Secara bahasa, kata takabur berasal
dari kata kabura yang berarti besar. Takabur berarti merasa besar. Orang yang
takabur ialah orang yang merasa dirinya besar (lebih segala-segalanya dari
orang lain). Jadi takabur ialah sikap membanggakandiri dan memandang derajat
orang lebih rendah daripada dirinya atau merendahkan orang lain. Orang yang
takabur menganggap dirinya yang paling tinggi derajat atau kedudukannya.
Sifat takabur akan membuat seseorang
selalu berkeinginan untuk menampakkan diri di hadapan orang lain sebagai orang
yang lebih atau paling hebat dibanding orang lain sehingga orang lain sebagai
orang lain tampak kecil di hadapannya. Orang yang mempunyai sifat takabur akan
dibenci dan ditinggalkan oleh orang lain sehingga dia akan merasa kesepian
dalam hidupnya.
Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab
Ihya Ulumuddin, yang menyebabkan takabbur yaitu :
1. Karena ilmu pengetahuan yang dimilikinya
Orang bisa takabbur karena merasa
mempunyai ilmu dan menganggap orang lain lebih bodoh. Ini penyakit yang sering
melanda hati para ulama (orang yang berilmu). Orang yang berilmu yang takabbur
berarti hatinya telah tertutup sehingga tak bisa menilai kebenaran agama. Ia
pandai dalam masalah teori agama, tetapi buta terhadap syariat, sehingga ia tak
sadar kalau takabbur itu mencelakakan dirinya sendiri.
2. Karena ibadah dan amal shalih yang dikerjakannya
Sebab, niatnya bercampur dengan
Riya’ (ingin mendapatkan pujian dari makhluk). Takabbur karena amal ibadah
dapat dibedakan menjadi dua bagian; takabbur yang sifatnya duniawi dan takabbur
yang sifatnya berhubungan dengan jalan agama.
Yang sifatnya duniawi bisa terjadi
bila orang yang ahli ibadah dan beramal shalih ini gemar sekali dikatakan orang
bahwa dirinya orang shalih, ahli ibadah, ulama yang pintar hukum, kyayi yang
kharismatik, mubaligh yang terkenal dan segudang pujian lainnya. Bahkan ia
sangat suka jika orang lain mengatakan kalau dirinya jarang melakukan perbuatan
maksiat atau dosa.
Adapun takabbur yang sifatnya
berhubungan dengan keagamaan yaitu mengira bahwa amal ibadahnya telah
benar-benar sempurna, mengira bahwa ia lebih dekat dengan tuhan dibandingkan
dengan ahli ibadah lainnya.
3. Karena keturunan atau nasabnya
Seseorang yang mempunyai keturunan terhormat,
bangsawan, ulama dan lain sebagainya lebih berpeluang untuk bertakabbur
dibandingkan dengan orang dari keturunan biasa-biasa saja. Ia cenderung
memandang remeh terhadap orang lain. Di setiap pergaulan, di setiap majelis ia
selalu menceritakan kakek moyangnya yang mulia, yang terhormat dan yang tekun
beribadah.
4. Karena harta kekayaan yang dimilikinya
Pada setiap ada majelis dan
berkumpul dengan banyak orang, mereka selalu membawa pembicaraan yang mengarah
pada harta kekayaan, bisnis, dagang yang tentunya berakhir dengan cerita
kekayaannya. Orang yang bergelimangan harta mudah terseret pada semacam rasa
haus ingin dipuji. Ia merindukan suatu kehormatan dari orang lain karena
kekayaannya. Dengan kekayaan yang dimilikinya, sering kali ia meremehkan orang
lain yang hartanya tak sebanding dengannya. Dan yang lebih berbahaya lagi,
sikaya ini tak segan-segan memperlakukan orang lain (orang miskin) dengan sikap
kesewenang-wenangan. Anggapannya ialah segalanya dapat dibeli dengan uang.
Orang lain dengan mudahnya dapat dipermainkan dengan harta.
5. Karena keelokan wajah yang dimilikinya
Bagi mereka yang tawadlu’ dan diberi
keelokan wajah, sudah tentu ia akan sering dan memperbanyak rasa syukur kepada
Allah. Akan tetapi bagi mereka yang berakhlak buruk/hina, akan menjadi takabbur
bila merasa memiliki wajah yang elok dan bagus. Ia merasa kalau dirinya yang
paling cantik atau tampan, sehingga lagak dan gayanya berlebih-lebihan. Bahkan
karena keelokan wajahnya itu tidak untuk jalan yang baik, namun digunakan di
jalan maksiat, karena merasa memudahkan ia berbuat zina.
Akibat yang ditimbulkannya dari
takabbur karena keelokan wajah, biasanya suka mengumpat kekurangan orang lain,
lalu tidak menghargai orang lain, menyebut-nyebut aib dan kekurangan yang
dimiliki orang lain.
6. Karena kekuasaannya
Takabbur karena kekuasaan akan berakibat
sangat berbahaya dan membahayakan orang lain. Sebab ketakabburan ini berakibat
adanya tindak kedzaliman (sewenang-wenang). Karena kekuasaan yang dimilikinya
lalu ia berbuat sekehendak hatinya.
7. Karena kaum atau golongannya lebih banyak
Golongan dan pengikut yang banyak
hanya engkau rasakan di dunia, di akhirat yang menjadi pengikut setiamu ialah
amal kebaikanmu yang diterima Allah. Alim ulama yang sesat dan pimpinan yang
tertipu oleh perasaannya sendiri sering kali takabbur karena pengikut dan pendukungnya
banyak. Golongannya yang besar membuat anggapannya seolah-olah ia mempunyai
kharisma yang agung. Semua itu sungguh akan merusak jiwa dan menutup kalbu,
sehingga lupa jika hanya Allah yang Agung.
Semoga Allah menjauhkan kita dari
sifat dan sikap takabur / sombong.
0 comments:
Post a Comment