Melatih dan Mencerahkan Jiwa

Dr. KH. Abduh Al-Manar, M.Ag.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Irsyadiyah. Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

Pondok Pesantren Al-Irsyadiyah

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

PAUD Al-Irsyadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

MI Al-Irsyadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

MTS Al-Iryadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

Sunday, July 22, 2018

Tafsir Surat Al Baqarah : 14 - 16




وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آَمَنُوا قَالُوا آَمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ - اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ.
Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan : "Kami telah beriman". Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka (pemimpin-pemimpin mereka), mereka mengatakan : "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok." - Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka. (QS.Al-Baqarah : 14 – 15)
Pada ayat 14 surat Al-Baqarah ini Allah memaparkan sifat-sifat orang-orang munafik yang buruk, yaitu bermuka dua. Jika mereka bertemu dengan orang-orang Islam mereka menyatakan keislamannya, dengan demikian mereka memperoleh segala apa yang diperoleh kaum muslimin pada umumnya, tapi bila mereka berada di tengah teman-temannya (pemimpin-pemimpinnya), mereka pun menjelaskan apa yang telah mereka lakukan itu sebenarnya hanyalah untuk memperolok-olokkan kaum muslimin. Rasulullah saw menegaskan bahwa manusia yang paling buruk adalah manusia yang bermuka dua.  Hadits :
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ عِرَاكٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ شَرَّ النَّاسِ ذُو الْوَجْهَيْنِ الَّذِي يَأْتِي هَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ وَهَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ. (رواه البخاري : 6643 – صحيح البخاري – المكتبة الشاملة – باب ما يكره من ثناء السلطان – الجزء : 22 – صفحة : 207)
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Al-Laits, dari Yazid bin Abu Hubaib, dari Irak, dari Abu Hurairah, ia mendengar Rasulullah saw,  bersabda : "Manusia yang paling buruk adalah yang bermuka dua (oportunis),yang mendatangi kaum dengan muka tertentu dan mendatangi lainnya dengan muka yang lain." (HR.Bukhari : 6643, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab maa yukrahu min Tsanaais Sultrhaan, juz : 22, hal. 207)
Pada ayat di atas terdapat kataشَيَاطِين (setan-setan) bentuk jamak dari kata شَيْطان (setan).  Kata "setan" berasal dari kataشطن artinya "jauh". Segala sesuatu yang jauh dari haq (kebenaran) atau jauh dari rahmat Allah, disebut setan.[1] Muhammad bin Ishaq berkata  إنما سمي شيطانا لأنه شطن عن أمر ربه(Diberi nama dengan “Setan” karena jauh dari perintah tuhannya).[2] Jadi, setan berarti"sangat jauh". Orang-orang munafiq itu dikatakan setan karena mereka sangat jauh dari petunjuk Allah, jauh dari kebaikan.[3]
Setan itu mungkin berupa manusia atau berupa jin, yang selalu berupaya menipu manusia agar melanggar aturan Allah.  Firman Allah surat Al-An’Am ayat 112 :
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ. (الأنعام : 112)
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (QS. Al-An'am : 112)
أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ سُلَيْمَانَ قَالَ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ عَوْنٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي عُمَرَ عَنْ عُبَيْدِ بْنِ خَشْخَاشٍ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهِ فَجِئْتُ فَجَلَسْتُ إِلَيْهِ فَقَالَ يَا أَبَا ذَرٍّ تَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّ شَيَاطِينِ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ قُلْتُ أَوَ لِلْإِنْسِ شَيَاطِينُ قَالَ نَعَمْ . (رواه النسائي :5412– سنن النسائي - المكتبة الشاملة – باب الإستعاذة من شر شياطين الإنس– الجزء :  16 –صفحة : 421)
Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Sulaiman, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Ja'far bin 'Aun, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Abdullah, dari Abu Umar, dari 'Ubaid bin Khasykhasy, dari Abu Dzar, ia berkata : "Aku masuk ke dalam masjid sementara Rasulullah saw,  sudah berada di dalam. Aku duduk di sisinya, beliau lalu bersabda : "Wahai Abu Dzar, berlindunglah kepada Allah dari keburukkan setan dari jin dan manusia." Aku bertanya : "Apakah pada jenis manusia juga ada setan?" beliau menjawab : "Ya." (HR.An-Nasai : 5412, Sunan An-Nasai,  Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Al-Isti’adzah min syarri syayaathinil insi, juz: 16, hal. 421)
Awal ayat 15 surat Al-Baqarah : (Allah akan membalas olok-olokan mereka). Allah akan memberikan balasan yang setimpal dengan perbuatan mereka.[4] Karena mereka mengolok-olok serta menghina orang-orang yang beriman, maka Allah akan membalas olok-olokan dan  hinaan mereka dengan menimpakan kehinaan atas mereka. Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang senada dengan ayat di atas, antara lain :
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ (النساء: 142)
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. (QS.An-Nisa’ : 142). – (Maksudnya : Allah membiarkan orang-orang munafikmengaku beriman sebagai upaya menipu Allah, sehingga mereka dilayani sebagaimana orang yang beriman, namun Allah telah menyediakan neraka buat mereka sebagai balasan terhadap tipuan mereka itu).
الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللَّهُ مِنْهُمْوَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ. (التوبة : 79)
(orang-orang munafik itu), yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya. Maka orang-orang munafik itu menghina mereka, Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih. (QS. At-Taubah : 79)
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ. (التوبة: 67)
Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya (kikir).Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik. (QS. At-Taubah : 67)
Akhir ayat 15 surat Al-Baqarah : (dan (Allah) membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka). Allah membiarkan mereka bergelimang terus dalam kesesatan.  Pada ayat yang lain Allah berfirman :
وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ.(الأنعام :110)
Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Quran) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.(QS. Al-An'am: 110)
Orang-orang munafik itu tidak dapat keluar dari lingkungan kesesatan yang mengurung mereka. Rasa sombong, sifat mementingkan diri sendiri dan penyakit lainnya yang bersarang di hati mereka, menyebabkan mereka tidak dapat melihat kenyataan yang ada di hadapan mereka, yakni kenyataan bahwa Islam dan umatnya semakin bertambah kuat di kota Madinah. Kegagalan mereka dalam menghambat kemajuan Islam menambah parah penyakit dalam hati mereka sehingga mereka tidak mampu lagi menemukan dan menerima kebenaran yang dibawa Nabi Muhammad saw. Oleh sebab itu mereka terus menerus dalam kebingungan, keragu-raguan serta keras kepala dan tidak menemukan jalan keluar dari lingkaran kesesatan itu.[5]
Surat Al-Baqarah ayat 16
أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ بِالْهُدَى فَمَا رَبِحَتْ تِجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ (البقرة:16)
Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.(QS.Al-Baqarah :16)
Orang-orang munafik dengan sifat-sifat yang buruk seperti tersebut pada ayat-ayat di atas merupakan orang-orang yang salah pilih. Mereka memilih jalan kesesatan dan hawa nafsu, menolak petunjuk dan jalan yang lurus . Akhirnya pilihan itu merugikan mereka sendiri karena mereka tidak mau lagi menerima kebenaran. 
Dalam ayat 16 surat Al-Baqarah ini Allah mempergunakan kata "membeli" untuk mengganti kata "menukar". Jadi orang munafik itu menukarkan hidayah berupa “keimanan”yang mereka miliki dengan dlalalah (kesesatan) berupa “kekafiran”.[6] Hasilnya mereka kehilangan petunjuk (iman) dan memperoleh kesesatan (kufur). Mereka mengambil kesesatan dan meninggalkan petunjuk; mengambil sesuatu yang menjadi sebab datangnya azab Allah di hari kiamat dan meninggalkan sesuatu yang menjadi sebab datangnya ampunan dan rido-Nya.[7] Firman Allah :
أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلالَةَ بِالْهُدَى وَالْعَذَابَ بِالْمَغْفِرَةِ فَمَا أَصْبَرَهُمْ عَلَى النَّارِ (البقر’ :175)
Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. Maka Alangkah beraninya mereka menentang api neraka. (QS.Al-Baqarah : 175)


[1]. Shabaahul Munir fii Ghariibi Syarhil Kabir, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab : Asy-Syiinu ma’ath Thaa’, juz : 5, hal. 14  
[2]. Gharibul hadits Libni Qutaibah, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab/juz : 2, hal. 367
[3]. http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=1&SuratKe=2#14
[4]. Baca tafsir Ath-Thabari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, juz : 1, hal. 302
[5]. http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=1&SuratKe=2#15
[6]Baca tafsir Al-Baghawi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab : 17, juz : 1, hal. 68
[7]Baca tafsir Ath-Thabari, Al-Maktabah Asy-Syamilah
Share:

Sunday, July 15, 2018

Pentahapan Penciptaan Manusia



أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ   ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ      أَوْ سَعِيْدٌ.    فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ  الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا                 
[رواه البخاري ومسلم]
Terjemah Hadis / ترجمة الحديث :
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan : Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara : menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada Ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga  maka masuklah dia ke dalam surga.
(Riwayat Bukhori dan Muslim).
Pelajaran yang terdapat dalam hadits Arbain ke 4 :
1.     Allah ta’ala mengetahui tentang keadaan makhluknya sebelum mereka diciptakan dan apa yang akan mereka alami, termasuk masalah kebahagiaan dan kecelakaan.
2.     Tidak mungkin bagi manusia di dunia ini untuk memutuskan bahwa dirinya masuk surga atau neraka, akan tetapi amal perbutan merupakan sebab untuk memasuki keduanya.
3.     Amal perbuatan dinilai di akhirnya. Maka hendaklah manusia tidak terpedaya dengan kondisinya saat ini, justru harus selalu mohon kepada Allah agar diberi keteguhan dan akhir yang baik (husnul khotimah).
4.     Disunnahkan bersumpah untuk mendatangkan kemantapan sebuah perkara dalam jiwa.
5.     Tenang dalam masalah rizki dan qanaah (menerima) dengan mengambil sebab-sebab serta tidak terlalu mengejar-ngejarnya dan mencurahkan hatinya karenanya.
6.     Kehidupan ada di tangan Allah. Seseorang tidak akan mati kecuali dia telah menyempurnakan umurnya.
7.     Sebagian ulama dan orang bijak berkata  bahwa dijadikannya pertumbuhan janin manusia dalam kandungan secara berangsur-angsur adalah sebagai rasa belas kasih terhadap ibu. Karena sesungguhnya Allah mampu menciptakannya sekaligus.
Share:

Sunday, July 1, 2018

Tafsir Surat Al Baqarah 11-13

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لاَ تُفْسِدُواْ فِي الأَرْضِ قَالُواْ إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ أَلا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَـكِن لاَّ يَشْعُرُونَ
Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.(QS. 2:11-12)
Dalam tafsirnya, as-Suddi menceritakan, dari Abu Malik dan dari Abu Shalih, dari Ibnu Abbas, dari Murrah ath-Thabib al-Hamdani, dari Ibnu Mas’ud, dari beberapa sahabat Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, mengenai firman Allah Ta’ala:
Î وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لاَ تُفسِدُوا فِي اْلأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ Ï“Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan” ia mengatakan: “Mereka itu adalah orang-orang munafik. Sedangkan kerusakan yang dimaksud adalah kekufuran dan kemaksiatan.”
Mengenai firman-Nya, Î وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لاَ تُفسِدُوا فِي اْلأَرْضِÏ Dan jika dikata-kan kepada mereka: “Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi,” Abu Ja’far menceritakan, dari ar-Rabi’ bin Anas, dari Abu al-’Aliyah, ia mengatakan: “Artinya, janganlah kalian berbuat maksiat di muka bumi ini. Kerusakan yang mereka buat itu berupa kemaksiatan kepada Allah, karena barangsiapa yang berbuat maksiat kepada Allah atau memerintahkan orang lain untuk bermaksiat kepada-Nya, maka ia telah berbuat kerusakan di bumi, karena kemaslahatan langit dan bumi ini terletak pada ketaatan.”
Hal senada juga dikatakan oleh ar-Rabi’ bin Anas, Qatadah, dan Ibnu Juraij, dari Mujahid, mengenai firman-Nya, Î وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لاَ تُفسِدُوا فِي اْلأَرْضِ Ï Dan jika dikatakan kepada mereka, “Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi,” ia mengatakan: Mereka sedang berbuat maksiat kepada Allah, lalu dikatakan kepada mereka, “Janganlah kalian melakukan ini dan itu.” Maka mereka pun menjawab, “Sesungguhnya kami berada pada jalan hidayah dan kami pun sebagai orang yang mengadakan perbaikan.”
Ibnu Jarir mengatakan, dengan demikian, orang-orang munafik itu me-mang pelaku kerusakan di muka bumi ini, dengan bermaksiat kepada Allah melanggar larangan-Nya serta mengabaikan kewajiban yang dilimpahkan kepadanya. Mereka ragu terhadap agama Allah di mana seseorang tidak diterima amalnya kecuali dengan membenarkannya dan meyakini hakikatnya. Mereka juga mendustai orang-orang mukmin melalui pengakuan kosong mereka, padahal keyakinan mereka dipenuhi oleh kebimbangan dan keraguan. Serta dukungan dan bantuan mereka terhadap orang-orang yang mendustakan Allah, kitab-kitab, dan rasul-rasul-Nya atas para wali Allah jika mereka mendapatkan jalan untuk itu.
Demikian itulah kerusakan yang dilakukan oleh orang-orang munafik di muka bumi ini, sementara mereka mengira telah mengadakan perbaikan di muka bumi. Al-Hasan Bashri mengatakan, di antara bentuk kerusakan yang dilakukan di muka bumi ini adalah mengangkat orang kafir sebagai wali-wali (pemimpin atau pelindung), sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala:
Î وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ إِلاَّ تَفْعَلُوهُ تَكُن فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ Ï “Adapun orang-orang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung sebagian yang lain. Jika kalian (wahai kaum muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS. Al-Anfal: 73) Dengan demikian, Allah I telah memutuskan perwalian di antara kaum muslimin dengan orang-orang kafir, sebagaimana firman-Nya:Ïيَاأَيُّهَا الَّذِيـنَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا الْكَافِرِيـنَ أَوْلِيَـآءَ مِن دُونِ الْمُؤْمِنِيـنَ أَتُرِيدُونَ أَن تَجْعَلُـوا للهِ عَلَيْكُمْ سُـلْطَانًا مُّبِيـنًا Î
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang kafir menjadi wali/pemimpin dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kalian mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksa kalian).” (QS. An-Nisa’: 144)
Kemudian Dia berfirman:
Î إِنَّ الْمُنَافِقِيـنَ فِـي الدَّرْكِ اْلأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَن تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا Ï “Sesungguhnya orang-orang munafik itu berada di tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kalian sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” (QS. An-Nisa’: 145)
Dengan keadaannya (orang-orang munafik) yang secara lahiriyah adalah beriman, sehingga keadaannya sangat membingungkan orang-orang mukmin. Seolah-olah kerusakan itu adanya dari arah orang munafik itu berada, karena ialah yang menipu orang-orang mukmin melalui ucapannya yang sama sekali tidak benar serta menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin bagi orang-orang mukmin. Kalau saja perbuatan mereka merupakan sebatas yang pertama (yaitu sebagai orang kafir) masih lebih ringan kejahatannya. Andai saja ia ikhlas beramal karena Allah SWT serta menyesuaikan ucapannya dengan perbuatannya, niscaya ia akan benar-benar beruntung. Oleh karena itu Allah Ta’alaberfirman: Î وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لاَ تُفسِدُوا فِي اْلأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ Ï Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. Artinya, kami ingin mendekati kedua belah pihak baik kaum beriman maupun kaum kafir dan kami berdamai dengan keduanya.
Kemudian Dia berfirman, Î أَلاَ إِنَّهُم هُمُ الْمُفِسِدُونَ وَلَكِن لاَّ يَشْعُرُونَ Ï “Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.” Melalui ayat tersebut Allah SWT memberitahukan, “Ketahuilah bahwa yang mereka akui sebagai perbaikan itu adalah kerusakan itu sendiri, namun karena kebodohan mereka, mereka tidak menyadari bahwa hal itu sebagai kerusakan.”
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ آمِنُواْ كَمَا آمَنَ النَّاسُ قَالُواْ أَنُؤْمِنُ كَمَا آمَنَ السُّفَهَاء أَلا إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاء وَلَـكِن لاَّ يَعْلَمُونَ
Apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman. Mereka menjawab: “Akan berimankah kami se-bagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman”. Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. (QS. 2:13)
Allah SWT berfirman, apabila dikatakan kepada orang-orang munafik, Î ءَامِنُوا كَمَا ءَامَنَ النَّاسُ Ï “Berimanlah kalian sebagaimana orang-orang beriman,” yakni seperti keimanan manusia kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, adanya kebangkitan setelah kematian, surga, neraka, dan lain-lainnya yang telah diberitahukan kepada orang-orang yang beriman. Dan juga dikatakan, “Taatilah Allah dan Rasul-Nya dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.” Maka mereka pun mengatakan, Î أَنُؤْمِنُ كَمَاءَامَنَ السُّفَهَاءُ Ï “Apakah kami harus beriman sebagaimana orang-orang yang bodoh telah beriman.” Yang mereka maksudkan di sini adalah para sahabat RasulullahShalallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian menurut pendapat Abu al-’Aliyah, as-Suddi dalam tafsirnya, dari Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud serta beberapa orang sahabat. Hal yang sama juga dikatakan oleh ar-Rabi’ bin Anas, Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, dan lain-lainnya.
Orang-orang munafik itu mengatakan, “Apakah kami dan mereka harus berada dalam satu kedudukan, sementara mereka adalah orang-orang bodoh?” kata “السَّفَهَاءُ” adalah jamak dari “سَـفِيْهُ”, seperti kata “الْحُكَمَـاءُ” adalah jamak dari “حَكِيـمُ”. Makna sufaha adalah bodoh dan karena kurang (lemah) pemikirannya dan sedikit pengetahuannya tentang hal-hal yang bermaslahat dan bermudharat.
Dan Allah SWT telah memberikan jawaban mengenai semua hal yang berkenaan dengan itu kepada mereka melalui firman-Nya, Î أَلاَ إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ Ï “Ingatlah sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang bodoh.” Dan Dia menegaskan kebodohan mereka itu dengan firman-Nya, Î وَلَكِن لاَيَعْلَمُونَ Ï “Tetapi mereka tidak mengetahui.” Artinya, di antara kelengkapan dari kebodohan mereka itu adalah mereka tidak mengetahui bahwa mereka berada dalam kesesatan dan kebodohan. Dan yang demikian itu lebih menghinakan bagi mereka dan lebih menunjukan mereka berada dalam kebutaan dan jauh dari petunjuk.
(Sumber:  Tafsir Ibnu Katsir)
Share:

Konsultasi dengan Gus Abduh

Data Kunjungan