Melatih dan Mencerahkan Jiwa

Dr. KH. Abduh Al-Manar, M.Ag.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Irsyadiyah. Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

Pondok Pesantren Al-Irsyadiyah

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

PAUD Al-Irsyadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

MI Al-Irsyadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

MTS Al-Iryadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

Wednesday, February 27, 2019

Menjaga Kehormatan Umat


                Umat Islam dianjurkan untuk menjaga kehormatan sesama umat dengan cara saling menyayangi dan melindungi baik secara mental spiritual sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Hijir ayat 88 maupun Al-Maidah ayat 32 agar sesama umat Islam bahkan sesama umat manusia lainnya harus menjaga fisik raga agar tidak disakiti apalagi sampai menumpahkan darah 
[pembunuhan].
Al Hijir : 88 :
لَا تَمُدَّنَّ عَيۡنَيۡكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعۡنَا بِهِۦٓ أَزۡوَٰجٗا مِّنۡهُمۡ وَلَا تَحۡزَنۡ عَلَيۡهِمۡ وَٱخۡفِضۡ جَنَاحَكَ لِلۡمُؤۡمِنِينَ 
Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.
Al Maidah : 32 :
مِنۡ أَجۡلِ ذَٰلِكَ كَتَبۡنَا عَلَىٰ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ أَنَّهُۥ مَن قَتَلَ نَفۡسَۢا بِغَيۡرِ نَفۡسٍ أَوۡ فَسَادٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ ٱلنَّاسَ جَمِيعٗا وَمَنۡ أَحۡيَاهَا فَكَأَنَّمَآ أَحۡيَا ٱلنَّاسَ جَمِيعٗاۚ وَلَقَدۡ جَآءَتۡهُمۡ رُسُلُنَا بِٱلۡبَيِّنَٰتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرٗا مِّنۡهُم بَعۡدَ ذَٰلِكَ فِي ٱلۡأَرۡضِ لَمُسۡرِفُونَ 
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.
            Betapa pentingnya menjaga kasih sayang dan menghargai jiwa raga sesama umat Islam, Rasulullah SAW bersabda :
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
عن أبي موسى رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه و آله و سلم (المؤمن للمؤمن كالبنيان يشدّ بعضه بعضا) وشبك بين أصابعه. متفق عليه
            Dari Abu Musa RA, Rasulullah SAW bersabda “Seorang mukmin dengan mukmin lainnya seperti satu bangunan yang satu sama lain saling menguatkan” kemudian beliau menggeggamkan jari-jarinya(Muttafaqun Aleih)
            Hadist ini adalah suatu hadist yang pertama yang berbicara tentang kehormatan orang muslim dan hal-hal yang wajib di pahami dan di agungkan setiap muslim yang satu kepada muslim lainnya. Kita lihat bahasa hadist yang pertama المؤمن للمؤمن orang  mukmin  yang satu dengan yang lainnya . Saya kepada anda, anda kepada saya, kita kepada tetangga kita yang muslim, ini di kasih suatu gambaran oleh baginda Rasul perumpamaan.
            Perumpamaan disini  كالبنيان seperti bangunan. Bangunan yang terdiri isinya dari batu, pasir, tanah, semen, besi, atau apapun sehingga bisa menjadi bentuk bangunan. Ini kita di beri contoh oleh Rasul agar otak kita mudah menangkapnya. Muslim satu atau mukmin satu dengan yang lainnya seperti bangunan. Yang mana bangunan tadi kalau sudah kokoh sulit untuk di robohkan.
            Gambaran ini saudara namanya gambaran yang terlihat oleh kasat mata kita, yang bisa di ketahui oleh nalar pikiran kita. Tapi yang di maksud Rasul muslim satu dengan lainnya bukan bangunan. Tapi yang di maksud hubungan antara kita dengan lainnya sesama muslim, orang yang beriman wajib saling mencintai, saling memberi, saling menasehati, saling mengagungkan.
            Muslim atau Mukmin jikalau bersatu akan menjadi kuat seperti bangunan tadi. يشدّ بعضه بعضا satu dengan yang lainnya saling mengeratkan, saling mendukung, كالبنيان يشدّ بعضه بعضا sebagian yang lain mampu kepada sebagian yang lainnya yang tidak mampu. Sehingga Islam itu menjadi kuat. Bahkan di beri permisalan atau percontohan oleh baginda Nabi kita Muhammad Saw. Dalam hadist yang sangat singkat ini ada 2 percontohan. Yang dua-dua nya percontohan hissi. Kalau tadi seperti bangunan,  pada ujung hadist ini yaitu Rasul memasukan jari-jarinya dari satu tangan ke jari-jari tangan yang sebelah kiri, ini percontohan juga. Kalau tadi bangunan satu permisalan, dalam hadist yang singkat ini Nabi beri contoh lagi.
            Kalau gambaran dari Rasul seperti bangunan dan mengeratkan jarinya. Allah sebut dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 10 :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
            Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
            Anda kalau pergi ke Amerika di sana ada orang muslim itu saudara anda. Orang Indonesia pergi ke Inggris ketemu orang muslim disana saudara. Orang Inggris, orang Yaman, orang manapun kalau dia beriman datang ke negeri kita dia saudara kita. Kita lihat bagaimana pergerakan dakwah begitu mudah. Sayyidil Habib Umar bisa datang ke negeri kita di sambut melebihi sambutan kita kepada Ibu Bapak kita. Beliau dari Indonesia pergi ke Thailand, dari Thailand pergi ke Malaysia, pergi ke Amerika, pergi ke Afrika semua menyambut. Itulah jati diri orang yang beriman semuanya bersaudara. Tidak ada masalah, bahasa Batak, bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Medan, bahasa Sumatra, bahasa Kalimantan, bahasa Afrika, bahasa Asia  semuanya tidak ada masalah, yang terpenting kalian bersaudara ketika beriman kepada Allah Swt. Itu yang di maksud seperti bangunan kokoh.
            Oleh karenanya ulama banyak mengatakan hubungan saudara sesama agama itu lebih utama dari hubungan darah. Sahabat ketika di usir oleh Ibu Bapaknya karena ketahuan beriman mereka tidak berkecil hati, tidak bersedih,  seorang Mus’ab bin Umair orang kaya raya anak kesayangan Bapak dan Ibunya ketika dia ini ketahuan beriman kepada Allah Swt, di usir dari rumahnya dan punya baju hanya yang menempel di badan. Tapi hatinya senang karena di sambut oleh orang-orang beriman. Dia punya saudara yang hubungannya lebih kuat dari pada kekeluargaan. Kita lihat para sahabat dari kampungnya di usir pindah ke Madinah, di sana di sambut. Makanya kita harus jaga hubugan persaudaraan di bawah bendera
لآ اِلَهَ اِلّا اللّهُ مُحَمَّدٌ رَسُوُل اللّهِ
         Sampai Nabi memperingatkan jangan saling membenci, jangan saling tipu menipu, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara  الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ  Muslim itu bersaudara bagi muslim yang lainnya, Jangan menzaliminya dan jangan memasrahkannya (HR. Bukhori-Muslim)
            Taqwa itu bukan di baju, bukan di wajah, bukan di kulit, bukan di bahasa, Taqwa itu di hati kata Nabi. Cukup kalau si fulan itu bukan orang baik dia berdosa ketika dia meremehkan saudaranya yang muslim.
            Dulu Imam Abdurrahman bin Auf yang kalau kita buka sejarahnya beliau itu orang kaya, sampai ketika beliau berjuang bersama Rasul di kota Madinah itu di waktu pagi kata Sayyidatuna Aisyah berisik sekali, ternyata Abdurrahman bin Auf membawa 700 Onta dari Syam ke kota Madinah di beri untuk Rasulullah. Kalau memberi uang kepada Rasul karungan(banyak sekali). Waktu beliau meninggal dunia beliau menulis wasiat. Duit saya, emas saya, harta saya bagikan terutama keluarganya Rasulullah. Istri-istri nya Rasulullah.
            Di Mekkah juga jadi orang kaya, ketika hijrah ke Madinah jatuh miskin tidak punya apa-apa hanya pakaian yang menempel di badan. Lalu Rasul mempersaudarakan orang-orang Anshor Madinah dengan kaum Muhajirin. Nabi tunjuk Saad bin Rabi’ Al-Anshory kamu bersaudara  dengan Abdurrahman bin Auf. Maka di bawa kerumahnya oleh Saad bin Rabi’. Wahai Abdurrahman kamu sekarang saudara saya, saya ini orang paling kaya di Madinah. Tapi hari ini, semua harta saya saya belah jadi dua, saya beri setengah buat engkau setengah buat saya. Kata Sa’ad bin Rabi’ dan saya mempunyai 2 istri, engkau lihat mana yang cocok, engkau sebut nanti saya ceraikan  saya beri untuk engkau. Akhirnya Abdurrahman bin Auf memulai dagang kembali dan menjadi orang kaya raya.
                Demikian indahnya ajaran Islam, saling kasih sayang sesama umat Islam dan saling menjaga kehormatannya.


Share:

Monday, February 25, 2019

Peran Wanita Dalam Islam


          Islam memberikan tempat yang mulia bagi wanita dan Islam menyetarakan kedudukan wanita dengan kaum pria. Dalam al-Qur‟ān sendiri tidak ditemui satu buktipun pun tentang apa yang disampaikan dalam kitab-kitab suci lain bahwa wanita diciptakan lebih rendah dari pria atau bahwa Hawa diciptakan dari salah satu tulang rusuk kiri Adam. Di samping itu, dalam Islam tidak ada satu pun hal yang dapat digunakan untuk memandang rendah dan pun yang meremehkan wanita berkenaan dengan kodrat dan bawaanya sebagai mana yang dijelaskan dalam ayat berikut ini :
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allāh dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allāh; Sesungguhnya Allāh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. al-Taubah :71)”
            Memang wanita adalah hamba Allah yang lemah dibandingkan dengan laki-laki, meskipun demikian wanita dalam islam memiliki peran amat besar dalam kehidupan masyarakat dan agama. Tanpa keberadaan wanita, kehidupan di dunia tidak akanberjalan semestinya karena wanita adalah pencetak generasi yang baru. Apabila muka bumi ini hanya ditinggali oleh laki-laki, maka mungkin kehidupan sudah berakhir sejak zaman dahulu. Oleh sebab itu, keberadaan dan peran wanita tidak bisa diremehkan dan diabaikan, karena sesungguhnya dibalik semua rangkaian dan keberhasilan di situ ada peran wanita. Wanita memiliki peranan penting dalam kehidupan keluarga ekonomi, politik, pendidikan, agama dan sosial budaya. Adapun peran wanita dalam islam dijelaskan sebagai berikut :

Peran Wanita Sebagai Seorang Anak
            Dalam sebuah keluarga, anak perempuan layak mendapatkan posisi dan perlakuan yang sama dengan anak laki-laki. Seorang anak perempuan dalam keluarganya berperan sebagai pemelihara tradisi, nilai-nilai dan norma yang ada pada keluarga dan masyarakat. Anak peremopuan yang memiliki sifat lembut berperan menjaga kemuliaan keluarganya dengan menjaga diri dan kehormatannya serta menuntut ilmu intuk membahagiakan orangtuanya. Anak perempuan juga berperan dalam membantu tugas-tugas rumah tangga dalam keluarganya.
Peran Wanita Sebagai Seorang Isteri
            Setelah menikah, seorang anak perempuan tidak hanya berperan penting bagi keluarganya melainkan juga berperan dalam kehidupan suaminya dan anak-anaknya kelak. Seorang istri yang shalehah 9baca ciri-ciri istri shalehah) memiliki peranan penting dibalik seorang suami yang shaleh terutama saat suaminya memperoleh kesuksesan maupun mendapatkan ujian.
            Seorang istri berperan dalam mengurus kebutuhan suaminya dan mendukungnya serta memberikan nasihat untuk kemanjuan sang suami. Ia juga berperan dalam mendukung sang suami saat tertimpa musibah atau masalah yang menyebabkan jiwanya tergoncang sehingga tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri. Seorang Istri yang shalehah akan selalu memberi dorongan untuk terus maju memberi dukungan pada suaminya agar tetap semangat dalam menapaki ujian dan berusaha menenangkannya agar ia tetap sabar dan bersyukur. (baca membangun rumah tangga dalam islam)
            Di antara kewajiban dan peran istri terhadap suami adalah sebagai berikut :
Taat kepada Suami dalam hal kebaikan, Tidak Keluar rumah melainkan atas izin suami, Tidak menjauhi tempat tidur suami, Ridho dengan apa yang Allah berikan.kepadanya,  Berhias dan memakai wangi-wangian saat suami berada di rumah, Melaksanakan tugas-tugas rumah tangga.dan mengurus anak-anak, Berlemah lembut dalam bersikap dan bertutur kata manis.

Peran Wanita Sebagai Seorang Ibu
            Begitu pentingnya tugas ibu dan peranannya bagi seseorang hingga Rasulullah SAW bersabda bahwa surga ada di telapak kaki ibu dan ibu adalah orang yang harus dihormati sebelum ayah. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut ini :
            “Wahai Rasulullah siapakah di antara manusia yang paling berhak untuk aku berbuat baik kepadanya? Rasulullah menjawab ; ‘Ibumu’, kemudian siapa? ‘Ibumu’, jawab beliau. Kembali orang itu bertanya, kemudian siapa? ‘Ibumu’, kemudian siapa, tanya orang itu lagi, ‘kemudian ayahmu’, jawab beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim).

            Sebagai mana yang kita ketahui wanita adalah guru pertama bagi seorang anak, sebelum ia dididik oleh orang lain. Sejak Allah meniupkan ruh pada rahim seorang wanita, proses pendidikan anak sudah dimulai. Seorang ibu berperan mendidik anaknya sejak ia masih dalam kandungan dan membiasakannya dengan kebiasaan yang sesuai dengan agama islam. Adapun pendidikan yang seharusnya ditanamkan seorang ibu pada anaknya mencakup hal-hal berikut ini:

a. Pendidikan Akidah
            Seorang ibu berperan menanamkan akidah sedini mungkin pada anaknya sehingga anak tersebut dapat mengetahui bahwa kita hidup tidak semau kita dan perilaku kita diawasi oleh Allah SWT. Seorang ibu juga harus menyakinkan pada anak siapa dirinya dan untuk apa ia hidup serta siapa yang wajib ia sembah. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menanamkan keenam hal dalam rukun iman sejak dini pada sang anak.

b. Pendidikan Ibadah
            Pendidikan ibadah dimulai sejak masa kehamilan dimana ibu mengajarkan calon bayinya untuk melaksanakan ibadah sehari-hari seperti sholat baik shalat wajib maupun sunnah (baca macam-macam shalat sunnah), puasa (baca puasa ramadhan dan keutamaan puasa senin kamis ), bersedekah (baca keutamaan bersedekah), membaca Alquran (baca manfaat membaca alqur’an), berdoa (baca penyebab doa tidak dikabulkan) , berdzikir (baca keutamaan berdzikir), dan lain sebagainya bahkan berpuasa jika ia mampu.
Walaupun calon anak belum memahami apa yang dilakukan oleh ibunya,hingga ia dewasa. Anak yang diajarkan untuk beribadah sejak dini tidak akan merasa berat atau kesulitan untuk mengerjakan ibadah ketika ia beranjak dewasa kelak karena ia sudah terbiasa melihat dan mendengar ibunya melaksanakan ibadah.

c. Pendidikan Akhlak
            Pembiasaan akhlak yang baik pada seorang anak tidak perlu menunggu anakhingga ia dewasa. Seorang ibu berperan menanamkan pendidikan akhlak pada anaknya sejak usia dini. Jika sejak berada dalam kandungan seorang anak dibiasakan untuk menghargai dan mencintai orang lain, maka ketika ia lahir, ia pun akan berusaha untuk menghargai dan mencintai orang lain. Seorang ibu juga dapat menanamkan dan mencontohkan sifat atau akhlak mulia seperti sifat sabar, tawadlu, rendah hati, pemurah, suka menolong orang lain dan lainnya agar ketika dewasa akhlak itu telah melekat pada dirinya.

Share:

Sunday, February 24, 2019

Janji Allah Itu Benar


Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman:
فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّـهِ حَقٌّ ۖ وَلَا يَسْتَخِفَّنَّكَ الَّذِينَ لَا يُوقِنُونَ
Dan bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu. (QS. Ar-Rum [30]: 60).
            Keyakinanmu akan janji Tuhanmu membuatmu bersabar. Sedangkan mendengarkan orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Allah membuatmu kecewa.
            Berikut ini kisah nyata ini terjadi di Jawa Tengah. Hari itu, seorang lelaki tengah mengengkol vespanya. Tapi tak kunjung bunyi. “Jangan-jangan bensinnya habis,” pikirnya. Ia pun kemudian memiringkan vespanya. Alhamdulillah… vespa itu bisa distarter.
“Bensin hampir habis. Langsung ke pengajian atau beli bensin dulu ya? Kalau beli bensin kudu muter ke belakang, padahal pengajiannya di depan sana,” demikian kira-kira kata hati lelaki itu. Ke mana arah vespanya? Ia arahkan ke pengajian. “Habis ngaji baru beli bensin.”

“Ma naqashat maalu ‘abdin min shadaqah, bal yazdad, bal yazdad, bal yazdad. Tidak akan berkurang harta karena sedekah, bahkan ia akan bertambah, bahkan ia bertambah, bahkan ia bertambah,” kata Sang Kyai di pengajian itu, yang ternyata membahas sedekah.
Setelah menerangkan tentang keutamaan sedekah, Sang Kyai mengajak hadirin untuk bersedekah. Lelaki yang membawa vespa itu ingin bersedekah juga, tetapi uangnya tinggal seribu rupiah. Uan g segitu, di zaman itu, hanya cukup untuk membeli bensin setengah liter.
Syetan mulai membisikkan ketakutan kepada lelaki itu, “Itu uang buat beli bensin. Kalo kamu pakai sedekah, kamu tidak bisa beli bensin. Motormu mogok, kamu mendorong. Malu. Capek.”
Sempat ragu sesaat, namun lelaki itu kemudian menyempurnakan niatnya. “Uang ini sudah terlanjur tercabut, masa dimasukkan lagi? Kalaupun harus mendorong motor, tidak masalah!”

Pengajian selesai. Lelaki itu pun pulang. Di tengah jalan, sekitar 200 meter dari tempat pengajian vespanya berhenti. Bensin benar-benar habis.
“Nah, benar kan. Kalo kamu tadi tidak sedekah, kamu bisa beli bensin dan tidak perlu mendorong motor,” syetan kembali menggoda, kali ini supaya pelaku sedekah menyesali perbuatannya.
Tapi subhanallah, orang ini hebat. “Mungkin emang sudah waktunya ndorong.” Meski demikian, matanya berkaca-kaca, “Enggak enak jadi orang susah, baru sedekah seribu saja sudah dorong motor.”

Baru sepuluh langkah ia mendorong motor, tiba-tiba sebuah mobil kijang berhenti setelah mendahuluinya. Kijang itu kemudian mundur.
“Kenapa, Mas, motornya didorong?” tanya pengemudi Kijang, yang ternyata teman lamanya.
“Bensinnya habis,” jawab lelaki itu.
“Yo wis, minggir saja. Vespanya diparkir. Ayo ikut aku, kita beli bensin.”
Sesampainya di pom bensin, temannya membeli air minum botol. Setelah airnya diminum, botolnya diisi bensin. Satu liter. Subhanallah, sedekah lelaki itu kini dikembalikan Allah dua kali lipat.
“Kamu beruntung ya” kata sang teman kepada lelaki itu, begitu keduanya kembali naik Kijang.
“Untung apaan?”
“Kita menikah di tahun yang sama, tapi sampeyan sudah punya 3 anak, saya belum”
“Saya pikir situ yang untung. Situ punya Kijang, saya Cuma punya vespa”
“Hmm.. mau, anak ditukar Kijang?”

Mereka kan ngobrol banyak, tentang kesusahan masing-masing. Rupanya, sang teman lama itu simpati dengan kondisi si pemilik vespa.
Begitu sampai… “Mas, saya enggak turun ya,” kata pemiliki Kijang. Lalu ia merogoh kantongnya mengeluarkan sebuah amplop.
“Mas, titip ya, bilang ke istrimu, doakan kami supaya punya anak seperti sampeyan. Jangan dilihat di sini isinya, saya juga belum tahu isinya berapa,” bonus dari perusahaan itu memang belum dibukanya.
Sesampainya di rumah. Betapa terkejutnya lelaki pemilik Vespa itu. Amplop pemberian temannya itu isinya satu juta rupiah. Seribu kali lipat dari sedekah yang baru saja dikeluarkannya.

Sungguh benar firman Allah, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 261).
[ Sumber Kisah : https://aslibumiayu.net ]

Share:

Wednesday, February 20, 2019

Amal Yang Disukai Allah

           
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan sholat, sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang sabar” (QS,2,153). “Sesungguhnya sholat itu mencegah perbuatan keji dan munkar,  sesungguhnya dzikrullah (sholat) adalah lebih besar ..” (QS, 29:45). “Dan orang-orang yang memelihara sholatnya, mereka itu kekal di surga lagi dimuliakan”. (QS, Al Maarij ; 34-35).
            Salah satu kewajiban muslim adalah sholat 5 waktu, pada waktu yang ditentukan, “Sesungguhnya sholat itu adalah fardu yang di tentukan waktunya atas orang-orang beriman” (QS, 4:103) “.“Pekerjaan yang paling disukai Allah adalah shalat tepat waktu, berbuat baik kepada Ibu  Bapak dan setelah itu berjihad (berbuat baik) di jalan Allah” (Bukhari, Muslim). Adapaun uraian singkat mengenai sholat 5 waktu sebagai berikut :
            1. Sholat Ashar
            Waktu Ashar, ……Dan waktu sholat Ashar adalah sebelum Mega berubah menjadi menguning “ (HR. Muslim)..
Rasulullah bersabda, ‘Apabila salah seorang di antara kamu mendapatkan satu sujud (satu rakaat) dari shalat ashar sebelum matahari terbenam, maka hendaklah ia menyempurnakan shalatnya…” (HR. Bukhari). “ ….. Dan tidak boleh sholat setelah shalat Ashar, hingga matahari terbenam” (HR. Ad Darimi)
            Manfaat Ashar, “Siapa saja yang sholat Subuh dan Ashar, ia masuk surga” (HR. Muslim). “Tidak akan masuk neraka, orang yang melaksanakan sholat sebelum matahari terbit (subuh) dan sebelum tenggelamnya (Ashar)” (HR. Muslim)
            Ancaman tidak sholat ashar,  Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Orang yang tertinggal oleh shalat ashar seolah-olah ia dirampas (kehilangan) keluarganya dan hartanya.“ (HR. Bukhari). Barangsiapa meninggalkan shalat Ashar dengan sengaja maka Allah akan menggagalkan amalannya (usahanya)” (HR. Bukhari)
            Manfaat Sunah Ashar, “Allah memberikan rahmat kepada orang yang melaksanakan shalat qabliyah / sunah Ashar empat rakaat” (HR. Abu dawud). “Siapa yang melaksanakan shalat (sunah) empat rakaat sebelum Ashar , Allah mengharamkan atasnya api neraka” (HR. Ath Thabrani)
            2. Sholat Magrib
            Waktu magrib, Salamah berkata, “Kami shalat maghrib bersama Nabi apabila matahari telah tertutup oleh tabir (yakni sewaktu matahari telah hilang dari horison).“ (HR Bukhori). “……..dan waktu Magrib adalah selama belum hilang warna merah di langut barat” (HR. Muslim)
            Manfaat Sholat Magrib, “Umatku senantiasa dalam keadaan fitrah selama tidak mengakhirkan sholat magrib sehingga terlihat bintang-bintang (malam)” (HR. At Thabrani)
            Sholat sunah Magrib, “Kami biasa melaksanakan shalat (sunah) dua rakaat pada masa Nabi setelah matahari tenggelam, yakni setelah masuk waktu magrib”. (HR. Muslimi). “Shalat yang paling utama disisi Allah adalah sholat Magrib, maka siapa yang melaksanakan shalat (sunah) dua rakaat setelahnya Allah akan membangun rumah untuknya di surga” (HR. At Thabrani).
            3. Sholat Isya
            Waktu Sholat Isya, “Lakukanlah shalat Isya antara hilangnya warna merah di barat hingga sepertiga malam” (HR. An Nasa’i).
Lebih baik sholat diawal waktu, namun untuk Isya bisa juga agak mundur jika masih ada keperluan, “Sesungguhnya Rasulullah tidak melarang sholat Isya di akhir waktu hingga pertengahan malam. Dan beliau tidak menyukai tidur sebelum Isya, juga tidak menyukai berbincang – bincang (ngobrol) setelah Isya” (HR. Muslim)”Nabi mengakhirkan shalat isya pada bagian waktu yang akhir”.(HR. Bukhori) “Nabi senang mengakhirkannya.“ (HR Bukhori).
            Manfaat sholat isya ;
            1. Pahala yang besar.  “Sholat terberat adalah sholat Isya dan Subuh, padahal seandainya mereka mengetahui pahala kedua sholat tersebut, tentu mereka akan mendatanginya walaupun harus merangkak”. (HR Ahmad)
            2. Pahala sholat separo malam, “Barang siapa melaksanakan sholat Isya secara berjamaah, maka ia seperti sholat malam separoh malam……” (HR Muslim).
            3. Bebas dari Munafik dan syirik, “Barangsiapa berjamaah dalam shalat subuh dan Isya maka baginya dua kebebasan, yaitu kebebasan dari kemunafikan dan kebebasan dari kemusyrikan” (HR. Abu Hanifah)

Larangan pada sholat isya, “Jika salah satu dari kalian (kaum perempuan) datang menunaikan shalat Isya berjamaah, maka janganlah memakai wewangian”. (HR. An Nasa’i)
            Sholat sunah Isya. “Barang siapa secara rutin mengerjakan duabelas rakaat shalat sunnah, akan dibangunkan rumah di Surga : Empat rakaat sebelum Dzuhur, Dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah magrib, dua rakaat sesudah Isya, dan dua rakaat sebelum Subuh” ( HR. Bukhari)
            4. Sholat Subuh.
            Sebelum sholat Subuh sebaiknya di awali dengan sunah Fajar/subuh, “Sholat sunah Fajar tidak dilakukan kecuali bila sudah masuk waktu Subuh / selesai azan Subuh” (HR Muslim). “Dua rokaat sholat sunah Fajar adalah lebih baik dari pada dunia dan seisinya”.(HR Muslim). “Dua rakaat itu lebih aku sukai dari pada dunia dan seluruh isinya” (HR Muslim).
“Barang siapa yang belum melaksanakan sholat dua rokaat sunah Fajar, hendaknya melaksanakannya setelah matahari terbit”. (HR Syaukani)*. “ Dua rokaat sholat sunah Fajar janganlah engkau tinggalkan, walaupun engkau dalam perjalanan yang jauh” (HR Ahmad).
            Waktu sholat Subuh “Dan waktu shalat subuh adalah dari fajar sampai sebelum matahari terbit. Pada saat matahari terbit, maka janganlah kamu shalat”.(HR. Muslim). “Bersabarlahkamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah (sholat) dengan memuji Tuhanmu , sebelum terbit matahari (Subuh) dan sebelum terbenamnya matahari” (Ashar). ( QS 20:130).
            “Barang siapa yang mendapatkan satu rokaat sholat Subuh sebelum matahari terbit, maka ia telah mendapatkan Subuh “( HR. Bukhori). “ Tidak boleh sholat setelah sholat subuh hingga matahari terbit (setinggi busur panah)…..  ” (HR Ad Darimi)
            Manfaat sholat subuh;
            a. Dalam jaminan Allah, ”Barangsiapa yang melaksanakan sholat Subuh, maka ia berada dalam jaminan Allah, maka jangan sampai Allah menarik kembali jaminan Nya kepada kalian dengan sebab apapun”. (HR Muslim).
            b. Mendapat pahala yang besar, “Sholat terberat adalah sholat Isya dan Subuh, padahal seandainya mereka mengetahui pahala kedua sholat tersebut, tentu mereka akan mendatanginya walaupun harus merangkak”. (HR Ahmad)*
            c. Masuk surga, “Siapa saja yang sholat Subuh dan Ashar, ia masuk surga” (HR Muslim). “Tidak akan masuk neraka, orang yang melaksanakan sholat sebelum matahari terbit /subuh dan sebelum tenggelamnya/Ashar” (HR Muslim)
            d. Diangkat ke tempat terpuji, “Dirikanlah sholat sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam, dan dirikan pula sholat Subuh, sesungguhnya sholat Subuh disaksikan oleh malaikat” (QS 17:78). “Mudah-mudahan Allah mengangkat kamu ke tempat yang terpuji” (QS 17:79).
            e. Pahala sholat sepenuh malam. “….Dan barang siapa melaksanakan sholat Subuh berjamaah, maka ia seperti sholat malam, satu malam penuh” (HR Muslim).
             5. Sholat Zhuhur.
            Waktu Zhuhur. “Waktu sholat Zhuhur adalah ketika matahari condong, sampai bayangan seseorang sama dengan panjang tubuhnya, sebelum waktu Ashar tiba” (HR Muslim). Rasul bersabda : “Tunggu redup…. tunggu redup,… Matahari yang sangat panas adalah percikan api neraka jahanam, maka tahanlah shalat kalian hingga kita melihat bayangan menjadi condong” (HR. Bukhari)
            Manfaat Sholat Sunah Zhuhur, “Siapa yang sholat (sunah) empat rakaat sebelum Zhuhur dan empat rakaat setelah Zhuhur, maka Allah swt mengharamkannya masuk neraka” (HR. Abu Dawud).
            “Barang siapa secara rutin mengerjakan duabelas rakaat shalat sunnah, akan dibangunkan rumah di Surga : Empat rakaat sebelum Dzuhur, Dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah magrib, dua rakaat sesudah Isya, dan dua rakaat sebelum Subuh” ( HR. Bukhari)
            Semoga pekerjaan atau amal-amal ini dapat dilakukan sepanjang hidup sehingga kita mendapatkan kebahagian dunia akhirat dan mendapatkan jaminan kehidupan yang lebih indah baik di dunia maupun di akhirat kelak. Aamiin
Share:

Monday, February 18, 2019

Syekh Abdush Shamad Al Palimbani


Syeikh Abdush Shamad al-Palimbani

                Dalam percaturan intelektualisme Islam Nusantara –atau biasa juga disebut dunia Melayu– khususnya di era abad 18 M, peran dan kiprah Syeikh Abdush Shamad Al-Palimbani tak bisa dianggap kecil. Syeikh Al-Palimbani, demikian biasa ia disebut banyak kalangan, merupakan salah satu kunci pembuka dan pelopor perkembangan intelektualisme Nusantara. Ketokohannya melengkapi nama-nama ulama dan intelektual berpengaruh seangkatannya semisal Al-Raniri, Al-Banjari, Hamzah Fansuri, Yusuf Al-Maqassari, dan masih banyak lainnya.

                Dalam deretan nama-nama tersebut itulah, posisi Syeikh Al-Palimbani menjadi amat sentral berkaitan dengan dinamika Islam. Malah, sebagian sejarahwan, seperti Azyumardi Azra, menilai Al-Palimbani sebagai sosok yang memiliki kontribusi penting bagi pertumbuhan Islam di dunia Melayu. Ia bahkan juga bersaham besar bagi nama Islam di Nusantara berkaitan kiprah dan kontribusi intelektualitasnya di dunia Arab, khususnya semasa ia menimba ilmu di Mekkah.

              Riwayat hidup Abdush Shamad al-Palimbani sangat sedikit diketahui. la sendiri hampir tidak pernah menceritakan tentang dirinya, selain tempat dan tanggal yang dia cantumkan setiap selesai menulis sebuah kitab. Seperti yang pernah ditelusuri M. Chatib Quzwain dan juga Hawash Abdullah, satu-satunya yang menginformasikan tentang dirinya hanya Al-Tarikh Salasilah Negeri Kendah (di Malaysia) yang ditulis Hassan bin Tok Kerani Mohammad Arsyad pada 1968.

                Sumber ini menyebutkan, Abdush Shamad adalah putra Syekh Abdul Jalil bin Syekh Abdul Wahhab bin Syekh Ahmad al-Mahdani (ada yang mengatakan al-Mahdali), seorang ulama keturunan Arab (Yaman) yang diangkat menjadi Mufti negeri Kedah pada awal abad ke-18. Sementara ibunya, Radin Ranti adalah seorang wanita Palembang. Syekh Abdul Jalil adalah ulama besar sufi yang menjadi guru agama di Palembang, tidak dijelaskan latar belakang kedatangannya ke Palembang. Diperkirakan hanya bagian dari pengembaraannya dalam upaya menyiarkan Islam sebagaimana banyak dilakukan oleh warga Arab lainnya pada waktu itu. Tetapi selain sumber tersebut, Azyu-mardi Azra juga mendapatkan informasi mengenai dirinya dalam kamus-kamus biografi Arab yang menunjukkan bahwa Al-Palimbani mempunyai karir terhormat di Timur Tengah.

             Menurut Azra, informasi ini merupakan temuan penting sebab tidak pernah ada sebelumnya riwayat-riwayat mengenai ulama Melayu-lndonesia ditulis dalam kamus biografi Arab. Dalam literatur Arab, Al-Palimbani dikenal dengan nama Sayyid Abdush Shamad bin Abdur Rahman al-Jawi. Tokoh ini, menurut Azra, bisa dipercaya adalah Al-Palimbani karena gambaran karirnya hampir seluruhnya merupakan gambaran karir Abdush Shamad al-Palimbani yang diberitakan sumber-sumber lain.

            Sejauh yang tercatat dalam sejarah, memang ada tiga versi nama yang dikaitkan dengan nama lengkap Al-Palimbani. Yang pertama, seperti dilansir Ensiklopedia Islam, ia bernama lengkap Abdus Shamad Al-Jawi Al-Palimbani. Versi kedua, merujuk pada sumber-sumber Melayu, sebagaimana dikutip Azyumardi Azra dalam bukunya Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Mizan: 1994), ulama besar ini memiliki nama asli Abdus Shamad bin Abdullah Al-Jawi Al-Palimbani. Sementara versi terakhir, bahwa bila merujuk pada sumber-sumber Arab, maka Syeikh Al-Palimbani bernama lengkap Sayyid Abdus Al-Shamad bin Abdurrahman Al-Jawi.

        Dalam pengembaraan putra mahkota Kedah, Tengku Muhammad Jiwa ke Palembang, ia bertemu dengan Syekh Abdul Jalil dan berguru padanya, bahkan mengikutinya mengembara ke berbagai negeri sampai ke India. Dalam sebuah perjalanan mereka, Tengku Muhammad Jiwa mendapat kabar bahwa Sultan Kedah telah mangkat.

               Tengku Muhammad Jiwa lalu mengajak gurunya itu (Syekh Abdul Jalil) pulang bersamanya ke negeri Kedah. Ia dinobatkan menjadi sultan pada tahun 1112 H/1700 M dan Syekh Abdul Jalil diangkat menjadi mufti Kedah dan dinikahkan dengan Wan Zainab, putri Dato’ Sri Maharaja Dewa, Sultan Kedah.

               Tiga tahun kemudian Syekh Abdul Jalill kembali ke Palembang karena permintaan beberapa muridnya yang rindu padanya. Di Palembang ia menikah dengan Radin Ranti dan memperoleh putra, Abdush Shamad. Dengan demikian kemungkinan Abdush Shamad lahir tahun 1116 H/1704 M.

              Sumber yang menyebutkan silsilahnya sebagai keturunan Arab tidak pernah dikonfirmasikan oleh Al-Palimbani sendiri. Jika keterangan sumber tersebut benar, tentu Al-Palimbani akan mencantumkan nama besar al-Mahdani pada akhir namanya. Ini dapat dilihat dari setiap tulisannya, ia menyebut dirinya Syekh Abdush Shamad al-Jawi al-Palimbani. Kemungkinan dalam dirinya memang mengalir darah Arab tetapi silsilah itu tidak begitu jelas atau ada mata rantai yang tidak bersambung menurut garis keturunan bapak sehingga dia tidak merasa berhak menyebut dirinya keturunan al-Mahdani dari Yaman. Dan barangkali dia lebih merasa sebagai orang Indonesia sehingga mencantumkan ‘al-Jawi‘ dan ‘al-Palimbani‘ di ujung namanya.

               Al-Palimbani mengawali pendidikannya di Kedah dan Pattani (Thailand Selatan). Tidak ada penjelasan kapan dia berangkat ke Makkah melanjutkan pendidikannya. Kemungkinan besar setelah ia menginjak dewasa dan mendapat pendidikan agama yang cukup di negeri Melayu itu. Dan agaknya sebelum ke Makkah dia telah mempelajari kitab-kitab para sufi (tasawuf) Aceh, karena di dalam Sayr al-Salikin dia menyebutkan nama Syamsuddin al-Samatrani dan Abdul Rauf al-Jawi al-Fansuri (Abdul Rauf Singkel). Namun sumber lain mengatakan bahwa ia pernah bertemu dan berguru pada Syamsuddin al-Samatrani dan Abdul Rauf Singkel di Makkah.

                Di Makkah dan Madinah, Al-Palimbani banyak mempelajari berbagai disiplin ilmu kepada ulama-ulama besar masa itu serta para ulama yang berkunjung ke sana. Walaupun pendidikannya sangat tuntas mengingat ragam ulama tempatnya belajar, Al-Palimbani mempunyai kecenderungan pada tasawuf. Karena itu, di samping belajar tasawuf di Masjidil-Haram, ia juga mencari guru lain dan membaca kitab-kitab tasawuf yang tidak diajarkan di sana. Dari Syekh Abdur Rahman bin Abdul ‘Aziz al-Magribi dia belajar kitab Al-Tuhfatul Mursalah (Anugerah yang Diberikan) karangan Muhammad Fadlullah al-Burhanpuri (w. 1030 H/1620 M). Dari Syekh Muhammad bin Abdul Karim al-Samman al-Madani (w. 1190 H/1776 M) ia belajar kitab tauhid (suluk) Syekh Mustafa al-Bakri (w. 1162 H/1749 M). Dan bersama Muhammad Arsyad al-Banjari, Abdul Wahab Bugis dan Abdul-Rahman Masri Al-Batawi dari Jakarta, mereka membentuk empat serangkai yang sama-sama menuntut ilmu di Makkah dan belajar tarekat di Madinah kepada Syekh Muhammad al-Samman (w. 1162 H/1749 M), juga bersama-sama dengan Dawud Al-Fatani dari Patani, Thailand Selatan.

            Selama belajar pada Syekh Muhammad al-Samman, Al-Palimbani dipercaya mengajar rnurid-murid Al-Sammani yang asli orang Arab. Karena itu sepanjarig menyangkut kepatuhannya pada tarekat, Al-Palimbani banyak dipengaruhi Al-Sammani dan dari dialah Al-Palimbani mengambil tarekat Khalwatiyyah dan Sammaniyyah. Sebaliknya, melalui Al-Palimbani-lah tarekat Sammaniyyah mendapat lahan subur dan berkembang tidak hanya di Palembang tetapi juga di bagian lain wilayah Nusantara bahkan di Thailand, Malaysia, Singapura dan Filipina. Beberapa orang guru yang masyhur dan berandil besar dalam proses peningkatan intelektualitas dan spiritualitasnya antara lain Muhammad bin Abdul Karim Al-Sammani, Muhammad bin Sulayman Al-Kurdi, dan Abdul Al-Mun’im Al-Damanhuri. Juga tercatat ulama besar Ibrahim Al-Rais, Muhammad Murad, Muhammad Al-Jawhari, dan Athaullah Al-Mashri.

             Al-Palimbani rnemantapkan karirnya di Haramayn (Mekkah dan Madinah) dan mencurahkan waktunya untuk menulis dan mengajar. Meski demikian dia tetap menaruh perhatian yang besar terhadap Islam dan kaum Muslimun di negeri asalnya. Di Haramayn ia terlibat dalam ‘komunitas Jawi’ yang membuatnya tetap tanggap terhadap perkembangan sosio-religius dan politik di Nusantara. Peran pentingnya tidak hanya karena keterlibatannya dalam jaringan ulama, melainkan lebih penting lagi karena tulisan-tulisannya yang tidak hanya menyebarkan ajaran-ajaran sufisme tetapi juga menghimbau kaum Muslimun melancarkan jihad melawan kolonialis Eropa, dibaca secara luas di wilayah Melayu-lndonesia. Peranan dan perhatian tersebut memantapkannya sebagai ulama asal Palembang yang paling menonjol dan paling berpengaruh melalui karya-karyanya.

               Al-Palimbani berperan aktif dalam memecahkan dua persoalan pokok yang saat itu dihadapi bangsa dan tanah airnya, baik di kesultanan Palembang maupun di kepulauan Nusantara pada umumnya, yaitu menyangkut dakwah Islamiyah dan kolonialisme Barat. Mengenai dakwah Islam, ia menulis selain dua kitab tersebut di atas, yang menggabungkan mistisisme dengan syariat, ia juga menulis Tuhfah al-Ragibtn ft Sayan Haqfqah Iman al-Mukmin wa Ma Yafsiduhu fi Riddah al-Murtadin (1188). Di mana ia memperingatkan pembaca agar tidak tersesat oleh berbagai paham yang menyimpang dari Islam seperti ajaran tasawuf yang mengabaikan syariat, tradisi menyanggar (memberi sesajen) dan paham wujudiyah muthid yang sedang marak pada waktu itu. Drewes rnenyimpulkan bahwa kitab ini ditulis atas permintaan sultan Palembang, Najmuddin, atau putranya Bahauddin karena di awal kitab itu ia memang menyebutkan bahwa ia diminta seorang pembesar pada waktu itu untuk menulis kitab tersebut.

               Mengenai kolonialisme Barat, Al-Palimbani menulis kitab Nasihah al-Muslimin wa tazkirah al-Mu’min fi Fadail Jihad ti Sabilillah, dalam bahasa Arab, untuk menggugah semangat jihad umat Islam sedunia. Tulisannya ini sangat berpengaruh pada perjuangan kaum Muslimun dalam melawan penjajahan Belanda, baik di Palembang maupun di daerah-daerah lainnya. Hikayat Perang Sabil-nya Tengku Cik di Tiro dikabarkan juga mengutip kitab tersebut.

            Masalah jihad fi sabililiah sangat banyak dibicarakan Al-Palimbani. Pada tahun 1772 M, ia mengirim dua pucuk surat kepada Sultan Mataram (Hamengkubuwono I) dan Pangeran Singasari Susuhunan Prabu Jaka yang secara halus menganjurkan pemimpin-pemimpin negeri Islam itu meneruskan perjuangan para Sultan Mataram melawan Belanda.
   
          Mengenai tahun wafatnya juga tidak diketahui dengan pasti. Al-Tarikh Salasilah Negeri Kendah menyebutkan tahun 1244 H/1828 M. Namun kebanyakan peneliti lebih cenderung menduga ia wafat tidak berapa lama setelah meyelesaikan Sayr al-Salikin (1203 H/1788 M). Argumen mereka, Sayr al-Salikin adalah karya terakhirnya dan jika dia masih hidup sampai 1788 M kemungkinan dia masih tetap aktif menulis. Al-Baythar – seperti dikutip Azyumardi Azra – menyebutkan ia wafat setelah tahun 1200/1785. Namun Azyumardi Azra sendiri juga lebih cenderung mengatakan ia wafat setelah menyelesaikan Sayr al-Salikin, tahun 1788 M.

Karya Tulis Al-Palimbani

             Tercatat delapan karya tulis Al-Palimbani, dua diantaranya telah dicetak ulang beberapa kali, dua hanya tinggal nama dan naskah selebihnya masih bisa ditemukan di beberapa perpustakaan, baik di Indonesia maupun di Eropa. Pada umumnya karya tersebut meliputi bidang tauhid, tasawuf dan anjuran untuk berjihad. Karya-karya Al-Palirnbani selain empat buah yang telah disebutkan di atas adalah:

              Zuhrah al-Murid fi Bayan Kalimah al-Tauhid, ditulis pada 1178 H/1764 M di Makkah dalam bahasa Melayu, memuat masalah tauhid yang ditulisnya atas perrnintaan pelajar Indonesia yang belurn menguasai bahasa Arab.
Al-‘Uwah al-Wusqa wa Silsilah Ulil-Ittiqa’, ditulis dalam bahasa Arab, berisikan wirid-wirid yang perlu dibaca pada waktu-waktu tertentu.
Ratib ‘Abdal-Samad, semacam buku saku yang berisi zikir, puji-pujian dan doa yang dilakukan setelah shalat Isya. Pada dasarnya isi kitab ini hampir sama dengan yang terdapat pada Ratib Samman.
Zad al-Muttaqin fi Tauhid Rabb al-‘Alamin, berisi ringkasan ajaran tauhid yang disampaikan oleh Syekh Muhammad al-Samman di Madinah.
                Mengenai Hidayah al-Salikin yang ditulisnya dalam bahasa Melayu pada 1192 H/1778 M, sering disebut sebagai terjemahan dari Bidayah al-Hidayah karya Al-Ghazali. Tetapi di samping menerjemahkannya, Al-Palimbani juga membahas berbagai masalah yang dianggapnya penting di dalam buku itu dengan mengutip pendapat Al-Ghazali dari kitab-kitab lain dan para sufi yang lainnya. Di sini ia menyajikan suatu sistem ajaran tasawuf yang memusatkan perhatian pada cara pencapaian ma’rifah kesufian melalui pembersihan batin dan penghayatan ibadah menurut syariat Islam.
              Sedangkan Sayr al-Salikin yang terdiri dari empat bagian, juga berbahasa Melayu, ditulisnya di dua kota, yaitu Makkah dan Ta’if, 1779 hingga 1788. Kitab ini selain berisi terjemahan Lubab Ihya’ Ulum al-Din karya Al-Ghazali, juga memuat beberapa masalah lain yang diambilnya dari kitab-kitab lain. Semua karya tulisnya tersebut masih dijumpai di Perpustakaan Nasional Jakarta.

Share:

Sunday, February 17, 2019

Asal Segala Sesuatu Itu Boleh


TAFSIR SURAT AL BAQARAH : 29
هُوَ ٱلَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعٗا ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰٓ إِلَى ٱلسَّمَآءِ فَسَوَّىٰهُنَّ سَبۡعَ سَمَٰوَٰتٖۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ 
Dialah (Allah), yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. ( QS. Al-Baqarah: 29)
            Maksudnya, Dia menciptakan segala sesuatu di muka bumi ini sebagai suatu kebaikan dan kasih sayang untukmu agar diambil manfaatnya, dinikmati, dan dijadikan pelajaran.
            Ayat yang mulia ini merupakan  sebuah dalil yang menunjukkan bahwasanya setiap hal itu pada dasarnya adalah mubah dan suci, karena disebutkan dalam kerangka suatu anugerah. Dengan nash tersebut, maka hal-hal yang kotor tidak termasuk di dalamnya, dan sesungguhnya keharaman hal-hal yang kotor itu pun telah diambil dari pemahaman utama ayat ini (fahwa al-ayat), penjelasan akan maksudnya dan bahwasanya Allah menciptakannya untuk kemaslahatan kita, maka apa pun yang ada bahayanya dalam hal itu maka tidak termasuk di dalamnya, dan sebagai penyempurnaan nikmatnya, Dia melarang kita dari hal-hal yang kotor demi untuk membersihkan kita, dan firmanNya,
ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikanNya tujuh langit. Dan Dia Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Baqarah: 29)
— Kata “اسْتَوَىٰ ”(istawa) yang disebutkan dalam al-Qur’an, hadir dengan tiga arti: terkadang tidak dijadikan kata kerja muta’addi (yang membutuhkan obyek) dengan huruf yang berarti kesempurnaan dan kepurnaan, sebagaimana firmanNya tentang Musa ‘alaihis salaam,
وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَاسْتَوَىٰ
“Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya.” (Al-Qashash: 14)
            Terkadang juga bermakna “ ‘alaa wa irtafa’a ” (tinggi dan jauh di atas), hal ini bila kata kerja ini dijadikan kata kerja muta’addi dengan ‘alaa seperti firman Allah (yaitu),
الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ
“Tuhan yang Maha Pemurah, Yang bersemayam (tinggi) di atas ‘Arsy.” (Thaha: 5)
لِتَسْتَوُوا عَلَىٰ ظُهُورِهِ
“Supaya kamu duduk di atas panggungnya.” (Az-Zukhruf: 13)
            Dan juga terkadang berarti “bermaksud” sebagaimana bila dijadikan kata kerja muta’addi (transitif) dengan “ilaa” yaitu kepada, sebagaimana yang ada pada ayat ini, yaitu ketika Allah Subhaanahu wa Ta’ala telah menciptakan bumi, Dia bermaksud menciptakan langit dan dijadikannya tujuh langit, maka Dia menciptakannya, menyeimbangkannya, dan mengukuhkannya.
وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dan Allah Mahatahu akan segala sesuatu,”(Al-Baqarah: 29)
            Dia mengetahui apa yang masuk dalam bumi dan apa yang keluar darinya, mengetahui apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya, dan “Dia mengetahui (juga) apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian perlihatkan” dan Dia mengetahui yang rahasia dan yang tersembunyi.
            Sangat sering sekali Allah menyandingkan penciptaanNya terhadap sesuatu dengan penetapan akan ilmuNya sebagaimana dalam ayat ini dan juga dalam firman Allah Subhaanahu wa Ta’ala,
أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِي
“Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (Al-Mulk: 14),
            Karena penciptaan Allah terhadap makhluk-makhluk adalah dalil yang paling jelas akan pengetahuan, hikmah, dan kekuasaanNya. [ Sumber : Tafsir Assa’di ]

Share:

Saturday, February 16, 2019

Nasihat Itu Penting


HADIS ARBAIN KE 7

عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْم الدَّارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ   وَسَلَّمَ قَالَ : الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ . قُلْنَا لِمَنْ ؟ قَالَ : لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ
[رواه مسلم]

     Dari Abu Ruqoyah Tamim Ad Daari radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Agama adalah nasehat, kami berkata : Kepada siapa?  Beliau bersabda : Kepada Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya dan kepada pemimpan kaum muslimin dan rakyatnya. (Riwayat Muslim)

          Dalam kitab Al-Wafi dinyatakan bahwa Hadits ke-tujuh ini diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab Iman yaitu dalam Bab Penjelasan Bahwa Agama Adalah Nasehat Nomor 55. Imam Nawawi berkata “di dalam shahih Bukhari tidak ada riwayat dari Tamim Ad-Dari dari Nabi Muhammad saw".

           Ada beberapa makna terkait kalimat An-Nashiihah dalam hadits diatas, diantaranya ;
1.  An-Nashiihah merupakan kata untuk mengungkapkan keinginan agar terwujudnya kebaikan pada pihak  yang dinasehati.
2.    An-Nashiihah secara bahasa bisa bermakna :
-          Memurnikan; membersihkan.
Seperti dalam ungkapan nashahtul ‘asal, yang berarti menyaring madu dari kotoran-kotoran dan membersihkannya/ memurnikannya dari segala campurannya.
-          Memperbaiki; menambal kekurangan Nasihat.
Seperti dalam ungkapan nashahahar-rajul tsaubahu, yaitu orang yang menasehati diserupakan dengan seorang laki-laki yang membuat/memperbaiki pakaian.

         Hadits ini adalah hadits yang singkat dan padat tapi mencakup arti yang banyak dan faedah yang agung. Para ulama mengatakan bahwa hadits ini merupakan poros ajaran Islam karena mencakup seluruh hukum syariat dan sunnah. Selain itu, dalam Riyadush Shalihin disebutkan bahwa Sesama Kaum Muslimin diharuskan memberi nasihat karena nasihat merupakan tiang agama.

            Adapun beberapa pelajaran dari hadits ketujuh Arba’in ini adalah sebagai berikut:
1.     Agama Islam berdiri tegak diatas upaya saling menasehati, maka harus selalu saling menasihati di antara masing-masing individu muslim. Sesungguhnya islam terwujud dengan amal sebagaimana terwujud dengan ucapan.
2.    Nasehat hukumnya fardhu kifayah, jika ada seseorang yang melakukannya, maka gugurlah kewajiban dari lainnya.
3.  Nasihat wajib dilakukan sesuai kemampuan. Jika seseorang yang memberi nasehat melihat bahwa nasehatnya dapat diterima, perintahnya ditaati, dan dirinya aman dari marabahaya, maka wajib baginya memberi nasehat. Tetapi jika khawatir menimbulkan mara bahaya, dirinya disakiti, atau terancam jiwanya, kepadanya diberikan pilihan untuk memberi nasehat atau tidak.
4.   Sasaran nasehat adalah lima, yaitu: bagi Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, pemimpin kaum muslimin, dan kaum muslimin pada umumnya.
5.     Anjuran untuk memberikan nasihat pada lima perkara di atas akan membuat muslimin menjaga agamanya dan berpegang teguh dengannya. Karena itulah, Nabi telah menjadikan nasihat itu pada kelima perkara ini.

Share:

Konsultasi dengan Gus Abduh

Data Kunjungan