Melatih dan Mencerahkan Jiwa

Dr. KH. Abduh Al-Manar, M.Ag.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Irsyadiyah. Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

Pondok Pesantren Al-Irsyadiyah

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

PAUD Al-Irsyadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

MI Al-Irsyadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

MTS Al-Iryadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

Friday, November 9, 2018

Tujuan Hidup Manusia

Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dia-lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu segala buah-buahan sebagai rizki untukmu, karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah: 21-22)
Tafsir ayat:
21. Ini adalah perintah yang bersifat umum bagi seluruh manusia dengan sebuah perintah yang umum, yaitu ibadah yang komplit dengan menaati perintah-perintah Allah, menjauhi larangan-laranganNya, dan mempercayai kabar-kabarNya, lalu Allah Subhaanahu wa Ta’ala memerintahkan mereka kepada tujuan dari penciptaan mereka, Allah berfirman,
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu.” (Adz-Dzariyat: 56)
Kemudian Dia beralasan atas kewajiban beribadah kepadaNya semata karena Dia-lah Rabb kalian yang telah menganugerahkan kepada kalian berbagai macam nikmat, lalu Dia menciptakan kamu dari tidak ada dan Dia juga menciptakan orang-orang sebelum kamu.
22. Dan Dia memberikan nikmat kepada kamu dengan nikmat-nikmat lahiriyah maupun batiniyah, Dia menjadikan untukmu dunia ini sebagai hamparan yang menjadi tempat kamu menetap, dan kamu mengambil manfaatnya dengan membangun rumah, pertanian, pembajakan dan berkelana dari suatu tempat menuju tempat lain, dan lain sebagainya dari bentuk-bentuk pemanfaatan dengannya, lalu Dia menjadikan langit sebagai atap bagi rumah tempat tinggal kalian dan menyediakan manfaat-manfaat yang merupakan kebutuhan pokok hidup kalian dan kebutuhan dasar seperti matahari, bulan dan bintang.
وَأَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءً۬
Dan Dia menurunkan air hujan dari langit
Langit adalah segala yang ada di atas kalian. Oleh karena itu, para ahli tafsir berkata, “Maksud dari langit di sini adalah awan.” Lalu Allah Subhaanahu wa Ta’ala menurunkan air hujan darinya, فَأَخۡرَجَ بِهِۦ مِنَ ٱلثَّمَرَٲتِ “Lalu Dia menghasilkan dengan (hujan) itu segala buah-buahan” seperti buji-bijian dan hasil-hasil dari pohon kurma, buiah-buahan, tanaman dan lain sebagainya  رِزۡقً۬ا لَّكُمۡ‌ۖ  “Sebagai rizki untukmu” dengannya kamu mendapatkan rizki, kamu makan, kamu hidup dan kumu bahagia. فَلَا تَجۡعَلُواْ لِلَّهِ أَندَادً۬ا “Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah” yaitu yang sama dan yang sepadan dari makhluk-makhlukNya lalu kamu menyembahnya sebagaimana kamu menyembah Allah, lalu mencintainya sebagaimana kamu mencintai Allah, padahal mereka itu sama seperti kalian. Mereka adalah makhluk yang diciptakan, diberi rizki dan diatur, dimana mereka tidak memiliki apapun sebesar biji atom (dzarrah, edt- ) di bumi dan tidak pula di langit, serta mereka tidak dapat memberikan manfaat kepadamu dan tidak juga mengakibatkan mudharat.  وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ “Padahal kamu mengetahui” bahwasanya Allah tidak memiliki sekutu, tidak pula kesamaan, tidak pula penciptaan, rizki, dan pengaturan, tidak pula pada peribadatan dan kesempurnaan, lalu bagaimanakah kamu menyembah tuhan-tuhan (yakni; sesembahan-sesembahan lain yang bathil, edt– ) lain bersamaNya padahal kalian mengetahuinya? Hal ini merupakan perkara yang paling mengherankan dan yang paling bodoh.
Ayat ini menyatukan antara perintah kepada beribadah hanya kepada Allah semata dan larangan dari beribadah kepada selain Allah, dan penjelasan akan dalil yang sangat jelas atas kewajiban beribadah kepadaNya dan batilnya beribadah kepada selainNya, yaitu penyebutan tauhid rububiyah yang mengandung keesanNya dalam penciptaan, rizki dan pengaturan, lalu apabila setiap orang menetapkan bahwasanya tidak ada sekutu bagi Allah dalam hal itu, maka itulah yang seharusnya, maka haruslah seperti itu bagiNya dalam beribadah kepadaNya, ini adalah dalil logika yang paling terang atas keesaan Sang Pencipta Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan batilnya kesyirikan.
Dan firmanNya, لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ “Agar kamu bertakwa” kemungkinan artinya adalah bahwasanya kamu sekalian beribadah hanya kepada Allah semata niscaya dengan hal itu kalian telah menjaga diri kalian sendiri dari murka dan adzabNya, karena kalian melakukan sebab yang mendorong hal tersebut, dan kemungkinan juga artinya adalah bahwasanya jika kamu menyembah Allah semata, niscaya kamu menjadi golongan orang-orang bertakwa yang memiliki sifat ketakwaan; kedua arti ini adalah benar, dan keduanya saling berkaitan karena barangsiapa yang melakukan ibadah secara sempurna, niscaya ia menjadi golongan orang-orang bertakwa, pastilah ia akan memperoleh keselamatan dari adzab dan murka Allah.
Sumber: Al-Sa'di,  Kitab Tafsir Taisir Karimir Rahman, Penerbit Pustaka Sahifa.
Share:

Amal Harus Sesuai Syariat



Hasil gambar untuk image kitab hadits arbain
Hadis Arbain ke-5
عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. [رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ]
Dari Ummul mukminin, Ummu 'Abdillah, ‘Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak".
(Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat Muslim : “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak”)
[Bukhari no. 2697, Muslim no. 1718]

Penjelasan Hadits

1.   Hadits ini merupakan pokok yang mendasar dalam menimbang seluruh amalan yang zhahir. Dan amalan apapun tidak akan dianggap kecuali jika sesuai dengan syariat. Sebagaimana hadits “innamal a’maalu bin niyyat“, merupakan pokok yang mendasar dalam menimbang seluruh amalan batin. Dan semua amalan apapun yang dijadikan taqarrub (ibadah) kepada Allah harus dilakukan dengan ikhlas hanya untuk Allah, dan harus benar dengan niatnya.
2.   Jika wudhu, mandi janabat, shalat, dan ibadah-ibadah lainnya dilakukan dengan tidak sesuai syariat, maka ibadah-ibadah tersebut tertolak dan tidak dianggap. Dan segala sesuatu yang diperoleh dengan akad yang rusak, wajib dikembalikan kepada pemiliknya dan tidak boleh dimiliki. Dan yang menunjukkan hal ini adalah kisah seorang pekerja sewaan yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada ayahnya,
…أَمَّا الْوَلِيدَةُ وَالْغَنَمُ فَرَدٌّ عَلَيْكَ…
Adapun budak wanita dan kambing, maka itu dikembalikan kepadamu… Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (2695) dan Muslim (1697).
 3.   Hadits ini juga menunjukkan bahwa orang yang melakukan perbuatan bid’ah, yang sama sekali tidak ada asal usulnya dalam syariat ini, maka itu tertolak, sekaligus pelakunya terancam dengan ancaman (dari Allah dan Rasul-Nya). Sungguh Nabi telah bersabda tentang keutamaan kota Al-Madinah,
مَنْ أَحْدَثَ فِيهَا حَدَثًا، أَوْ آوَى مُحْدِثًا، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
Barangsiapa mengada-ada sebuah amalan di dalamnya, atau memberi tempat tinggal kepada orang yang mengada-ada tersebut, maka atasnya laknat Allah, para malaikat, dan seluruh manusia… (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (1870), dan Muslim (1366).
4.   Riwayat kedua yang terdapat dalam Shahih Muslim lebih umum dari riwayat yang terdapat pada Ash-Shahihain (Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim). Karena riwayat dalam Shahih Muslim ini mencakup seluruh orang yang melakukan bid’ah. Sama saja orang tersebut yang pertama kali mengadakan bid’ah ataupun ia hanya mengikuti pendahulunya dalam melakukan bid’ah.
5.   Makna sabdanya “raddun” dalam hadits ini artinya “marduudun ‘alaihi” (tertolak kepada si pelakunya). Dan ini (dalam bahasa Arab) disebut penamaan objek dengan kata dasar. Seperti “khalqun” (penciptaan) artinya “makhluuqun” (yang diciptakan). Atau “naskhun” (penghapusan hukum) artinya “mansuukhun” (hukum yang dihapuskan).
 6.  Tidak masuk ke dalam hadits segala sesuatu yang justru membantu dan membuat kemaslahatan dalam menjaga agama Islam. Atau yang mebantu dalam memahamkan dan mengetahui agama Islam. Seperti mengumpukan Al-Qur’an dalam mus-haf. Menulis ilmu-ilmu bahasa dan nahwu. Dan yang semisalnya.
7.  Hadits ini, secara umum menunjukkan bahwa semua amalan yang menyelisihi syariat pasti tertolak. Walaupun maksud pelakunya baik. Dan dalil yang menunjukkan hal ini adalah kisah seorang sahabat yang menyembelih hewan kurbannya sebelum shalat ‘Idul Adh-ha. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada sahabat ini,
 شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ
Kambing sembelihanmu, kambing sembelihan biasa saja (yakni; hanya sembelihan biasa saja). Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (955) dan Muslim (1961).
8.   Hadits ini, secara lafazhnya menunjukkan bahwa setiap amalan yang tidak ada perintah syariat padanya maka tertolak. Dan secara pemahamannya, menunjukkan bahwa amalan yang padanya terdapat perintah syariat, maka tidak akan tertolak. Makna (ringkasnya); setiap amalan yang berada dalam koridor hukum-hukum syariat Islam dan sesuati dengannya, maka ia diterima. Dan yang keluar darinya, maka tertolak.
Share:

Konsultasi dengan Gus Abduh

Data Kunjungan