Melatih dan Mencerahkan Jiwa

Sunday, February 17, 2019

Asal Segala Sesuatu Itu Boleh


TAFSIR SURAT AL BAQARAH : 29
هُوَ ٱلَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعٗا ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰٓ إِلَى ٱلسَّمَآءِ فَسَوَّىٰهُنَّ سَبۡعَ سَمَٰوَٰتٖۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ 
Dialah (Allah), yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. ( QS. Al-Baqarah: 29)
            Maksudnya, Dia menciptakan segala sesuatu di muka bumi ini sebagai suatu kebaikan dan kasih sayang untukmu agar diambil manfaatnya, dinikmati, dan dijadikan pelajaran.
            Ayat yang mulia ini merupakan  sebuah dalil yang menunjukkan bahwasanya setiap hal itu pada dasarnya adalah mubah dan suci, karena disebutkan dalam kerangka suatu anugerah. Dengan nash tersebut, maka hal-hal yang kotor tidak termasuk di dalamnya, dan sesungguhnya keharaman hal-hal yang kotor itu pun telah diambil dari pemahaman utama ayat ini (fahwa al-ayat), penjelasan akan maksudnya dan bahwasanya Allah menciptakannya untuk kemaslahatan kita, maka apa pun yang ada bahayanya dalam hal itu maka tidak termasuk di dalamnya, dan sebagai penyempurnaan nikmatnya, Dia melarang kita dari hal-hal yang kotor demi untuk membersihkan kita, dan firmanNya,
ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikanNya tujuh langit. Dan Dia Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Baqarah: 29)
— Kata “اسْتَوَىٰ ”(istawa) yang disebutkan dalam al-Qur’an, hadir dengan tiga arti: terkadang tidak dijadikan kata kerja muta’addi (yang membutuhkan obyek) dengan huruf yang berarti kesempurnaan dan kepurnaan, sebagaimana firmanNya tentang Musa ‘alaihis salaam,
وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَاسْتَوَىٰ
“Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya.” (Al-Qashash: 14)
            Terkadang juga bermakna “ ‘alaa wa irtafa’a ” (tinggi dan jauh di atas), hal ini bila kata kerja ini dijadikan kata kerja muta’addi dengan ‘alaa seperti firman Allah (yaitu),
الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ
“Tuhan yang Maha Pemurah, Yang bersemayam (tinggi) di atas ‘Arsy.” (Thaha: 5)
لِتَسْتَوُوا عَلَىٰ ظُهُورِهِ
“Supaya kamu duduk di atas panggungnya.” (Az-Zukhruf: 13)
            Dan juga terkadang berarti “bermaksud” sebagaimana bila dijadikan kata kerja muta’addi (transitif) dengan “ilaa” yaitu kepada, sebagaimana yang ada pada ayat ini, yaitu ketika Allah Subhaanahu wa Ta’ala telah menciptakan bumi, Dia bermaksud menciptakan langit dan dijadikannya tujuh langit, maka Dia menciptakannya, menyeimbangkannya, dan mengukuhkannya.
وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dan Allah Mahatahu akan segala sesuatu,”(Al-Baqarah: 29)
            Dia mengetahui apa yang masuk dalam bumi dan apa yang keluar darinya, mengetahui apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya, dan “Dia mengetahui (juga) apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian perlihatkan” dan Dia mengetahui yang rahasia dan yang tersembunyi.
            Sangat sering sekali Allah menyandingkan penciptaanNya terhadap sesuatu dengan penetapan akan ilmuNya sebagaimana dalam ayat ini dan juga dalam firman Allah Subhaanahu wa Ta’ala,
أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِي
“Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (Al-Mulk: 14),
            Karena penciptaan Allah terhadap makhluk-makhluk adalah dalil yang paling jelas akan pengetahuan, hikmah, dan kekuasaanNya. [ Sumber : Tafsir Assa’di ]

Share:

0 comments:

Post a Comment

Konsultasi dengan Gus Abduh

Data Kunjungan