dinilai hanya dengan penghargaan Oranye Van Nassau dari pemerintah Belanda, Bintang Sakura dari pemerintah Jepang, serta penobatan sebagai pahlawan perintis kemerdekaan dan dianugerahi tanda penghargaan sebagai ulama pendidik. Namun yang lebih penting adalah bagaimana semua komponen masyarakat mengintegrasikan nilai-nilai perjuangan Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.

Share:

Konsultasi dengan Gus Abduh

Data Kunjungan