Melatih dan Mencerahkan Jiwa

Wednesday, December 20, 2017

Sejarah Al-Qur'an (Menguak Sisi Pengumpulan dan Penulisan Al Qur’an) Bagian I



A.      Pendahuluan
           
       Menoleh ke masa Al Qur’an diturunkan, identik dengan membuka kembali lembar-lembar sejarah pengumpulan dan penulisannya. Karena sejarah itu sendiri merupakan laboratorium ilmu-ilmu sosial, maka sejarah Al Qur’an dapat pula dijadikan laboratorium bagi ilmu sosial dalam memahami islam dan umatnya. Dengan demikian, kajian sejarah Al Qur’an mempunyai arti penting karena dari sejarah itulah dapat difahami variabek-variabelnya sehingga dapat diamati dan dijadikan pelajaran.
     
    Kita  telah sepakat bahwa  Al Qur’an itu diturunkan berangsur-angsur selama 23 tahun sejak pengangkatan Muhammad sebagai Nabi di Mekkah hingga wafatnya di Madinah. Setiap turun Al Qur’an, Nabi SAW menyuruh penulis wahyu menulisnya. Walaupun kebanyakan sahabat menghafalnya. Namun ada sekelumit kontroversi berkenaan dengan ayat pertama dan terakhir diturunkan. Ada empat pendapat ulama yang berbeda mengenai ayat yang pertama turun. Pertama adalah “ Iqra Bismi Robbikal Ladzi Khalaq …..” (QS. Al ‘Alaq: 1-5 ),berdasarkan riwayat Syaikhani dan lain-lain dari Aisyah ra. Kedua “ Yaa Ayyuha Mudatsir…..”, berdasarkan riwayat Syaikhani namun dari Abi Salmah Ibn Abdirahman. Ketiga surat Al Fatihah. Keempat “ Bismillahirrahmanirrohiim “, riwayat dari Al Wahidi. Pendapat pertama di pandang paling akurat. Terhadap pendapat ketiga Ibn Hajar menyatakan kecenderungan kepada pendapat ini minoritas, sedangkan umumnya pendapat kapada “ Iqra “.                                                                                       
      Di kutip  dari  segi  waktu, Al Qur’an  menurut al Hakim dalam Al Mustadrah seperti di kutip oleh Al Suyuti, dikumpulkan sebanyak tiga kali. Pertama di masa Rasul. Kedua, di masa Abu Bakar. Dan ketiga, di masa Utsman bin Affan. Di masa Rasul Al Qur’an dipelihara dengan dua cara: dihafal dan ditulis. Dengan cara pertama lahirlah para penghafal Al Qur’an. Nama-nama para penghafal Al Qur’an di masa Rasul disebutkan dalam tiga riwayat: (a) Menurut hadits riwayat Bukhori dari ‘Amr ibn ‘As, Rasulullah memerintahkan untuk mengambik Al Qur’an kepada enpat orang: Abdullh Ibn Mas’ud, Salim, Mu’az dan Ubai ibn Ka’ab. (b) Menurut Anas Ibn Malik, para penghafal Al Qur’an adalah empat orang : Ubai ibn Ka’b, Mu’az ibn Jabal, Zaid ibn Sabit dan Abu Zaid. (c) Menurut riwayat Sabit dan Anas, para penghafal Al Qur’an adalah Abu al-Darba, Mu’az ibn Jabal, Zaid ibn Sabit, dan Abu Zaid.
     
      Walaupun  tiga  riwayat diatas menyebutkan nama-nama para penghafal Al Qur’an, namun penghafal Al Qur’an yang mashur dari akangan sahabat berjumlah tujuh orang : Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ubai ibn Ka’ab, Zaid Ibn Sabit, Abdullah ibn Mas’ud, Abu Darba, Abu Musa Al Asy’ari. Ibn Abbas mengambil hafalan kepada Ubai ibn Ka’ab dan Zaid ibn Sabit. Abu Hurairah dan Abdullah ibn Saib mengambil hafalan Ubai ibn La’ab saja. Selain dengan cara menghafal, Al Qur’an dilestarikan dengan cara ditulis. Banyak diantara sahabat memelihara Al Qur’an dengan caa menulias pada pelepah kurma dan benda-benda lainnya. Sebelum dibukukan di masa Abu Bakar, Al Qur’an telah dicatat oleh beberapa sahabat dalam bentuk catatan tidak resmi. Catatan tidak remi dimaksud adlah bahwa Al Qur’an ditulis pada pelepah kurma, daun, batu, dan lainnya bukan untuk disebarkan kepada yang lain, tetapi hanya untuk dirinya sendiri.
           
              Pengumpulan  Al Qur’an  yang  kedua  dan  ketiga  secara  lebih  ekstensif.  Masa  Abu  Bakar  dapat di ketahui sebagai masa penyatuan mushaf. Oleh karena itu, upaya pengumpulan naskah Al Qur’an sangat menonjol. Sedangkan masa Utsman ibn Affan dapat di ketahui sebagai masa penyempurnaandan penggandaan.
           
            Dari  pendahuluan  ini  dapat  diketahui  bagaimana Al Qur’an  dikumpulkan  dan  dipelihara. Hal  ini penting untk di fahami, karena pemicu perselisihan pendapat telah terjadi di masa ini. Dari sini akan di mulai upaya penelusuran factor-faktor yang mendorong Abu Bakar dan Utsman membukukan dan menggandakan Al Qur’an, kendala-kendala yang di hadapinya dan cara-cara penyelesaian kendala-kendala tersebut sehingga nantinya akan terjawab apakah Al Qur’an yang kita lihat sekarang ini memang benar-benar Al Qur’an seperti apa yang diwahyukan oleh Allah kepada Rasul Nya atau telah terjadi perubahan yang pada akhirnya akan mempengaruhi terhadap sisi-sisi keotentikan Al Qur’an itu sendiri walaupun pada hakikatnya Tuhan sendiri telah menjamin kemurnian dan keabsahan wahyuNya itu ( QS.15:39 )


B.       Pengumpulan Al Qur’an pada masa Nabi
      
Yang dimaksud dengan  pengumpulan Al Qur’an oleh para Ulama adalah salah satu dari dua pengertian berikut:

Pertama :
Pengumpulan dalam arti hifzuhu (menghafalnya dengan hati). Inilah makna yang dimaksudkan dalam firman Allah kepada Nabi-nabi senatiasa menggerak-gerakkan kedua bibir dan lidahnya untuk membaca Al Qur’an ketika Al Qur’an itu turun kepadanya sebelum jibril selesai membacakannya, karena ingin menghafalkannya:”Janganlah kamu kamu gerakkan lidahmu untuk membaca Al Qur’an karena hendak cepat-cepat menguasainya, sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (didadamu) dan (membuatmu pandai ) membacanya. Apabila kamu telah selesai membacanya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, atas tanggungan kami lah penjelasannya” (QS.75:16-19)

Kedua :
Pengumpulan dalam arti Kitabatuhu Kullihi (Penulisan Al Qur’an semuanya) baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan surat-suratnya dalam lembaran-lembaran terkumpul yang menghimpun semua surah sebagaimana ditulis sesudah bagian yang lain.

Rasulullah adalah penghafal Al Qur’an pertama dan merupakan contoh paling baik bagi para sahabat dalam menghafalnya. Setiap kali sebuah ayat turun, dihafaldalam dada dan ditempatkan dalam hati.sebab bangsa arab secara kodrati mempunyai daya hafal yang kuat. Hal itu karena umumnya mereka buta huruf, sehingga dalam penulisan berita-berita, syair-syair, dan silsilah mereka, dilakukan dengan catatan di hati mereka. Berbeda  halnya dengan penulisan Al Qur’an. Rasulullah ternyata mengangkat para penulis wahyu dari sahabat-sahabat terkemuka, seperti Ali,Muawiyah,Ubai ibn Ka’b dan Zaid bin Sabit. Bila ayat turun, mereka menulisnya dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam surah. Para sahabat memikul kesulitan yang sangat besar dalam menuliskan Al Qir’an. Alat-alat tulis tidak cukup tersedia bagi mereka, selain sarana-sarana yang sangat sederhana seperti lempengan batu, daun lontar, pelana, tulang belakang binatang dan sebagainya. Hal ini sempat menjadi keragu-raguan kalangan sarjana kontemporer atas keorisinilan penulisan Al Qur’an. Disamping bangsa Arab kala itu memang lebih identik dengan bangsa penghafal ketimbang bangsa penulis ditambah lagi sarana-sarana yang mendukung penulisan sangat ketinggalan dibandingkan bangsa-bangsa lain pada masanya.

Tulisan-tulisan Al Qur’an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf, yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki olaeh yang lain. Dan Rasulullah berpulang ka Rahmatullah di saat Al Qur’an yang dihafal dan tertulis dalam mushaf dengan susunan ayat-ayat dan surah-surah yang terpisah-pisah. Di samping pula Al Qur’an belum dikumpulkan dalam satu mushaf, sebab Nabi masih selalu menanti turunnya wahyu dari waktu ke waktu. Disamping itu, terkadang terdapat ayat yang me-nasikh (menghapuskan) sesuatu yang turun sebelumnya. Andai kata (pada masa Nabi) Al Qur’an itu seluruhnya dikumpulkan diantara dua sampul (dalam satu mushaf – pen), hal yang demikian tentu akan membawa perubahan bila wahyu turun lagi. Hal ini untuk menjawab pertanyaan mengapa Al Qur’an tidak diturunkan saja dalam satu mushaf pada masa Nabi agar otentisitasnya lebih terjamin? Az Zarkasy menambahkan dalan Al Burhan “Al Qur’an tidak dituliskan dalam satu mushaf pada zaman Nabi agar ia tidak berubah pada setiap waktu (seperti ketika adanya nasikh). Oleh sebab itu, penulisannya dilakukan kemudian sesudah wafatnya Rasulullah.

Ketika Rasulullah masih hidup beliau sebagai sumber sejuta pengaduan, dapat dipastikan tidak adanya problem Al Qur’an dizaman beliau masih hidup. Jika pun ada, beliau sendiri yang menuntaskannya, lagian masyrakat Arab-Muslim di lingkungan beliau yang masih sederhana cara berfikirnya lebih suka langsung mempraktekkan pesa-pesa AL Qur’an yang diisyaratkan Rasulullah dari pada memfilosofikannya (bahkan termasuk mempertanyakan teknis pengumpulan atau system penulisannya, sama sekali tak terbayang di pikiran mereka). Persoalan terjadi belakangan, sepeninggal Rasulullah, Karena perubahan berbagai situasi, hal ini juga menuntut terjadinya corak-corak pengumpulan Al qur’an untuk memenuhi standart kebutuhan tersebut.

Sumber gambar ilustrasi:
http://ukhuwahislamiah.com
Share:

0 comments:

Post a Comment

Konsultasi dengan Gus Abduh

Data Kunjungan