Melatih dan Mencerahkan Jiwa

Dr. KH. Abduh Al-Manar, M.Ag.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Irsyadiyah. Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

Pondok Pesantren Al-Irsyadiyah

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

PAUD Al-Irsyadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

MI Al-Irsyadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

MTS Al-Iryadiyah Tahun Pelajaran 2019/2020

Jl. Inpres II Cibeuteung Udik, Ciseeng - Bogor

Tuesday, February 13, 2018

Pelatihan Energi Ilahiah



Dalam menjalani kehidupan, manusia akan senantiasa berhadapan dengan “kesulitan hidup” yang merupakan bagian dari ujian yang diberikan Allah SWT. Sebagai manusia, kita wajib berikhtiar semaksimal mungkin guna mengatasi setiap ujian yang Allah berikan. Namun ikhtiar yang dilakukan seringkali menemukan hambatan, yang kemudian tak sedikit membuat banyak orang stres dan terjerembab dalam lubang keputus asaan. Tak tahu apa lagi yang mesti dilakukan.

Ikuti Pelatihan Energi Ilahiah, bersama Dr. K.H. Abduh Al-Manar (Pendiri dan Pembina Psikotauhid Center). Pelatihan ini insya Allah bermanfaat untuk kesehatan, kecantikan, dan kesuksesan hidup Anda.

Tempat Pelatihan Energi Ilahiah di Pesantren Al-Irsyadiyah, Desa Cibeuteung Udik, Kec Ciseeng – Bogor.

Anda yang berminat serius untuk mengikuti pelatihan ini, dapat menghubungi: 0878-7080-0839.


Share:

Pelatihan Retorika (Seni Pidato)


Bila Anda seorang mahasiswa, dosen, da’i, pengusaha atau lainnya dan ingin meningkatkan kemampuan berbicara di depan publik (presentasi, pidato atau ceramah), maka Anda perlu mengikuti pelatihan ini:

Pelatihan Retorika (Seni Berpidato)
Bersama: Drs. K.H. Abduh Al-Manar, M. Ag. (Penceramah, Dosen, Terapis, Trainer dan Penulis)

Tempat pelatihan di Pesantren Al-Irsyadiyah, Desa Cibeuteung Udik, Kec Ciseeng – Bogor.

Anda yang berminat serius untuk mengikuti pelatihan ini, dapat menghubungi: 0878-7080-0839.

Share:

Monday, February 5, 2018

Membuka Pintu Ma'rifat


”Apabila Tuhan membukakan bagimu suatu jalan untuk ma’rifat (mengenal pada-Nya), maka jangan menghiraukan soal amalmu yang masih sedikit, sebab Tuhan tidak membukakan bagimu, melainkan Ia akan memperkenalkan diri kepadamu. Tidakkah engkau tahu bahwa ma’rifat itu semata-mata pemberian karunia Allah kepadamu, sedang amal perbuatanmu hanyalah hadiahmu kepad-Nya dengan pemberian karunia Allah kepadamu.”  

Ma’rifat (mengenal) kepada Allah, itu adalah puncak keberuntungan seorang hamba, maka apabila Tuhan telah membukakan bagimu suatu jalan untuk mengenal kepada-Nya, maka tidak perlu pedulikan berapa banyak amal perbuatanmu, walaupun masih sedikit amal kebaikanmu. Sebab ma’rifat itu suatu karunia dan pemberian langsung dari Allah, maka sekali-kali tidak tergantung kepada banyak atau sedikitnya amal kebaikan.

Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Allah azza wajalla berfirman:“Apabila Aku menguji hamba-Ku yang beriman, kemudian ia tidak mengeluh kepada orang lain, maka Aku lepaskan ia dari ikatan-Ku dan Aku gantikan baginya daging dan darah yang lebih baik dari semula, dan ia boleh memperbarui amal, sebab yang lalu telah diampuni semua.”    Diriwayatkan: Bahwa Allah telah menurunkan wahyu kepada salah seorang Nabi diantara beberapa Nabi-Nya.” Aku telah menurunkan ujian kepada salah seorang hamba-Ku, maka ia berdoa dan tetap Aku tunda permintaannya, akhirnya ia mengeluh, maka Aku berkata kepadanya: Hamba-Ku bagaimana Aku akan melepaskan dari padamu rahmat yang justru ujian itu mengandung rahmat-Ku.”  Karena dengan segala kelakuan kebaikanmu engkau tidak dapat sampai ke tingkat yang akan Aku berikan kepadamu, maka dengan ujian itulah engkau dapat mencapai tingkat dan kedudukan di sisi Allah.

Sumber gambar ilustrasi:
http://jejakfaqir.blogspot.co.id


Share:

Tanda Mata Hati yang Buta


"Kesungguhanmu untuk mencapai apa-apa yang telah dijamin pasti akan sampai kepadamu, di samping kelalaianmu terhadap kewajiban-kewajiban yang di amanatkan kepadamu, membuktikan butanya mata hatimu." 

Siapa saja yang disibukkan mencari apa yang sudah dijamin Allah seperti rezeki,  dan meninggalkan apa yang menjadi perintah Allah, itulah tanda orang yang buta hatinya. 

Firman Allah: 
"Dan berapa banyak makhluk bergerak yang bernyawa yang tidak [dapat] membawa [mengurus] rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu. Dia Maha mendengar, Maha mengetahui." (QS. Al-Ankabuut : 60).
"Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat [yang baik di akhirat] adalah bagi orang yang bertakwa." (QS. Thaha : 132).

Kerjakan apa yang menjadi kewajibanmu terhadap Kami, dan Kami melengkapi bagimu bagian Kamu. Di sini ada dua perkara : 
  1. Yang dijamin oleh Allah, maka jangan menuduh atau berburuk sangka kepada Allah subhanahu wa ta'ala.  
  2. Yang dituntut (menjadi kewajiban bagimu) kepada Allah, maka jangan abaikan. 
Dalam sebuah hadits Qudsy yang kurang lebih artinya: "Hambaku, taatilah semua perintah-Ku, dan jangan memberi tahu kepada-Ku apa yang baik bagimu, (jangan mengajari kepada-Ku apa yang menjadi kebutuhanmu). 

Syeih Ibrahim al-Khawwas berkata: "Jangan memaksa diri untuk mencapai apa yang telah dijamin dan jangan menyia-nyiakan (mengabaikan) apa yang diamanatkan kepadamu." Oleh sebab itu, barangsiapa yang berusaha untuk mencapai apa yang sudah dijamin dan mengabaikan apa yang menjadi tugas dan kewajiban kepadanya, maka buta mata hatinya dan sangat bodoh. 

Sumber gambar ilustrasi:
http://marketplace.secondlife.com
Share:

Jangan Ikut Mengatur


"Istirahat/enakkan dirimu/pikiranmu dari kesibukan mengatur dirimu, dari apa-apa yang telah diatur/dijamin oleh selain kamu (yaitu Allah), tidak perlu engkau ikut sibuk memikirkannya." 

Yang di maksud TADBIIR (mengatur diri sendiri) dalam hikmah ini yaitu tadbiir yang tidak di barengi dengan tafwiidh (menyerahkan kepada Allah). Apabila tadbiir itu dibarengi dengan tafwidh itu diperbolehkan, bahkan Rasulullah bersabda: At-tadbiiru nishful ma-‘isyah (mengatur apa yang menjadi keperluan itu sebagian dari hasilnya mencari ma’isah/penghidupan). Hadits ini mengandung anjuran untuk membuat peraturan didalam mencari fadholnya Allah. Pengertian Tadbir disini ialah menentukan dan memastikan hasil. karena itu semua menjadi aturan Allah.

Al-hasil, Tadbiir yang dilarang yaitu ikut mengatur dan menentukan/memastikan hasilnya.Sebagai seorang hamba wajib dan harus mengenal kewajiban, sedang jaminan upah ada di tangan majikan, maka tidak usah risau pikiran dan perasaan untuk mengatur, karena kuatir kalau apa yang telah dijamin itu tidak sampai kepadamu atau terlambat, sebab ragu terhadap jaminan Allah tanda lemahnya iman. 

Sumber gambar ilustrasi:
http://muslim.or.id
Share:

Kekuatan Takdir


"Kerasnya himmah /semangat perjuangan, tidak dapat menembus tirai takdir, kekeramatan atau kejadian-kejadian yang luar biasa dari seorang wali itu, tidak dapat menembus keluar dari takdir, maka segala apa yang terjadi semata-mata hanya dengan takdir Allah."

Hikmah ini menjadi ta’lil atau sebab dari hikmah sebelumnya (Iroodatuka tajriid) seakan akan Mushonnif berkata: Hai murid, keinginan/himmahmu pada sesuatu, itu tidak ada gunanya, karena himmah yang keras/kuat itu tidak bisa menjadikan apa-apa seperti yang kau inginkan, apabila tidak ada dan bersamaan dengan takdir dari Allah. Jadi hikmah ini (Sawa-biqul himam) mengandung arti menentramkan hati murid dari keinginannya yang sangat. SAWAA-BIQUL HIMAM (keinginan yang kuat): apabila keluar dari orang-orang sholih/walinya Allah itu disebut: Karomah. Apabila keluar dari orang fasiq disebut istidraj/ penghinaan dari Allah.

Firman Allah subhanahu wata’ala
“Dan tidaklah kamu berkehendak, kecuali apa yang dikehendaki Allah Tuhan yang mengatur alam semesta.” (QS. At-Takwir : 29). 
“Dan tidaklah kamu menghendaki kecuali apa yang dikehendaki oleh Allah, sungguh Allah maha mengetahui, maha bijaksana.” (QS. Al-Insaan : 30).  

Sumber gambar ilustrasi:
http://kabarmakkah.com
Share:

Ibadah dan Usaha


“Keinginanmu untuk tajrid (hanya beribadat saja tanpa berusaha untuk dunia), padahal Allah masih menempatkan engkau pada golongan orang-orang yang harus berusaha (kasab), maka keinginanmu itu termasuk nafsu syahwat yang samar (halus). Sebaliknya keinginanmu untuk berusaha (kasab), padahal Allah telah menempatkan dirimu pada golongan orang yang harus beribadat tanpa kasab (berusaha), maka keinginan yang demikian berarti menurun dari semangat yang tinggi”.

Sebagai seorang yang beriman, haruslah berusaha menyempurnakan imannya dengan berfikir tentang ayat-ayat Alloh, dan beribadah dan harus tahu bahwa tujuan hidup itu hanya untuk beribadah (menghamba) kepada Alloh,sesuai tuntunan Al-qur’an.Tetapi setelah ada semangat dalam ibadah, kadang ada yang berpendapat bahwa salah satu yang merepoti/mengganggu dalam ibadah yaitu bekerja(kasab). Lalu berkeinginan lepas dari kasab/usaha dan hanya ingin melulu beribadah.Keinginan yang seperti ini termasuk keinginan nafsu yang tersembunyi/samar.Sebab kewajiban seorang hamba, menyerah kepada apa yang dipilihkan oleh majikannya. Apa lagi kalau majikan itu adalah Alloh yang maha mengetahui tentang apa yang terbaik bagi hambanya.Dan tanda-tanda bahwa Alloh menempatkan dirimu dalam golongan orang yang harus berusaha (kasab), apabila terasa ringan bagimu, sehingga tidak menyebabkan lalai menjalankan suatu kewajiban dalam agamamu, juga menyebabkan engkau tidak tamak [rakus] terhadap milik orang lain.Dan tanda bahwa Allah mendudukkan dirimu dalam golongan hamba yang tidak berusaha (Tajrid). Apabila Tuhan memudahkan bagimu kebutuhan hidup dari jalan yang tidak tersangka, kemudian jiwamu tetap tenang ketika terjadi kekurangan, karena tetap ingat dan bersandar kepada Tuhan, dan tidak berubah dalam menunaikan kewajiban-kewajiban.

Syeikh Ibnu ‘Atoillah berkata : “Aku datang kepada guruku Syeikh Abu Abbas al- mursy. Aku  merasa, bahwa untuk sampai kepada Allah dan masuk dalam barisan para wali dengan sibuk pada ilmu lahiriah dan bergaul dengan sesama manusia (kasab) agak jauh dan tidak mungkin. tiba-tiba sebelum aku sempat bertanya, guru bercerita: Ada seorang ahli dibidang ilmu lahiriah, ketika ia dapat merasakan sedikit dalam perjalanan ini, ia datang kepadaku sambil berkata: Aku akan meninggalkan kebiasaanku untuk mengikuti perjalananmu. Aku menjawab: Bukan itu yang kamu harus lakukan, tetapi tetaplah dalam kedudukanmu, sedang apa yang akan diberikan Allah kepadamu pasti sampai kepadamu.

Sumber gambar ilustrasi:

http://slideshare.net
Share:

Konsultasi dengan Gus Abduh

Data Kunjungan