Melatih dan Mencerahkan Jiwa

Saturday, June 23, 2018

Tafsir Surat Al Baqarah 8-10

“Di antara manusia ada yang mengatakan, ‘kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian,’ Padahal mereka itu sesunguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedangkan mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah menambah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (Al-Baqarah:8-10)

Tafsir Ayat:
[8-9] Ketahuilah bahwasanya kenifakan itu adalah menampakkan kebaikan dan menyebunyikan kejahatan, termasuk dalam definisi ini kenifakan i’tiqod dan kenifakan perbuatan. Adapun kenifakan perbuatan seperti yang disebutkan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
aayatul munafiqin tsalaatsun: idza haddatsa kadzaba, wa idza wa’ada akhlafa, wa idza-tumina khaana. wa fii riwaayatinwa idza khaashama fajara.

“Tanda-tanda munafik itu ada tiga; apabila berbicara dia berdusta, bila berjanji dia mengingkarinya, dan bila diberikan amanat dia berkhianat.” Dan dalam riwayat lain, “dan bila berperkara, dia berlaku curang.”[1]
Adapun kenifakan i’tiqod yang mengeluarkan seseorang dari Islam yaitu yang Allah subhaanahu wa ta’ala menyifati kaum munafikin dengannya dalam surat ini dan surat selainnya, kenifakan ini belumlah ada sebelum hijrahnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dari Makkah menuju Madinah dan juga setelah hijrah hingga setelah kejadian perang Badar dan Allah memberikan kemenangan kepada kaum muslimin dan memuliakan mereka, dan menghinakan orang-orang yang ada di Madinah dari mereka yang belum masuk Islam, lalu sebagian mereka menampakkan keislaman mereka karena takut dan tipu daya, dan untuk menjaga darah dan harta mereka, di mana mereka-mereka ini bersama kaum muslimin secara lahiriyah mereka menampakkan bahwa mereka adalah bagian kaum muslimin, padahal hakikatnya mereka bukanlah bukan bagian dari kaum muslimin.
Maka sebagai tindakan kelembutan Allah terhadap kaum mukminin adalah Allah memperlihatkan kondisi-kondisi mereka, dan menggambarkan mereka dengan sifat-sifat yang membedakan mereka dengannya agar kaum mukminin tidak terpedaya oleh mereka, dan mampu mengendalikan kejahatan-kejahatan mereka, Allah berfirman,

يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَن تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُم بِمَا فِي قُلُوبِهِمْ

“Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka suatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka.” (At-Taubat:64),
Lalu Allah mensifati dengan sifat dasar kenifakan seraya berfirman,

ومن الناس من يقول آمنا بالله وباليوم الآخر وما هم بمؤمنين

“Di antara manusia ada yang mengatakan, ‘kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian’, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman” karena mereka mengatakan dengan lisan mereka apa yang tidak ada dalam hati mereka lalu Allah mendustakan mereka dengan berfirman:

وما هم بمؤمنين

“Padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman” karena keimanan yang hakiki itu adalah sesuatu yang hati dan lisan bersepakat padanya, sesungguhnya hal yang tadi itu adalah tipu daya terhadap Allah dan hamba-hambanya yang beriman, dan tipu daya adalah seorang pelaku tipu daya itu menampakkan sesutu kepada orang yang diperdayai dan dia menyembunyikan hal yang berbeda dengannya demi memperoleh apa yang diinginkannya dari orang yang diperdayai tersebut, maka orang-orang munafik tersebut menempuh jalan ini bersama Allah dan hamba-hambaNya lalu tipu daya mereka tersebut kembali kepada diri mereka sendiri, hal ini adalah suatu perkara yang mengherankan sekali, karena biasanyaseorang pelaku tipu daya itu kondisinya baik akan memperoleh apa yang menjadi tujuannya atau dia selamat yang tidak mendapatkan apa-apa dan tidak rugi apa-apa juga, namun lain halnya[dengan orang munafik, Ad-] karena tipu daya mereka, dia malah kembali kepada diri mereka sendiri.
Oleh karena itu, seolah-olah mereka itu melakukan suatu makar untuk menghancurkan diri mereka sendiri, membahayakannya dan menipunya, karena Allah tidaklah mendapat bahaya dari tipu daya mereka sedikit pun, demikian juga hamba-hambaNya yang beriman, mereka tidak mendapat bahaya sedikit pun dari tipu daya mereka.
Maka tindakan kaum munafik menampakkan keimanan mereka tidak membawa dampak bagi kaum muslimin, hingga selamatlah dengan hal itu harta-harta mereka, dan terjaga darah-darah mereka, dan tipu daya mereka kembali kepada leher-leher mereka, hingga dengan demikian mereka mendapatkan kehinaan dan cela di dunia, serta kemalangan yang terus menerus yang disebabkan oleh apa yang diperoleh kaum mukminin berupa kekuatan dan kemenangan, kemudian pada Hari Akhir nanti mereka mendapatkan adzab yang pedih lagi menyakitkan dan mengerikan disebabkan oleh kedustaan mereka, kekufuran mereka dan kejahatan mereka, dan keadaannya saat ini adalah bahwa mereka dengan kebodohan dan kedunguan yang ada pada mereka, maka mereka tidak merasakan hal tersebut.

[10] Dan firmanNya,

في قلوبهم مرض

“Dalam hati mereka ada penyakit” yang dimaksud dengan penyakit di sini adalah penyakit keraguan, syubhat, dan kenifakan. Hal itu dikarenakan hati itu dihadapkan oleh dua penyakit yang menyebabkannya jauh dari kesehatannya dan kenormalannya, yaitu penyakit syubhat yang batil dan penyakit syahwat yang menggoda. Maka kekufuran, kenifakan, keragu-raguan dan semua bid’ah-bid’ah itu adalah penyakit-penyakit syubhat, sedangkan perzinahan, suka akan kekejian dan kemaksiatan lalu melakukannya, adalah di antara penyakit-penyakit syahwat, sebagaimana Allah berfirman,

فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ

“Sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya.” (Al-Ahzab: 32),

Yaitu syahwat zina, sedangkan yang selamat adalah orang yang diselamatkan dari kedua penyakit tersebut, hingga terwujudlah baginya keyakinan, keimanan dan kesabaran dari setiap kemaksiatan, lalu dia berjalan dalam pakaian-pakaian keselamatan.

Dan firmanNya tentang kaum munafikin, “Dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah menambah penyakitnya”, sebuah penjelasan tentang hikmah Allah subhaanahu wa ta’ala terhadap penentuan kemaksiatan atas pelaku-pelakunya dan bahwasanya hal itu disebabkan dosa-dosa mereka yang terdahulu, Allah menguji mereka dengan kemaksiatan yang akan datang yang mengakibatkan hukuman sebagaimana Allah berfirman,

وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ

“Dan Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya pada permulaannya.” (Al-An’am: 110)

Dan Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman,

فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ

“Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka.” (Ash-Shaf: 5)

Dan Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman,

وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَىٰ رِجْسِهِمْ

“Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka.” (At-Taubat; 125)
Maka hukuman bagi kemaksiatan adalah kemaksiatan setelahnya, sebagaimana juga balasan kebaikan adalah kebaikan setelahnya. Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman,

وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى

“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. “ (Maryam: 76)

Sumber Bacaan:

Kitab Taisir al-Karim ar-Rahman Fi Tafsir Kalam al-Mannan, Syaikh Abdurrahman bin Nashir aas-Sa’di, Darul Hadits, Kairo [dengan terjemahannya: Tafsir As-Sa’di (1), cetakan Pertama, Pustaka Sahifa, Jakarta]

[1] Dikeluarakan oleh al-Bukhari no. 33 dan Muslim no. 59 dari hadits Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu.
Adapun riwayat yang kedua sesungguhnya diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 34 dan Muslim no. 58 dari hadits Abdullah bin  Amr  radhiyallahu ‘anhu
Share:

0 comments:

Post a Comment

Konsultasi dengan Gus Abduh

Data Kunjungan